Mulai rampung

1.5K 222 50
                                    

Ternyata pameran yang dimaksud adalah semi private

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ternyata pameran yang dimaksud adalah semi private. Hanya beberapa orang saja yang mendapat undangan untuk datang ke acara pameran Imperfect series.

Sadi Wijaya sebagai tuan rumah sudah berada didepan kurang lebih lima puluh tamu undangan. Bisa jadi beliau hanya mengundang rekan bisnisnya saja yang akan jadi sponsor paling berpengaruh untuk keberlangsungan art gallery buatannya. 

“Selamat datang untuk semua tamu undangan yang sudah hadir hari ini.” 

Suara gagah dari seorang Sadi Wijaya mampu membuat mereka; Bang Eja, Janu, Jerry, Cahyo, dan Jafar terkagum-kagum di bangku tamu.

“Seperti yang kalian tau, I really love painting. Tempat ini sudah saya cita-citakan dari lama. Untungnya sempat terselesaikan di tengah kesibukan saya mengurus hal lainnya.” 

“Hari ini bukan hanya lukisan saya yang akan diperlihatkan, ada beberapa lukisan hasil karya anak-anak muda lain yang berbakat. Termasuk anak saya.”

Semua mata sekarang tertuju pada Windu Atmawijaya, anak sulungnya. Punya anak jurusan seni sudah bukan lagi rahasia besar. Tepuk tangan meriah menggema di ruangan bernuansa minimalis itu.

“Mereka itu anak kebanggaan saya yang selalu ada di rumah, tapi anak yang saya maksud tadi bukan Windu atau Bidi,” ucapannya dijeda sambil melirik kepada kedua anaknya.

“Hanan, Hanan Wijaya namanya… darah seni saya sepertinya mengalir deras pada anak saya yang satu itu.” 

Tawa kecil dari para tamu undangan menandakan mereka juga setuju. Lihat saja lukisan-lukisan Hanan yang mampu membuat siapa saja secara tidak langsung menerima transferan energi dari setiap lukisannya.

Pernyataan barusan seakan sudah biasa didengar oleh semua tamu. Mereka tidak terkejut sama sekali, malah pujian yang sedari tadi berbisik dari telinga ke telinga yang lain.

Sedangkan keluarga Ar-Rasyid, mereka hanya saling pandang saat Hanan malah berdiri membungkukkan badannya 90° pada para tamu itu.

Baju Hanan ditarik paksa agar segera duduk.  “Nan! Apa sih?” desis Janu marah.

“Nanti saya cerita, ya?” kata Hanan.

“Bah! Abah!” Bang Eja terus memanggil Abahnya yang berjalan keluar ruangan. Semua anaknya ikut keluar mengikuti Abah kecuali Hanan. 

Kejadian itu seakan berlalu begitu saja. Semua orang sama sekali tidak terusik, sepertinya penjelasan orang didepan lebih mampu menarik perhatian mereka ketimbang suara sahut menyahut.

Perihal Sandwich(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang