BAGIAN 2 : INDIRA (2)

262 14 2
                                    

"Udah meeting nya?" tanya sepupu Indira. Satu-satunya keluarga yang begitu dekat dengan Indira.

Indira yang baru masuk ke dalam rumah nya dengan memakai pakaian formal itu melepaskan blazer nya dan duduk di sofa sebelah sepupunya duduk.

Gadis itu bersidekap, melirik sepupunya yang juga meliriknya. Mereka berdua saling lirik kemudian tertawa. Absurd sekali.

"Bawa martabak, kan?" tanya sepupunya yang bernama Jauzan. Indira mengangguk. Ia menunjuk bingkisan berisi martabak yang tadi di bawakan oleh Azad berada di atas meja, depan mereka.

Kedua mata Jauzan langsung berbinar dan membukanya dengan semangat. Pipinya merona seakan-akan ia sedang melihat pujaan hatinya.

Indira terkekeh pelan, kemudian ia kembali berdiri. "Gue mau ganti baju dulu, nanti gue kesini lagi!" Jauzan hanya mengangguk sebentar dan memakan martabak manis kesukaannya.

Melihat sepupunya yang tampak sudah tidak peduli dengan sekitar nya karena ada makanan favorit nya itu membuat Indira tersenyum tipis. Cukup senang melihat sepupu terbaik nya bahagia.

Setelah berganti baju, Indira pun kembali turun ke lantai bawah, ruang tengah. Tempat Jauzan duduk dengan menikmati martabak manis.

"Gwimawna hwari ni?" tanya Jauzan sambil mengunyah kala Indira sudah duduk di sebelahnya dengan kaos lengan pendek dan celana panjang sebetis.

Indira mendengus, "Menyebalkan! Kliennya ngeselin, dia gak yakin kerja sama, karena gue masih berumur 14 tahun! Gila, kan?" Jauzan menggeleng, ia mengusap sekitar mulutnya dengan tisu.

"Enggak, justru dia benar lah! Orang mana yang mau kerja sama dengan bocil kayak lo!" Indira melotot tapi kemudian kembali berpikir, "Benar juga sih! Tapi kan perusahaan gue besar dan berjalan dengan baik tuh!" gerutu Indira di akhir kalimat. Tetap tidak terima.

"Ya, benar. Itu gue setuju, kemampuan seseorang tuh gak bisa kita lihat berdasarkan dari umur aja," ujar Jauzan sedikit menyetujui perkataan Indira.

"Gak usah dibahas deh, lo gimana liburan ke pantai selama dua hari ini?" tanya Indira semangat. Senyum langsung terbit di wajah tampan Jauzan. Dengan semangat pula, lelaki itu berkata, "Gila banyak bule yang cakep-cakep!"

Indira mendengus, wajah semangat nya langsung surut dan mengambil sepotong martabak manis dengan malas.

"Lho kenapa? Serius Ra! Bule-bule nya cakep-cakep banget! Seandainya gue udah berusia dua puluh tahun ke atas, gue mau nikah sama salah satu bule di situ! Gue ajak kencan saat itu juga!" seru Jauzan semangat. Selera dia memang bule, kata nya bule tuh gak terlalu ribet kayak cewek-cewek di negerinya sendiri. Aneh memang tapi mungkin itu sedikit benar.

Indira bertopang dagu sambil mendengarkan ocehan Jauzan tentang si bule-bule itu. Sebenarnya, Indira tau Jauzan menghindari suasana atau cerita sesungguhnya di saat ia liburan.

Karena kemungkinannya, Jauzan di kucilkan dengan keluarga nya sendiri. Keluarga yang seperti tidak menganggap Jauzan ada dan kadang menganggap nya ada jika sedang ada acara perusahaan milik Ayah Jauzan. Menyakitkan, ya? Anak-anak seusia Indira dan Jauzan di paksa dewasa oleh keadaan.

Omong-omong usia Jauzan dan Indira sama. Mereka seumuran. Sekolah mereka berbeda, tetapi nanti sekolah menengah atas mereka akan bersama. Jauzan sangat ingin satu sekolah dengan Indira, sepupu terbaiknya dan satu-satunya manusia yang peduli dan mengerti dirinya.

SHE IS A QUEEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang