Ayo, bangun

1.8K 181 4
                                    

Holla, I'm back!
Jan lupa kita doain Hanan bersama ya guys...

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Mas Malik yang sudah terbiasa dengan suasana puskesmas malah jadi sangat gugup. Mungkin karena ia menginjakkan kaki di rumah sakit sebagai keluarga pasien— bukan sebagai Dokter seperti biasanya. Ternyata rasanya sangat gelisah menunggu kabar di kursi tunggu koridor rumah sakit.

Ia sudah berpesan untuk tenang dan banyak berdoa pada Janu dan Bang Eja yang ikut menemaninya. Tidak ada kejelasan yang Mas Malik dapat saat mengajak ngobrol Abahnya. Nihil. Abahnya diam seribu bahasa seolah tidak ingin membahas Hanan lagi. Ocehannya seakan hilang seperti angin lalu tanpa digubris sedikit pun.

Apa mungkin Abahnya sering melakukan kekerasan pada Hanan? 

Mas Malik tidak yakin, tetapi sepertinya selama ini Abah tidak pernah melakukan hal diluar kendali, apalagi di depan semua anaknya. Abah bisa dibilang kelewat tenang. Sampai semua orang bahkan bisa menilai kalau pria setengah tua itu orang yang pandai mengontrol emosi. 

Katanya, bukan faktanya.

Lalu, apa yang membuat Abah bisa semarah ini? Sampai hampir menghilangkan nyawa anaknya sendiri.

“Dok, gimana adik saya?” Saat pintu ruang pemeriksaan terbuka. Memang betul kalau tidak ada pertanyaan lain yang ingin ditanyakan selain menanyakan soal kabar orang di dalam sana. 

“Saya tidak bisa bilang kalau pasien baik-baik saja. Kondisinya masih sangat lemah.” Kata Dokter tersebut sebelum akhirnya mempersilahkan mereka masuk.

“Tenang, Hanan pasti baik-baik aja... tenang…” Bang Eja terus bergumam mengulang kata untuk menenangkan dirinya sendiri sambil melangkah masuk.

Ia baru sadar kalau badan laki-laki yang sedang terbaring lemah di atas brankar rumah sakit semakin terlihat kurus. Wajah Hanan yang mungil kini hampir tertutup kantong oksigen. 

“Bang… dia gak akan kenapa-napa ‘kan?” tanya Janu sambil menatap wajah Hanan lekat-lekat. Tangannya terus memainkan jemari Hanan yang lentik. “Ayo, bangun…” lirihnya.

“Lu pulang aja, Jan. Biar Abang yang jagain Hanan disini.”

Anak itu menggeleng. “Gak, Bang. Gue gak akan pulang sampe dia bangun. Gue mau minta maaf udah bentak-bentak dia tadi.” 

Perihal Sandwich(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang