25. Pernikahan yang Bahagia

143 27 0
                                    

“Dad udah kan itu? Sekarang tinggal kirim ke tangan terakhir aja,” ucap Eza sambil menatap Nio yang baru saja menyudahi aksinya.

“Bawa mereka,” pinta Nio kepada para bawahannya.

“Tunggu dulu. Sebelum dibawa pergi, gue mau ucapin kalimat perpisahan sama Papa dulu,” ujar Eza sambil mendekati Dazeen.

Ia berjongkok di depan Dazeen, lalu berbisik pelan di telinganya, “Semoga dosa Papa diampuni.” Setelah itu, ia mundur perlahan dengan senyum miring di wajahnya.

“Eh, buat kalian semua, gue cuma mau bilang… kalau nanti udah mati, jangan gentayangi gue ya,” ujarnya sambil mengisyaratkan agar mereka segera membawa dua kakak beradik itu pergi.

“Mau dibawa kemana sih sebenernya?” tanya Karel dengan rasa penasaran yang sangat besar.

“Kanibalisme,” jawab Eza dengan tatapan polos tanpa dosa.

“Gila! Yang bener aja lo!” Reksa kaget, mulutnya terbuka lebar.

“Lah, emang wajah gue nggak meyakinkan?” balas Eza sambil menaikkan satu alisnya.

“Btw, Egata sama Kezav emang nggak ada sangkut pautnya sama Dazeen, kan?” tanya Areksa. Sang Empu cuma menggeleng kepala sebagai jawaban.

“Kumpul di ruang keluarga,” perintah Nio. Semua mengangguk patuh.

Setibanya di ruang keluarga, Nio menatap semua orang dengan wajah datar.

“Besok, kamu, Daddy, nikah, kan?” tegas Nio, tak bisa dibantah.

“Apa?! Sama Dava, kan Dad? Iya, kan?!” heboh Eza sambil berdiri dari duduknya.

“Hmm,” jawab Nio singkat.

“Akhirnya kita bakal nikah, Dav!!” seru Eza dengan bahagia, lompat-lompat kecil kegirangan.

Dava menatap mereka dengan ragu. Ia ingin memberitahu bahwa setelah menikah, ia akan bekerja dan meninggalkan Eza.

Eza melihat wajah Dava yang berubah, heran dengan sikapnya. “Kenapa, Dav?” tanya Eza mengerutkan kening.

“Nakhoda,” jawab Dava singkat, membuat Eza langsung paham maksudnya.

Ia menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya pelan.

“Ve, mau ngomong sesuatu,” ucap Eza menarik perhatian semua orang.

“Sebenernya…” Ve mulai bercerita dengan suara pelan hingga selesai.

Nio terdiam, berpikir cukup lama untuk mempertimbangkan masalah itu.

“Baiklah, Daddy setuju kamu bekerja sebagai Nakhoda,” ujar Nio sambil tersenyum tulus.

“Beneran, Dad?! Astaga, nggak nyangka banget!” seru Dava dengan senang, menggenggam tangan Dava erat.

“Dav, pergi istirahat sana. Besok kan acaranya, pasti banyak kesibukan,” kata Karel sambil menatap Dava dengan lembut.

“Nah, gini dong. Saling perhatian satu sama lain,” sahut Eza tersenyum manis, bergantian menatap mereka.

“Gue gini karena nanti Dava jadi adik gue,” sambungnya sambil menatap malas.

“Uhuy! Adik nggak tuh?” goda Eza dengan menaik-turunkan alisnya.

“Udah, kalian semua istirahat. Daddy yang urus semuanya,” putus Nio.

Semua mengangguk, lalu berpencar menuju kamar masing-masing.

---

Pagi harinya, semua sibuk dengan acara pernikahan Dava dan Eza. Mereka sangat antusias menyambut momen bahagia ini.

ALENZA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang