39. Give each other energy

6.6K 605 1K
                                    

Malam hari di pukul 7

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari di pukul 7. Langit mulai terlihat semakin gelap. Jam pulang yang biasanya sore kini menjadi malam sebab lembur. Angka istirahat dari kesibukan selalu berada di angka ganjil. Melewati banyak kegiatan yang terasa berat dan rumit.

Leher Arsen terasa sangat kaku, kram. Kesalahan selama di perjalanan kereta ia terlalu tegang sebab mengerjakan sesuatu di IPad berbarengan dengan kereta yang melaju tak seperti biasanya. Di tambah lagi energi cadangan sudah terkuras habis untuk menjawab puluhan pertanyaan dari murid privatnya.

Berjalan selama kurang lebih 15 menit untuk sampai di apartemen. Arsen tiada hentinya menghela napas berat sambil memijat ringan lehernya yang masih terasa kaku dan kram. Ia berharap semoga Alanna masih menunggunya karena ia ingin meminta tolong memijatkan lehernya supaya lebih rileks.

Rasanya ia ingin cepat-cepat bertemu dan memeluk sang istri sebagai pengisi ulang energi yang sudah habis tak tersisa.

Sampai juga akhirnya. Kedatangan Arsen selalu di sambut hangat oleh sang istri yang selalu melempar senyuman hangat nan manis ketika membuka pintu. Runtuh sudah rasa lelah Arsen, tapi matanya yang lesu tidak bisa berbohong.

"Kamu gak papa? Kok muka kamu lesu gitu?" Alanna bertanya khawatir seraya mengambil alih tas dari genggaman tangan Arsen.

Arsen bergeleng pelan. "Leher aku kram." lapornya.

"Kram?!" Alanna membelalakkan mata.

Di tarik pelan tangan kanan Arsen, mengajak suaminya itu untuk duduk di ruang tengah. Meletakkan tas di atas meja, melepas jaket dan pakaian luar yang menyisakan kaos putih polos, kemudian duduk di samping kanan Arsen.

"Sebelah mana yang kram?" Arah pandang mata cantik Alanna langsung tertuju ke leher Arsen.

Jari telunjuk Arsen menunjuk leher bagian kanan. "Sini sampai bahu."

"Kok bisa kram? Kamu ngerasa tegang?" Alanna bertanya khawatir yang kemudian ia pijat leher Arsen perlahan.

"Iya, waktu di kereta tadi." Arsen memejamkan mata sekejap-sekejap, merasakan pijatan tangan Alanna yang cukup kuat namun terasa enak.

Arsen meringis pelan. "Ke bawah dikit, Sayang."

Alanna menuruti sambil menghela napas panjang. "Kalau lagi ngerjain sesuatu di perjalanan sebaiknya peregangan otot dulu sebelum ngerjain. Kalau udah tegang sampai kram gini rasanya jadi gak enak. Dan kalau bisa selama di perjalanan, apalagi naik kereta jangan ngerjain apa-apa. Bisa di kerjain kalau udah sampai di rumah." omel Alanna masih sambil memijat bahu Arsen.

"Dengar gak, Mas?" tanya Alanna tegas dan memastikan.

Arsen berdeham. "Iya."

"Kebiasaan kamu selalu gini. Kalau sakit, kamu yang rugi. Sehat itu mahal, ngerti, gak?" peringat Alanna.

"Iya, Sayang." Arsen menjawab pasrah. Ia sama sekali tidak berani menyangkal omelan istrinya sebab ini memang salahnya.

Meski mengomel tapi Alanna selalu telaten memijat leher dan bahu Arsen sampai lelaki itu mulai merasakan rileks lagi. Pijatan tangan Alanna memang kuat, tapi sama sekali tidak memberi efek sakit seperti pijatan tangan orang pada umumnya. Pijatan tangan Alanna sangat bisa di nikmati. Saking nikmatnya Arsen sampai memejamkan mata sangat lama karena ke-enakan.

ARSENALANNA ; Every second of life, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang