"Derel?" tanya Indira sambil mengusap air matanya. Ia berjalan mendekati pintu dapur, namun langkahnya langsung terhenti ketika Derel lebih dulu muncul.
"Kenapa lo bisa tau itu gue?" tanya Derel heran, ia melanjutkan langkahnya. Masuk ke dalam dapur.
"Gue denger gumaman lo," jawab Indira, berbalik dan mematikan kompor. Lalu, ia menuangkan panci berisi air ke dalam gelas yang sudah ada bubuk cokelat.
"Kenapa lo gak per—"
PRANG!
Perkataan Derel terhenti ketika ada suara pecahan yang begitu nyaring. Mendengar hal itu, Indira langsung menaruh panci dan berlari keluar dapur sambil berseru, "SURUH YANG LAIN KE RUANG KERJA GUE, CEPET!"
Derel mengangguk dengan bingung, ia ikut berlari dan berbelok ke arah ruang televisi. Indira lurus terus, ke ruang tengah.
"Itu bunyi apa?" tanya Arlo. Para temannya pada keluar dari ruang televisi karena mendengar suara yang cukup nyaring tadi.
"Kita disuruh ke ruang kerjanya. Zan, lo tau ruang kerja Indira, kan?" Jauzan mengangguk dan berjalan terlebih dulu. Mereka semua mengikuti dengan detak jantung berdegup kencang.
Kaila menggenggam erat jemari Ellie yang dingin. Kaila meliriknya, wajah Ellie pucat. Ia terlihat sangat ketakutan.
"Semuanya pasti baik-baik aja," kata Indra menenangkan. Ia menatap sekitarnya waspada. Pasti ada yang tidak beres. Kenapa Indira langsung menyuruh mereka ke ruang kerjanya?
"Kalian semua baik-baik saja?" tanya Arsen sambil membuka pintu ruang kerja. Mereka mengangguk dengan raut wajah cemas.
"Syukurlah, ka—"
"Di mana Indira?" tanya Jauzan datar. Pasti ada penyusup, tapi kenapa sore hari begini?
"Nona Indira sedang mengurus sesuatu, lebih baik kalian masuk ke dalam, saya mohon," Arsen menunduk hormat sekaligus memohon.
"Baiklah, tapi ... Indira akan baik-baik aja, kan?" tanya Arlo.
"Iya, kalian tidak perlu mengkhawatirkan Nona Indira," jawab Arsen. Mereka pun masuk ke dalam ruang kerja Indira yang cukup luas.
"Ada pesan dari Nona Indira untuk tidak menyentuh apapun yang berada di meja kerjanya," pesan Arsen. Mereka mengangguk patuh.
"Baiklah, ka—"
PRANG!!!
Ellie langsung berseru kaget. Ia menutup kedua telinganya, tubuhnya bergetar mendengar suara pecahan lagi yang begitu keras. Spontan Kaila memeluk Ellie.
Arsen tidak mengatakan apapun lagi dan menutup pintu ruang kerja Indira, menguncinya. Napas mereka semua terengah, "Sebenarnya apa yang terjadi?" gumam Arlo sambil melirik Ellie cemas.
"Apa ... kalian tidak di beritahu soal kalian tidak pernah di ajak ke rumah Indira?" tanya Jauzan. Empat remaja itu menggeleng. Hanya Kaila yang diam karena memang dia baru dekat dengan Indira.
"Memang nya kenapa? Tadi kita mau nanya lupa," heran Arlo. Ia menatap para temannya yang lagi-lagi hanya mengangguk.
"Gue mau kasih tau, tapi ... lebih baik kalian mendengar nya langsung dari Indira."
"Iya, gue mau mendengar nya langsung dari Indira," kali ini yang bersuara Indra. Ia bersidekap dada sambil menyenderkan punggungnya ke dinding.
"Kita boleh duduk, kan?" tanya Kaila sambil menunjuk dua sofa panjang dan satu sofa single yang berada di dekat meja kerja Indira.
"Ya boleh lah," jawab Jauzan santai. Laki-laki itu pun duduk. Bersidekap dada. Menunggu Indira datang dengan perasaan cemas.
"... hampir setiap hari gue di teror sejak kedua orangtua gue meninggal, rumah gue udah gak aman lagi, selalu ada penyusup, pengkhianat dan mereka mau membunuh gue." Ingatan yang tiba-tiba muncul itu membuat perasaan Jauzan semakin cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS A QUEEN (END)
Novela JuvenilGenre : Transmigrasi, Regresi, Perjodohan, Romance, Action, Angst dan Persahabatan. Ini cerita tentang gadis yang masuk ke dalam dunia novel dan waktu terus berulang ketika ia meninggal, setiap waktu terulang, ia akan lupa ingatan dan jika mengingat...