4. I Like Your Name

1.5K 131 21
                                    

Ding....

Terdengar suara pintu lift terbuka dan Valen pun keluar dari lift tersebut. Setelah mengirimkan lokasi hotel nya kepada Teddy siang tadi, Valen sebenarnya agak menyesali keputusannya untuk bertemu lagi dengan Teddy. Seharusnya dia bilang saja ada keperluan mendadak yang mengharuskannya pulang terlebih dahulu ke Jakarta.

Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, setidaknya Valen harus menepati janjinya untuk bertemu dengan Teddy. Ia berjanji untuk bertemu Valen tepat jam empat sore, dan sekarang sudah hampir jam empat sore. Tidak mungkin dia akan tepat waktu kan, pasti dia sama saja seperti kebanyakan lelaki, selalu terlambat.

Baru saja Valen berpikir seperti itu, ia mendapati Teddy sedang duduk di lobby hotel sambil memainkan handphone nya. Valen pun menghampirinya.

"Udah lama ya?" Tanya Valen, Teddy menoleh ke arah Valen, ia lalu tersenyum sambil menggeleng.

"Nggak kok, baru sampai." Jawabnya singkat, Valen hanya diam dan bingung ingin berkata apa. "Mau berangkat sekarang?" Tanya Teddy kemudian,

"Boleh, kalo Mas Teddy juga mau langsung berangkat." Jawab Valen, Teddy pun berdiri dari kursinya dan berjalan keluar lobby. Valen mengikutinya dalam diam.

"Tangan kamu masih sakit??" Tanya Teddy, berusaha memecah keheningan.

"Udah nggak, kok. Makasih tadi udah mau bantu kompres lebamnya," jawab Valen, Teddy mengangguk pelan sambil masih berjalan menuju mobilnya.

"Lain kali kalo lebam kayak gitu langsung di kompres es batu ya, biar sembuhnya juga cepet." Ujar Teddy, Valen mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Siap komandan," goda Valen yang membuat Teddy menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil, Valen menyadari bahwa ternyata Teddy mempunyai lesung pipi saat ia tersenyum.

"Jangan panggil gitu lah, malah bikin inget kerjaan." Sahut Teddy kemudian,

"Siap, salah pak." Goda Valen lagi dan kali ini membuat Teddy tertawa kecil, Valen mendapati bahwa ia suka melihat Teddy tersenyum atau tertawa.

"Udah sini, masuk." Perintah Teddy sambil membukakan pintu penumpang untuk Valen, ia pun memasuki mobil tersebut.

Setelah Teddy juga sudah memasuki mobil, ia segera tancap gas dan meninggalkan hotel tersebut. Valen menoleh ke arah Teddy yang sedang fokus menyetir mobil.

"Kalo lagi nyetir emang harus se fokus itu ya?" Tanya Valen memecah keheningan, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar.

"Lagi bawa anak orang, nggak lucu kalo nanti saya bikin lebam-lebam lagi," jawab Teddy, Valen tersenyum kecil.

"Kalo lagi bawa anak orang tapi nggak diajak ngobrol juga lebih lucu lagi sih, Mas." Ucap Valen, Teddy menoleh ke arah Valen lagi dengan ekspresi menerka-nerka.

"Oh.. jadi anak orang ini minta diajak ngobrol." Gumam Teddy, dia berhenti berkata sejenak. "Yaudah ayo ngobrol," ajak Teddy, ia kini mencoba fokus kepada jalanan di depannya dan juga kepada Valen.

"Udah lama jadi ajudan Pak Prasetyo?" Tanya Valen tiba-tiba, Teddy menghela nafas kecewa.

"Harus banget ngomongin kerjaan?" Teddy balik bertanya kepada Valen, "Kamu nggak lagi diem-diem wawancara saya kan?"

"Kalo mau wawancara, saya mendingan minta diajak pergi sama Pak Prasetyo langsung." Jawab Valen, ia lalu mengeluarkan handphone dari tas tangannya dan menunjukkannya kepada Teddy. "Liat kan?? Nggak lagi rekam apa-apa,"

"Oke.. oke.." Teddy tertawa sejenak, "Saya baru beberapa bulan jadi ajudan untuk Pak Prasetyo, sebelum ini saya masih pendidikan di Amerika."

"Terus kenapa kok bisa sama Pak Prasetyo sekarang?" Tanya Valen lagi,

Safe HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang