BAGIAN 6 : LUKA JAUZAN

142 13 3
                                    

Sewaktu Indira masih duduk di sekolah menengah pertama, ia memiliki cukup banyak teman. Tapi, hanya lima orang yang paling dekat dengan Indira, pertama kakak kelasnya yang bernama Indra. Dia galak, tapi hatinya lembut, hanya gengsi dan gampang emosian aja.

Kedua, Calvin. Laki-laki super tampan tapi luar biasa dingin. Ia gak banyak bicara dan hanya lebih suka memperhatikan. Usianya sama kayak Indra, sebentar lagi akan naik 17 tahun.

Ketiga, Arlo. Laki-laki yang penuh kelembutan namun sedikit pendiam. Selama Indira berteman dengan Arlo, ia tidak pernah melihat Arlo marah.

Keempat Derel. Laki-laki jutek dan bermulut pedas. Derel dan Ellie berteman lebih awal sejak kelas 6. Mereka berdua dekat dan sangat sering bersama. Itu sebabnya Derel menyukai Ellie, walaupun Ellie hanya menganggap Derel sebagai sahabat. Tidak lebih.

Terakhir, Ellie. Gadis polos yang ceria. Ia selalu menyebarkan senyuman manisnya. Karena kata mendiang Bunda nya, "Kalo Ellie senyum, nanti orang-orang yang lagi sedih bakal ikut tersenyum juga dan gak jadi sedih." Itu sebabnya Ellie selalu tersenyum meskipun perasaannya tidak baik-baik aja.

Indira menatap foto kelulusan sekolah menengah pertama nya yang bersama lima sahabatnya itu. Jika yang di katakan Kaila benar, persahabatan mereka dan kehidupan mereka akan hancur.

Hubungan yang mereka jaga dengan baik hancur hanya karena cinta? Hanya karena cinta, mereka semua hancur dalam sekejap. Indira mengepalkan tangannya, "Derel, Calvin ...." gumamnya lirih.

Firasatnya mengatakan kalo yang dikatakan Kaila benar tapi ... ia tidak bisa mempercayai bahwa dua sahabat baiknya membunuh Jauzan hanya karena cemburu. Kemungkinan besar mereka tidak akan melakukan itu hanya karena cemburu, pasti ada sesuatu yang lain. Tapi, apa?

"Ra?" Indira tersentak, ia langsung mematikan ponselnya yang tadi memperlihatkan foto bersama para sahabatnya.

Gadis itu menoleh ke belakang, terlihatlah Jauzan yang masih memakai seragam sekolah. Lelaki itu tidak ke rumah Indira dan memilih pulang ke rumah orangtuanya. Ia masih merasa bersalah dan malu melihat wajah Indira. Namun, siapa yang menduga kalo Indira ada di kamarnya?

"Kenapa tiba-tiba pulang gak pamit? Lo ngerasa jijik ya punya sepupu kejam kayak gue?"

Deg

Spontan Jauzan melotot, ia menggeleng ribut. "ENGGAK! GI—"

"Terus kenapa tiba-tiba pulang tanpa pamit? Dan ... kenapa baru pulang seko—" Indira menghentikan ucapannya, ia dengan cepat berjalan mendekati Jauzan yang menunduk.

Jauzan yang tidak mendengar suara Indira lagi itu mendongak, ia terkesiap kala melihat Indira sudah ada di depannya. Sepupunya itu tiba-tiba menarik tangannya dan membuka jaket yang ia pake.

Jauzan langsung meringis. Ia dengan cepat menutupi lengannya yang penuh luka. Indira mengepalkan tangannya, tadi ia melihat ada bercak darah di jaket yang dipakai Jauzan. Maka nya ia langsung membuka jaket sepupunya itu dan benar saja dugaannya, ada luka di lengan Jauzan. Luka cambuk.

"Jangan bilang ... ini ulah Ayah dan Mamah lo?" Jauzan diam, ia menatap ke arah lain. "Pulang, Ra ... gue memang pantas diginiin ...."

"Gak ada yang pantes di perlakukan seperti itu oleh orangtuanya, Jauzan!" Seru Indira tidak habis pikir.

"GUE PANTES DI SIKSA KARENA UDAH BIKIN LO KECEWA, INDIRA!" Teriak Jauzan. Nafas lelaki itu terengah. Ia mengepalkan tangannya. Masih terbayang bagaimana tatapan kecewa Indira. Kenapa gadis itu tidak marah saja padanya? Menjauh darinya agar Jauzan merasa puas karena di perlakukan begitu oleh Indira.

"Zan, gue gak pa-pa, lo wajar kok bereaksi sepe—"

"Enggak ra, seharusnya gue peluk lo waktu itu, gue seharusnya bilang kalo gue gak masalah sekalipun lo punya sifat seperti itu, tapi ... gue gak begitu, padahal lo nerima gue apa ada—"

SHE IS A QUEEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang