"Ah, jadi kamu jauh-jauh menjemputku untuk membicarakan soal pertunangan kita yang sebentar lagi?" Alan mengangguk sambil memutar setir. Indira melirik tangan Alan yang berotot itu, "Kamu sering nge gym, ya?"
Alan melirik Indira sekilas, "Iya. Apa kamu suka laki-laki yang berotot?"
"Lumayan," jawab Indira langsung mengalihkan pandangannya ke arah jalanan.
"Indira, apa kamu dekat dengan laki-laki tadi?" tanya Alan ragu. Ia menggigit bibir bawahnya. Aku mohon ... tidak.
"Tidak, sebenarnya ... dia yang telah membunuh Ayah dan Ibuku." Spontan Alan mengerem mobil nya. Indira melotot, ketika ia ingin protes, Alan lebih dulu berseru, "Kenapa kamu tidak bilang dari tadi?!"
Hening.
Laki-laki itu kembali menjalankan mobilnya dan menepikan nya. Agar tidak mengganggu pengendara lain berhenti di tengah jalan.
Alan memejamkan matanya, "Maaf. Aku ... hanya ...." Alan kembali membuka matanya, tubuhnya menyamping lalu tangannya terangkat dan jemarinya ia eluskan ke pipi Indira.
"Bukankah itu menyakitkan? Kamu harus bersikap biasa aja pada orang yang telah menghancurkan mu ...." Kedua mata Alan berkaca-kaca. Indira terpaku, "Alan." Gumamnya.
Alan yang mulai tersadar dengan tindakannya itu menjauhkan tangannya, tapi Indira menahannya. Gadis itu memejamkan matanya ketika jemari hangat Alan kembali menyentuh pipinya.
"Benar yang kamu bilang Alan, itu sangat menyakitkan ... rasanya aku ingin berteriak frustasi dan memberitahukan ke seluruh dunia, kalo ... laki-laki yang terlihat baik itu sudah menghancurkan aku, tapi aku tidak bisa. Aku tidak berdaya, Alan. Aku hanya remaja yang bisa dihancurkan kembali jika aku melakukannya, aku ...." Indira tidak melanjutkan lagi. Tubuhnya bergetar, air matanya mulai mengalir.
Untuk pertama kalinya, ia memperlihatkan kelemahan nya pada orang lain selain pada Jauzan dan Azad.
Alan langsung menarik Indira ke dalam dekapannya. Memberikan kekuatan pada gadis tercintanya melalui pelukan hangat yang ia berikan.
Untung saja dia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, jadi tidak akan ada yang mengganggu dirinya memeluk Indira.
"Terima kasih Indira, kamu sudah mau mengeluarkan isi hati kamu," bisik Alan lembut.
Indira tidak menjawab, dia memilih membalas pelukan Alan dan memperat pelukan itu. Alan yang merasakan bahunya yang basah itu membuat jantungnya seakan ditusuk puluhan jarum. Sakit. Sangat sakit melihat gadis yang ia cintai menangis pilu.
Sudah berapa banyak luka yang Indira tahan selama ini? Sudah berapa banyak air mata yang keluar dari mata indahnya? Alan mengepalkan tangannya. Tatapannya berubah dingin. Aku akan membantumu, Indira. Kamu akan memiliki kekuasaan yang melebihi dia. Aku pastikan, orang-orang yang sudah membuatmu menangis seperti ini, akan hancur.
👑
Indira mendongak, membiarkan air yang berjatuhan dari shower itu mengenai wajahnya.
"Bukankah itu menyakitkan? Kamu harus bersikap biasa aja pada orang yang telah menghancurkan mu ...."
Indira tersenyum tipis, ia mematikan showernya. "Aku kira dia laki-laki yang sangat pendiam, tapi rupanya ... dia cukup menggemaskan," gumam Indira sambil mengambil kimono handuk atau bathrobe dan mengenakannya.
Gadis itu membuka pintu kamar mandinya, ketika ingin melangkah, gerakannya langsung terhenti melihat Bimo sedang duduk di pinggir ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS A QUEEN (END)
Teen FictionGenre : Transmigrasi, Regresi, Perjodohan, Romance, Action, Angst dan Persahabatan. Ini cerita tentang gadis yang masuk ke dalam dunia novel dan waktu terus berulang ketika ia meninggal, setiap waktu terulang, ia akan lupa ingatan dan jika mengingat...