Harapan

909 136 11
                                    

“Anan mau apa? Minum?” 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Anan mau apa? Minum?” 

“Saya puasa, Jaf.” 

Jafar menutup buku pelajarannya yang memang sengaja ia bawa. Jafar lupa kalau Hanan memang sudah diminta puasa sejak semalam.

“Mau nasi kuning, laper….” rengek Hanan. 

“Nanti Iyo beliin selesai Anan operasi, ya? Bawain tumpeng deh…” kata Cahyo yang memang sedang sarapan nasi kuning bersama Jafar dan Bidi yang akan berangkat sekolah.

“Oke. Nanti saya tagih!” 

Dua jempol dari tiga adiknya menjunjung tinggi ke atas.

“Pak Sadi gak berangkat kerja?” tanya Hanan.

“Saya libur. Mau temenin kamu disini,” kata Pak Sadi lalu tangannya meraih telapak Hanan yang dingin.  “Nan, terimakasih banyak sudah terima saya, Bidi, dan Windu. Maafkan saya Hanan… maaf untuk semua luka yang kamu tanggung sendirian.”

Genggaman itu mendapat sambutan hangat dari Hanan. Jempol tangannya terus mengusap lembut tangan Pak Sadi.

“Hanan, tolong jangan tinggalin saya. Saya masih belum puas dengar cerita kamu selama 24 tahun belakangan.”

Hanan terkekeh geli. “Pak, mulut saya bisa keriting kalau harus cerita soal 24 tahun kehidupan saya,” katanya.

“Saya gak minta cash, boleh dicicil,” guyon Pak Sadi.

Mereka berpelukan. Menyatukan dua hati yang sempat renggang oleh jarak. Tak apa jika Hanan belum mau memanggilnya ‘ayah, papah atau apapun’ yang terpenting hembusan nafas tenangnya masih bisa didengar dengan jarak sedekat ini.

Waktu berlalu begitu cepat. Sekarang sudah pukul 09.00 pagi. Matahari sudah naik ke atas, sinarnya pun sudah mulai masuk ke dalam kamar Hanan tanpa permisi.

Hanan sudah berganti dengan pakaian khas operasi. Tubuhnya sudah terbaring di atas ranjang. Matanya terus mengabsen setiap orang yang berada di ruangan itu.

Terus tunggu saya, saya pasti kembali, batinnya.

“Kenapa?”

“Jer, saya takut…” bisiknya pelan pada Jerry. 

“kita berdoa bareng,” balasnya.

Semua mengerubungi Hanan. Tangan mereka terangkat untuk berdoa memohon kepada sang pencipta. Meminta agar keberuntungan mereka yang akan datang sekali seumur hidup diberikan saja pada Hanan hari ini.

Perihal Sandwich(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang