Halo Guys...
Sebelumnya, aku cuma mau bilang terima kasih atas antusias nya buat Safe Haven. Dan.. ya seperti yang kalian tahu dari chapter terakhir Safe Haven, kalian pasti berharap kalau ada Sequel buat Safe Haven🤭🤭
Jadi.. ini surprise ku buat kalian!! I won't leave my readers hanging like that heeey, aku nggak sejahat itu wkwkwk😛😛
Hari ini aku bakal kasih sneak peek salah satu chapter dari buku aku selanjutnya.. buat jadi gambaran untuk kalian juga bakal gimana nantinya kelanjutan Valen dan Teddy❤️
Ini nggak bakal panjang karena aku mau kalian merasakan full experience nya nanti di buku kedua. Tapi aku harap kalian bakal suka sama sneak peek ini..😉
So here's a little love from me... to you my lovely readers ❤️
________________________________________________________________________________
Satu tahun kemudian...
Valen duduk di sebuah coffee shop dengan gelisah sambil terus menerus memeriksa jam tangannya, ia lalu menatap ke arah luar jendela coffee shop dimana hujan sedang turun dengan derasnya. Valen berdecak kesal dan mengeluarkan ponselnya, ia lalu mengirimkan pesan kepada Retha, salah satu rekan kantornya, dan memberitahunya bahwa ia akan sedikit terlambat untuk datang ke rumahnya.
Ponsel Valen berdering dan ia pun mengangkatnya, terdengar suara Retha dari seberang telpon.
"Kamu dimana, Len?" tanya Retha begitu Valen mengangkat teleponnya.
"Compass... aku masih neduh ini Tha, hujannya deras banget." jawab Valen sambil kembali menatap keluar jendela dimana hujan masih turun deras. "Aku minta maaf ya kalau misal aku terlambat, tapi aku usahain begitu hujannya agak reda aku bakal langsung kesana."
"No worries, Len. Emang cuaca lagi nggak begitu bagus, kamu hati-hati aja ya. Kabarin kalau kamu udah mulai jalan kesini," sahut Retha.
"Oke, Tha. Thank you, ya. Aku bawa macem-macem kue nih buat dessert, jadi bilang ke yang lainnya jangan pulang dulu sebelum aku sampai sana." canda Valen, Retha tertawa dan mengiyakan. Merekapun berpamitan dan Valen menutup telponnya, ia lalu mendesah pelan dan kembali menatap ke luar jendela.
Hari ini Valen diundang untuk makan siang bersama di rumah Retha, sekaligus untuk membicarakan acara perkumpulan US Indonesia Society yang akan diadakan lusa mendatang. Retha bilang memang acara itu diadakan rutin setiap tahun, dan ini adalah tahun pertama Valen untuk menghadiri acara tersebut.
Acara tersebut diadakan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Indonesia yang tinggal atau bekerja di Amerika, biasanya mereka disana akan bertukar cerita, berkenalan dan terkadang membangun relasi bisnis. Hal tersebut pastinya menjadi sesuatu yang dirindukan oleh kebanyakan orang Indonesia yang menetap disana, Valen pun sedikit rindu mengobrol dengan orang-orang dari tanah airnya. Walaupun di VOA juga banyak pekerja yang berasal dari Indonesia, tapi tetap saja ia rindu keramahtamahan warga Indonesia.
Valen kembali menatap keluar jendela dan ternyata hujan sudah mulai mereda, memang masih ada rintikan air hujan, tapi lebih baik ia berangkat sekarang daripada kembali menunggu dan ternyata hujan malah akan tambah deras. Valen pun memakai trench coat nya dan mengambil sebuah bungkusan berisi soft cookies yang ia bawa untuk acara makan siang nanti. Ia lalu keluar dari Compass Coffee Shop dan menuju ke halte bus terdekat.
Valen berlari kecil sambil menutupi kepalanya dengan satu tangan agar air hujan tidak membasahi rambutnya, dan akhirnya ia pun sampai di halte bus yang kini sedang sepi. Hanya ada Valen dan seorang wanita tua yang sedang duduk di halte tersebut. Valen memutuskan untuk berdiri saja karena sedari tadi dia sudah duduk di dalam coffee shop, ia lalu menunggu sebuah bus atau taksi untuk datang.
Terdengar langkah kaki mendekat dan berhenti di samping Valen, Valen menghiraukannya dan tetap menatap ke arah jalanan di depannya sambil melamun. Di saat seperti itu terkadang pikirannya melayang ke masa-masa dimana ia masih di Indonesia, menjadi jurnalis untuk Lingkar Indonesia, meliput bersama Donny, dan tentu saja hubungannya dengan Teddy.
Teddy.. bagaimana kabarnya sekarang?? Valen menghela nafas dan menunduk, mencoba untuk kembali menghilangkan pikiran tersebut.
"Iya.. Gue bakal kesana, tunggu aja. Gue masih mau beli sesuatu," terdengar sebuah suara di samping Valen, Valen yang sedang menunduk langsung terkejut mendengar suara itu.
Suara itu? Benarkah apa yang Valen dengar? Valen menoleh ke sampingnya dengan sangat perlahan, takut jika ia terlalu cepat maka suara tersebut akan hilang. Valen lalu menatap orang disampingnya.
Seorang lelaki berambut hitam, yang sedang menggunakan jaket hitam dan sedang menelpon seseorang dengan raut wajah yang serius. Butiran air hujan jatuh dari rambutnya yang terlihat sedikit basah, dan ia sedang memandang ke bawah dengan serius.
Laki-laki ini... Teddy? Valen masih menatapnya dengan seksama, memastikan apa ia tidak salah lihat. Teddy? Di Amerika? Untuk apa?
Tidak, Valen sering ada di situasi ini. Sebelumnya ia sering sekali melihat seseorang dan merasa kalau itu adalah Teddy, padahal nyatanya bukan. Pasti ini juga sama seperti itu.
Lelaki tersebut lalu menoleh ke arah Valen, dan merekapun berpandangan. Wajah laki-laki tersebut berubah dari serius menjadi terkejut, matanya membelalak dan mulutnya ternganga. Valen pun menyadari kalau itu bukan hanya khayalan Valen, itu benar-benar Teddy.
Tanpa berpikir panjang, Valen pun berbalik badan dan berjalan cepat meninggalkan halte bus tersebut. Tidak peduli kalau saat ini sedang hujan.. jangankan hujan, badai pun pasti Valen akan terjang untuk pergi dari Teddy.
"No.. no.. no no...." gerutu Valen dengan panik, dia tidak bisa bertemu dengan Teddy disaat seperti ini. Hanya Tuhan yang tahu betapa sulitnya Valen terbiasa hidup tanpa Teddy disini, Valen tidak ingin mengulang dari awal lagi untuk belajar terbiasa tanpanya. "God please.. no."
Valen merasakan tangannya tertarik ke belakang dan Valen pun berhenti berjalan, ia memutar badan dan mendapati Teddy saat ini sedang menggenggam tangan Valen dengan erat. Wajahnya masih menunjukkan rasa tidak percaya, tapi Valen bisa melihat sinar di mata Teddy.
Teddy lalu menarik Valen untuk mendekat dan makin mengamati wajah Valen, Valen hanya bisa diam dan memandang Teddy. Tidak bisa dipungkiri, Valen sangat merindukannya. Saat ini pun, dibalik rasa takut Valen akan kehadiran Teddy, ia juga merasa agak lega.
"Len??"
________________________________________________________________________________
Baca kelanjutan cerita ini di :
How do you think about the next book cover?? Comment down below!!!
I'll see you in the next book, love yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Safe Haven
RomanceSepeninggal orang tuanya, Valentine Soedibyo berjuang sendiri sedari kecil sampai ia besar dan memutuskan untuk menjadi jurnalis. Hidupnya berjalan biasa saja sampai ia harus meliput kegiatan politik di negaranya. Dan kejadian itu mempertemukannya d...