Chapter 6

19.2K 1.4K 13
                                    

Saat karaoke adalah, saat- saat Nadya bisa mengangumi Rifat dari dekat, tanpa dicurigai oleh orang lain.

Dari jarak tempat duduknya, gadis itu mengamati gerak- gerik Rifat yang tengah terkekeh mendengarkan sesuatu yang dibisikkan oleh Rosi ke lubang telinga pria itu. Nadya kontan menberengut tidak suka.

Di kantor, Rifat bisa bergaul dengan siapa saja. Dari berbabagai kalangan. Mulai dari sesama bos, sampai para office boy. Perempuan berlomba berebut perhatiannya. Tapi yang Nadya lihat selama ini, tidak satu pun yang benar- benar serius mendapatkan hati pria itu. Rifat tidak pernah secara eksklusif mengumumkan dia sedang menjalin hubungan khusus dengan seseorang. Alias pacaran.

"Ekhem!" Nadya langsung menoleh, begitu tahu dirinya sudah kepergok seseorang, tengah memandangi feromon berjalan. Pusat gravitasi ruangan ini. Magnet semua perempuan yang kebetulan memiliki wajah tampan khas pangeran Timur Tengah.

Dengan hidung mancung dan tinggi, mata bulat, lebar dan hitam, bibir tebal, rahang kokoh, yang kalau saja ditumbuhi rambut lebat, pasti akan lebih memesona mirip aktor- aktor dalam sinetron Turki. Bahunya lebar dan kokoh, tubuhnya tinggi besar, kakinya panjang, sangat menggiurkan, meski dalam balutan celana pantalon. Coba kalau celana jeans, semua perempuan atau lelaki pasti bakal menggila di dalam sini.

Lalu bokongnya...

"Sepertinya, lo harus menghentikan segala sesuatu yang sedang bersarang dalam pikiran elo. Sebelum lo mulai masturbasi di dalam sini. " Meita berkata tajam.

Nadya memejamkan mata..

Siapa pun yang berpikir bahwa Meita itu oon, jelas dia perlu membuntuti gadis ini 24 jam. Jelas- jelas, gadis ini adalah mahluk yang paling tidak terduga. Dia hanya pura- pura lemot. Padahal, sesungguhnya dia adalah pengamat yang baik.

"Lo ngomong apaan, sih?"

"Jangan pura- pura bego deh kalau sama gue, Sayang..." Kedua mata Meita yang cokelat gelap tersenyum penuh arti. Nadya menjelingkan matanya ke atas. Sumpah, harusnya sahabatnya ini bergabung dengan Charlie's Angels.

"Sumpah deh, Mei..."

Meita menanggapinya dengan tawa riang.

"Dia emang kayak cahaya bagi ngengat ya? Tapi lo mesti hati- hati deh, Nad."

Nadya menatap sahabatnya itu tak mengerti.

"Maksud lo?"

"Look at him..."

Tanpa sadar, Nadya sudah mengikuti instruksi Meita. Tampak Rifat sedang tertawa bareng anak- anak divisi marketing yang hampir semuanya diangkut ke sini.

Matanya yang cokelat dan lebar ikut tertsenyum ketika bibirnya merekah, hidungnya mancung dan tinggi, kulitnya terang, lebih dari itu semua, cara berdandannya sangat memperhatikan mode dan gaya.

Mungkin karena dia orang marketing yang memang diharuskan tampil di depan orang banyak dengan cara yang mengesankan.

Jadi, apa pun yang  dikenakan pria itu tidak akan membikin sakit mata orang yang melihatnya.

Tentu saja pria itu selalu menjadi magnet bagi banyak perempuan dan lelaki.

Mereka pergi karaoke di kawasan Matraman, bersama divisi marketing plus beberapa anak IT.

Yuna sengaja mem- booking  room yang agak besar. Yang mampu menampung sekitar 20 orang lebih.  Keadaan ruangan tersebut juga tidak terlalu remang- remang.

Sementara Rifat maju dan mulai  menyanyikan lagu Don't Stop Me Now, milik Queen, beberapa orang memilih  berkumpul di pojokan.

Dessy, Rama, Verka, Erfan, Zaki yang tadi ikut bergabung karena undangan Mul, membentuk kelompok sendiri. Mereka duduk di sudut  remang- remang ruangan tersebut.

Miss Materialistic Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang