BAGIAN 34 : MEREKA DICULIK

41 6 2
                                    

Delapan menit sebelum terjadi kecelakaan.

Indira berlari ke arah mobil dengan terburu-buru. Tadi ia mendapatkan kabar kalau Jauzan dan Azad mengalami kecelakaan ketika hendak mengawasi pabrik lagi setelah pulang sekolah.

Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya ia yang celaka? Bukan Jauzan atau Azad. Mereka ... tidak memiliki kesalahan apapun.

Kedua mata Indira berkaca-kaca sambil menyetir mobil keluar dari perumahannya. Namun tiba-tiba, sebuah mobil dari arah berlawanan justru menabrakkan mobilnya sendiri ke mobil Indira hingga terjadilah kecelakaan beruntun yang cukup parah.

Untungnya tidak ada korban jiwa, tetapi ada dua korban yang luka-luka nya sangat parah sampai kondisinya kritis. Salah satunya adalah Indira.

Kembali ke waktu sekarang, Indira menatap Jauzan yang sedang menunduk dalam di sebelah brankarnya.

"Ja-Jauzan ... lo ... baik-baik aja?" tanya Indira dengan kedua mata berkaca-kaca. Mendengar suara yang mereka rindukan itu, spontan para orang-orang terdekat Indira menoleh.

"Ra!"

"Indira!"

Ketika Jauzan mendongak dan bergerak lebih dekat dengan nya, gadis itu pun sadar kalau Jauzan baik-baik saja. "Syukurlah ... lo baik-baik aja, Jauzan."

Kening mereka spontan menyernyit. Di tambah lagi Indira juga berkata bersyukur kalau Azad baik-baik saja.

"Ra, kenapa lo bersyukur gue sama Azad baik-baik aja? Tentu aja kita baik-baik aja, justru kondisi lo yang gak baik-baik aja karena kecelakaan!"

Indira menyernyit. "Lo sama Azad juga kecelakaan!" serunya.

"Ap—" Alan yang baru masuk ke dalam itu menatap bingung sekitarnya yang hening. Kemudian ia berseru, "Hei, kalian kenapa? Kenapa tidak hubungi dokter kalau Indira sudah sadar?!" Tubuh mereka terkesiap, dengan sigap Azad menghubungi dokter melalui tombol yang berada di atas kepala brankar.

"Jangan bilang ... kalian tidak kecelakaan?" Indira pias. "Arsen di mana?" tanya nya dengan jemari bergetar.

"Di kantor, saya perintahkan untuk menjaga peru—"

"SURUH DIA KEMARI!" teriak Indira panik sambil berusaha bangkit. Alan dan Jauzan menahannya. Mereka menatap bingung Indira yang kelihatan panik.

"Sayang, kenapa?" tanya Alan lembut.

"Arsen yang sudah menelpon aku kalau Jauzan dan Azad kecelakaan! Maka nya—" Indira terdiam ketika potongan-potongan tentang kejadian di mana Indira selalu celaka dan itu pasti sedang di dekat Arsen. Bukan hanya di masa sekarang, tetapi di masa lalu juga. Itu sebabnya ... Bimo selalu berhasil mendekati nya. Karena, Arsen berkhianat.

"Arsen berkhianat, bukan begitu Nona Indira?" Azad menatap Indira serius. Dia bisa langsung membaca situasinya.

"Itu belum diketahui." Indira menghembuskan napasnya, memilih duduk dan kembali melanjutkan. "Tapi, kemungkinan besar ia berkhianat, karena itu sebabnya Bimo selalu berhasil masuk ke dalam rumahku dan bukan hanya itu, dia juga yang menaruh bom di kamar Jauzan."

"Tapi, bukankah itu si penyusup yang menaruh nya? Dari belakang?"

"Jika dari belakang, tetapi kenapa depan kamarmu juga hancur Jauzan? Jika memang dari belakang, seharusnya tembok di belakang rumah juga retak atau tidak terkena dampak dari bom tersebut. Tapi, nyatanya tidak. Bom nya sudah diselidiki oleh Azad, dan bom itu bukan bom yang ledakannya besar, skalanya kecil. Jadi, seharusnya jika bom itu ditaruh di belakang, seharusnya hanya kasur dan tembok di belakang saja yang hancur, tetapi ini tidak." Indira terbatuk setelah bicara panjang lebar. Kaila langsung menyodorkan gelas berisi air mineral pada Alan yang berdiri tepat di sebelah Indira.

SHE IS A QUEEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang