Chapter 29

15.8K 1.2K 53
                                        


Tentu saja yang dikenakannya saat itu adalah piama Victoria Secret, yang bahannya begitu halus membelai kulit Nadya. Ini punya Dayana, kan? Aneh juga. Ada orang yang ke mana- mana bawa piama. Mana piama mahal pula!

Saat masih mengagumi piama warna pink itu, pintu kamar terbuka. Tampak Nares dengan penampilan santai. Kaus oblong dan celana pendek selutut. Senyuman selebar gawang menghiasi wajahnya yang bersih. Ia mendekat ke ranjang Nadya. "Kamu udah enakan?"

Nadya mengangguk. Matanya tajam mengawasi sang bos. Apa pria ini mau menertawakannya?

"Saya... minta maaf." Ujarnya agak ragu. Tangannya mulai menggaruk bagian belakang telinganya. Gugup nggak tertahankan. " Kenapa Bapak ngelakuin ini semua ke saya?"

" Apa maksud kamu?"

"Bapak pasti ngikutin saya, kan?" matanya menatap ke arah Nares dengan sorot menuduh. "Karena itu Bapak tahu saya ada di mana!"

Nares mengangguk. Rasanya seolah-olah dirinya sedang tertangkap basah tengah melakukan sesuatu yang buruk. "Saya lihat kamu sama pria itu. " Jelasnya sabar. "Kemudian Daya cekokin saya sama cerita yang bukan- bukan tentang sepak terjang pria yang waktu itu menggandengmu di restoran sushi!"

Nadya menatapnya dengan intensitas yang membuat pria sematang Nares menjadi salah tingkah. " Tapi kenapa, Pak?" tuntut gadis itu. " Saya sudah nolak Bapak waktu itu."

"Karena kamu pegawai saya, Nadya. Salah kalau saya ingin menyelamatkanmu dari pria brengsek seperti Firly Salim itu?!"

Nadya menggeleng- nggeleng. "Tapi saya sudah nolak Bapak," gumamnya seperti orang bingung. "Seharusnya Pak Nares nggak begini baik sama saya..." Suaranya bergetar.

Nggak tahan lagi Nares menghadapi Nadya, membuat rasa frustrasinya memuncak. Ia membungkuk ke wajah gadis itu, kemudian mencium bibirnya dengan lembut. Mulanya, Nadya hanya diam saja, dan Nares hampir melepaskan bibir itu dengan rasa kecewa karena nggak mendapatkan respon dari gadis itu.

Namun, baru saja Nares hendak mengangkat tubuhnya, tangan Nadya sudah menarik kembali wajah pria itu. Giliran Nadya yang mencium pria itu dengan menggebu- nggebu, hingga tubuh Nares jatuh ke atas tubuh Nadya.

Mereka saling berpelukan di atas ranjang. Nares yang melampiaskan rasa rindu dan segenap perasaannya pada gadis yang telah lama dicintainya itu, sementara Nadya dengan rasa frustrasinya yang hingga detik ini belum mampu menyelami isi hatinya terhadap pria yang kini mencium bibirnya dengan penuh gairah.

"Oh. My. Gosh!"

Pada akhirnya, sebuah suara melengking membuat kedua insan yang saling bergelut di atas ranjang itu. Rasanya seperti sedang digrebek satpam kompleks saat asyik mojok di gardu. Kedua orang itu saling menjauhkan diri dengan canggung.

"Gilingan!" Daya masih menutupi matanya dengan telapak tangan. Seolah-olah apa yang dilihatnya akan mengotori pikiran polosnya. "Oom diem- diem gini mainnya bahaya juga ya!"

Wajah Nares sungguh nggak bisa dilukiskan lagi. Wajahnya benar- benar semerah tomat cherry. Menunduk, menggosok- nggosok belakang telinganya. Sementara Nadya duduk dengan punggung tegak. "Nikah gih, Oom! Bikin dosa aja!" Daya nyeletuk sebelum menghambur ke luar dari kamar itu.

***

Nares memaksa mengantar Nadya pulang. Sebenarnya, pria itu keberatan kalau Nadya pulang secepat itu. Leira masih berada di Taiwan. Yang berarti Nadya akan di apartemennya sendirian. Tapi gadis itu memang keras adatnya. Kalau sudah punya mau, dia pasti akan bersikeras untuk mendapatkan kemauannya.

"Kalau begitu, " lagi- lagi, Nares menggosok bagian belakang telinga. "Saya boleh nemenin kamu?"

Nadya memutar bola matanya dengan jengah. "Tapi Pak Nares kan atasan saya, masa mau nginep di tempat saya! Itu kan nggak etis, Pak!"

Miss Materialistic Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang