Chapter 20

15.2K 1.1K 45
                                    

Sebenarnya, Nadya nggak begitu suka dengan anak kecil. Karena menurutnya, mereka semua itu ribet bukan main.

Jadi, ketika dua pasang mata yang tengah menatapnya dengan sorot malaikat nan polos dan suci, alih- alih bahagia karena dirinya masih dikenali oleh dua keponakan Nares, tatapan gadis itu malah kosong. Clueless.

Nadya diam saja sambil bengong, hingga dua suara menginterupsi kebengongannya. Nares dan Berliana berjalan beriringan. Nares dalam balutan celana training hitam dan kaus oblong hitam, sementara Berliana mengenakan setelan lari dari brand yang sama dengan yang dikenakan Nadya, membuat mood gadis itu langsung awut- awutan.

Nares tampak salah tingkah. Ditandai dengan seringnya pria itu garuk- garuk ujung hidung. "Kacamata bapak ke mana?" emang tolol ini si Nadya, ketemu bos bukannya nanyain kabar, eh malah nanyain kacamata. "Pakai soft lens ya?" Nadya malah menatap lekat ke netra gelap milik sang bos, membuat pria malang itu semakin salah tingkah.

Di sampingnya, Berliana tampak memasang ekspresi yang sukar ditebak. Tapi pada akhirnya, dia berakrab- akrab ria dengan menggamit lengan Nares, sementara menyapa Nadya. "Eh, kamu lari di sini juga ternyata. Tadinya, kami udah mau pergi ke CFD aja. Tapi bahaya kata Mbak Mala. Apalagi si kembar pengin main sepatu roda."

Nadya hanya mengangguk. Dia sih sebenarnya nggak peduli- peduli amat sama si Berliana ini. Malahan dia kesal banget sama Nares. Murahan banget jadi cowok, masa ditolak sekali aja udah ngebet balikan sama mantan! Dasar pria plin- plan!

"Oh iya sih."

" Kamu sendirian aja, Nad?" giliran Nares yang bertanya.

"Enggak." Nadya sebenarnya sudah kepingin ngacir saja. Tapi dia nggak mau dianggap pengecut sama perempuan yang ada di samping bosnya itu. "Sama sepupu saya sih, Pak. Anaknya lagi lari. "

"Sepupu yang kata kamu jadi pramugari itu?"

Di titik ini, dahi Nadya mewiru. Kerutan kecil berbaris di dahinya. "Emang saya pernah cerita sama Pak Nares gitu?" kok orang ini ingat saja ya?

"Bukan sama saya sih. Tepatnya sama ibu saya waktu itu,"

"Oh,"

"Res," Berliana menjawil pundak pria itu dengan lembut. Suaranya saat memanggil nama pria itu begitu lembut. Mendayu- dayu, sehingga membuat Nadya muak bukan main. "Itu si kembar udah ngebet banget mau main sepatu roda."

Nares serta merta mengalihkan pandangan dari Nadya, mengamati kedua keponakannya yang malah mengamati Nadya dengan sorot penuh ketakjuban. Seolah- olah, Nadya ini superstar atau apa. "Tante Nadya kok bisa cantik banget ya?"

"Ha?" Nadya balik menatap dua gadis kembar itu bergantian.

"Iya," kali ini giliran Dasha yang menyahut. "Tante Nadya cantik. Kayak Lisa Blacpink. "

"Rahasianya apa?"

"Oh, gampang!" Nadya menjentikkan jarinya. "Olahraga teratur, makan sayur, minum air putih yang banyak dan jangan begadang."

Padahal Nadya juga nggak ngelakuin itu semuanya. Paling- paling cuma bagian makan sayur dan minum air putih saja yang dia masih bisa disiplin. Masalah begadang mah tetep. Olahraga? Kalau lagi ingat sih. Tapi paling nggak dua kali seminggu dia masih nge- gym sepulang kantor. Meski udahannya selalu mampir ke Sour Sally. Beli frozen yogurt.

Yang kayak begitu memang susah banget dihindarinya. Apalagi kalau lagi stres berat. Misalnya setelah mamanya nelepon dan mulai memerankan seorang ibu yang terlupakan. Yang anaknya nggak tahu balas budi.

Dan seperti kutukan, ponsel yang berada dalam saku hoodie nya bergetar. Dan nama mama terpampang di layarnya. Wajah Nadya langsung nggak enak banget.

Miss Materialistic Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang