BAGIAN 20 : HEBAT

84 9 3
                                    

"Lo kenapa tiba-tiba begitu, Ra?" Tanya Jauzan cemas. Ia menatap sepupunya yang sudah membuka matanya itu.

"Zan, gimana kondisi Kaila?" Indira justru bertanya balik dan memilih untuk tidak menjawab.

"Udah lebih tenang, tadi dia mau ngomong sama lo, tapi lo kan tadi pingsan, jadi sekarang dia tidur lagi." Jauzan cemberut.

"Lo belom jawab pertanyaan gue tadi, Ra!"

"Gue hanya kelelahan," jawab Indira datar. Jauzan bersidekap dada, tidak percaya. Ketika ia ingin kembali mengeluarkan suaranya, pintu ruang rawat yang di tempati Indira itu terbuka.

"Alan," gumam dua remaja itu.

Alan yang rupanya datang itu tersenyum hangat, ia berjalan mendekati Indira dan langsung menangkup pipi Indira.

"Kamu sakit?"

"Eh? I-iy—tidak, aku baik-baik aja. Hanya kelelahan." Jawab Indira linglung. Sedikit kaget melihat Alan yang jadi agresif gini.

Alan menghembuskan napas lega, lalu duduk di tepi brankar dan jemarinya beralih ke jemari Indira. Mengusapnya lembut.

"Maaf, aku sangat buru-buru dan lupa tidak membelikan apapun, nanti aku akan beli buah." Jauzan dan Indira saling lirik, bingung sekaligus kaget dengan ucapan Alan dan tindakan Alan yang tidak seperti biasanya.

"Tidak masalah," ucap Indira kikuk. Ketika ia ingin menarik tangan nya dari genggaman Alan, laki-laki itu justru mengeratkannya dan menahannya.

Alan menatap dalam Indira, "Aku sangat merindukanmu." Mendengar hal itu, spontan Jauzan dan Indira melongo.

"Eh?"

👑

"Wah, tubuhnya lumayan juga."

"Jangan nangis, mendesahlah!"

Kaila membuka matanya ketika kembali bermimpi dilecehkan oleh Bian. Napasnya tersengal, ia memegangi dadanya.

"Kamu ... menjijikkan Kaila, kamu sudah disentuh—"

"Tidak ada yang menjijikkan." Spontan Kaila menoleh ke sebelah nya. Terdapat Indira yang sedang memakan buah apel. Wajah gadis itu pucat.

"Indira pingsan, jadi dia gak bisa menemuimu, Kai."

Ah iya, Indira kan sedang sakit. Lalu, kenapa dia ada di sini? Batin Kaila bingung.

"Gue udah baik-baik aja, katanya lo mau ngomong sesuatu, kan? Apa?" Melihat Indira yang bersikap seperti biasa dan tidak menatapnya iba atau kasihan, membuat Kaila perlahan mengembangkan senyumnya. Gadis itu dengan pelan-pelan duduk dan membuka mulutnya ketika Indira menyuapinya sepotong apel.

Hening. Satu menit berlalu ....

"Ra, dia jilat leher dan perut gue, tubuh gue ... udah kotor. Gue harus gimana, Ra? Orangtua gue mau bawa gue ke psikiater, tapi gue takut ... gimana ka—" Kaila tidak melanjutkan, ia menunduk.

"Takut orang-orang akan bilang lo gila karena udah dilecehkan? Lo takut di sekolah nanti pada jauhin lo?" Kaila semakin menunduk dalam.

Indira menghembuskan napasnya, ia menaruh piring yang di atasnya berisi potongan apel yang tinggal sedikit. Lalu, menarik kursi yang ia duduki dan menjadi lebih dekat dengan Kaila.

SHE IS A QUEEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang