Pulih

945 126 0
                                    


Maksudku, end untuk scene Abah guys! Mwhhehhe✌️😚

Enjoy!

Enjoy!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Pulih kali ini bukan soal sakit keras. Rasanya bohong untuk bisa sepenuhnya pulih dari hati yang sudah pernah merasakan pedihnya kehilangan.

Sudah tiga bulan semenjak kepergian Abah, namun kenangan hidup puluhan tahun memang tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Ponsel Jerry terus berdering. Nama Mas Malik yang memanggil untuk Videocall itu sudah tiga kali ia abaikan.

Jerry menatap malas pada layar ponselnya. Namun pada akhirnya ia pun tidak tega untuk mengabaikan panggilan itu.

“Hanan gimana?”

“Saya baik, Mas….” sahut Hanan yang berada tepat disebelah Jerry.

“Kapan operasinya, Nan?”

Ponsel itu Hanan rebut paksa, kini matanya bisa degan jelas melihat Mas Malik yang sedang mengunyah makanan.

“Besok pagi. Mas jadi pulang ke Indonesia?”

Anggukan kecil dari Mas Malik sudah menjadi jawaban untuk Hanan. Mata Mas Malik sedikit ragu untuk menatap adiknya yang terlihat semakin kurus dan pucat. Ia takut menangis.

“Eja mana?” 

“Lagi pergi bareng Bang Windu sama Pak Sadi, Mas.” jawab Hanan yang sesekali melirik Jerry disebelahnya. “Bang Eja aneh deh akhir-akhir ini, melow terus tuh!”

“Gak papa, masih kebawa suasana kali inget almarhum Abah.”

Curang! Bisa dibilang Mas Malik sangat curang karena setidaknya bisa pergi tanpa dibebani setiap sudut kenangan dengan Abah. 

Baru satu bulan Mas Malik mereka antar ke bandara untuk melanjutkan pendidikan di Singapura, namun dirinya sudah harus kembali pulang ke tanah air sebab Hanan akan melakukan operasi besar besok pagi.

“Yaudah, Mas mau lanjut makan dulu ya… salam untuk yang disana.”

Panggilan itu terputus. Netra Hanan beralih menatap seisi ruangan kamarnya sambil membayangkan banyak hal.

“Gak usah dipikirin, Mas Malik ambil flight malem ini.”

“Saya cuma takut operasinya gagal, Jer.”

Janu bangkit dari sofa, ia berjalan mendekat kearah ranjang Hanan. Jemari lentik itu ia gapai, lalu setelahnya ia berikan usapan lembut menenangkan. 

“Pasti sembuh. Harus yakin.” 

“Cahyo sama Jafar bisa dijemput dulu gak, Jan? Saya mau semua kumpul malem ini nemenin saya tidur.”

Perihal Sandwich(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang