4. Satu Nyawa

238 18 1
                                    

01:46 wib

Dirga baru saja sampai di rumah. Badannya terasa pegal, mata yang mulai berkunang-kunang. Dirga mulai menaiki tangga menuju kamar tidur. Ketika ia membuka pintu, Dirga terkejut dikala melihat Della tertidur ditemani Darren dengan keadaan Darren menggenggam tangan Della serta mengusap rambutnya.

Percikan cemburu mulai terasa saat ini, Dirga pun berusaha membangunkan Darren dari tidurnya. Ia menepuk pundak sang adik.

  "Ren, bangun. tidur di kamar lo sendiri"

Darren terbangun. Sebentar, matanya mengerjap-ngerjap berusaha untuk menetralisir cahaya lampu. Dirga menunggu dengan sabar.

  "lo udah pulang, Ga?" tanya Darren dengan nada bicara khas bangun tidur

Dirga hanya membalas dengan deheman.

Darren bangkit lalu mulai beranjak pergi, namun ketika hendak melangkah, Dirga menahan lengan kanan Darren sambil berbisik.

  "gua pengen ngomong sesuatu, dan ini penting!" tekan Dirga

Darren menatap Dirga dengan tatapan penuh tanya.

  "lo mau ngomong apa malem-malem gini?"

  "ikut gua keluar" Dirga menarik lengan sang adik untuk keluar dari kamarnya.

Di depan pintu kamar yang tertutup, mereka berdua saling berhadapan.

  "lo ngapain masuk kamar gua?" Dirga bersuara

  "gua gak ngapa-ngapain"

  "gak ngapa-ngapain ampe ngelus rambut Della? maksud lo apa?!"

  "tadi dia nangis-"

  "gak usah banyak alasan, Ren. Lo kira gua gak tau kalo tadi siang lo gangguin dia di taman samping sekolah?"

Darren mengepalkan tangannya kuat-kuat, giginya terdengar gemeretak menahan amarah yang meluap akibat selalu disalahkan oleh sang kakak.

  "jangan pernah berusaha buat deketin Della!" tekan Dirga sembari melangkah maju menatap Darren dengan tatapan tajamnya. Darren yang juga telah naik pitam, membalas tatapan Dirga dengan tatapan tak kalah tajam dan sinis.

Dirga pergi meninggalkan Darren sendirian. Lagi-lagi mereka bertengkar. Dirga adalah sosok yang keras dan taat peraturan berbeda dengan Darren yang memanglah bersifat lebih nakal. Ia tak suka diatur, disiplin tak pernah ada dalam kamus Darren, selain itu mereka juga sama-sama memiliki sifat keras kepala dan tak pernah ingin mengalah serta egois.

Darren meninju tembok di belakangnya. Kalau sudah begini, ingin rasanya membunuh kakaknya sendiri. Namun Darren masih memilki akal sehat yang menolak tindakan ceroboh itu.

  "udah cukup satu nyawa yang tumbang gara-gara gua, Ga.."

*FLASHBACK ON

  "lo itu terlalu egois, Ren!!" teriakan histeris seorang gadis membuat Darren menundukkan kepalanya lebih dalam. Kucuran darah segar masih mengalir dari sudut bibir cowok itu.

  "coba pikir! kalo keegoisan lo gak makin lo andalain, Vina pasti masih selamat!"

Darren terdiam, tatapannya nampak kosong.

  "kalo bukan gara-gara rasa egois lo itu, bukan dia yang bakal jadi korban!"

  "Shel.. maaf-"

  "jangan pernah dateng lagi kesini! PERGI!!"

Ia menurut, rasa bersalah semakin membuat dirinya kebingungan. Langkah gontai, serta mata yang mulai memerah. Perlahan, Darren berjalan menuju parkiran motor lalu pergi bersama motor ninjanya.

DARREN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang