***
Amplop coklatnya itu sudah tampak usang padahal baru kemarin ia membelinya. Pada salah satu sudutnya bahkan sudah bolong dan permukaannya serupa baju yang tidak pernah disetrika. Wanita itu menghela nafas gusar meraih amplop itu dari atas meja dan memandangnya lekat. Sebenarnya Nurin sudah muak dengan amplop itu,namun bahkan belum ada satupun perusahaan mau sudi menerima lembaran tanpa prestasi darinya itu.
Wanita itu bernama Nurun Al-Nurin yang sudah satu minggu berkelana menjajakan surat lamaran pekerjaan miliknya. Berharap bisa segera mendapat pekerjaan untuk membiayai sekolah adik-adiknya sekaligus guna pengobatan ibunya. Satu minggu itu pula Nurin jauh dari keluarga kecilnya,dia akhirnya memberanikan diri keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan meski belum kunjung memperolehnya.
Nurin mengecek indikator bahan bakar motornya yang ia dapati telah sepenuhnya ada dibawah yang menandakan bahwa ia harus segera membeli bahan bakar. Ia merogoh saku kemeja putihnya dan hanya mendapati uang kertas warna ungu. Warna yang lantas membuat wajahnya kian murung. Dengan uang berwarna ungu tersebut,hanya akan cukup untuk membeli sebungkus nasi campur didekat terminal tempat kosnya berada. Setelah memutuskan akan makan di siang hari saja,Nurin keluar kos nya tanpa mengeluarkan sepeda motor maticnya. Hari ini dia akan menjelajahi Semarang dengan kaki jenjangnya.
Sebelumnya seorang Nurun Al-Nurin tidak pernah seberani ini jauh dari rumah dan keluarganya. Dia akan selalu rindu dengan rumah dan selalu ingin pulang. Meski terkadang seolah dia tidak diperkenankan untuk bersembunyi dari semesta di dalamnya,Nurin tetap akan pulang kerumahnya. Karna hanya pada rumah itulah ia menggantungkan seluruh kehidupannya selama ini.
Dan sekarang usinya sudah 22 tahun,waktunya bagi seorang anak membalas budi kepada kedua orangtua yang sudah sudi merawat dan membesarkannya dengan materi seadanya. Nurin sudah tidak akan pulang walaupun dia sangat merindukan keluarganya sebelum mendapat pekerjaan. Itu tekad yang menemani Nurin selama ada di kota asing ini. Hanya dia seorang diri. Berteman tekad yang rasanya semakin terkikis oleh wajah-wajah orang yang menolaknya.
Lagi dan lagi hari ini Nurin belum juga lega. Ditangannya masih berada amplop coklat yang lebih kusut dari penampilannya tadi pagi. Nurin membelah trotoar dengan tanpa alas kaki. Karna lebih baik tanpa alas kaki karna berjalan lama dengan hills hanya membuat kakinya memar. Bahkan dikedua tumit kakinya,sedikit kulitnya sudah terkelupas.
Rasanya perih sekali sampai wajah pucat wanita itu sering meringis.Mana mungkin ia pulang tanpa membawa gaji pertama untuk di pamerkan? Walaupun sekujur fisik dan mentalnya letih,tidak mungkin untuk pulang. Dia pergi ke Semarang dengan biaya,dan biaya itu sudah terasa besar bagi orang sepertinya. Ia harus membayar atas kekecewaan Ayah,Mama dan juga ketiga adiknya.
Nurin menelungkupkan kepalanya diantara lipatan tangannya yang ada di atas pembatas jembatan. Dan dia baru mengangkat kepala ketika tengkuk lehernya basah oleh rintik tangisan angkasa. Nurin mendekap erat amplop cokat itu dan kelimpungan mencari tempat berteduh. Pandangannya kala itu tertuju pada teras ruko yang akan disewakan oleh pemiliknya. Saat melihatnya,Naresha hanya ingin segera berteduh disana sampai tidak sadar ada mobil melaju menghampirinya dengan kecepatan lumayan tinggi.
Begitu raungan klakson dan decitan ban mobil dengan aspal yang memekakkan telinga,suara teriakan menyusul dari segenap penjuru yang menyaksikan bagaiman tubuh seorang wanita berkemeja putih dihantam sebuah mobil Honda Civic hitam yang mengkilap. Mereka tertegun melihat saat tubuh itu terpental beberapa meter dari posisi awal dan bergulung beberapa putaran di atas kerasnya aspal yang mulai basah oleh hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sontoloyo Imam [LENGKAP]
RomanceROMANSA - SPIRITUAL Buruan baca sebelum Chapter-nya tidak lengkap lagi🥳 Ini klise, tapi Baihaqi yakin wanita yang ia tabrak sampai 3 kali itu adalah jodohnya sebab wanita bernama Nurin itu bisa menjawab jokes bapak-bapak darinya. Muhammad Al-Baiha...