Chapter 7

3 1 9
                                    


BISMILLAH

***

Dua minggu itu semakin dekat, hanya tinggal satu minggu kurang ia bisa tinggal dengan nyaman di kos melati. Berlindung dari terik matahari yang membakar dan dinginnya air hujan serta tidur dengan nyaman diatas busa meskipun tidak tebal. Apabila itu sudah berakhir,Nurin harus angkat kaki dari sana dan pulang kerumah kalau ia bisa membawa kembali Saka—kakaknya.

Merantau jauh ke Semarang ternyata juga tidak membuatnya mendapat pekerjaan. Ia sudah sangat putus asa berada ditempat itu. Raganya, dan hatinya ingin segera pulang. Namun apa daya, mukanya sudah rata oleh tanah saking malu kepada kedua orangtuanya atas kegagalannya.

Nurin mengambil ponsel miliknya,yang pada bagian temper glass nya retak sana sini. Ketika ia mengambil ponsel itu, Nurin sudah mengambil sebuah keputusan mutlak. Dengan terpaksa, ia akan menemui laki-laki bertato waktu itu lagi demi mengetahui posisi keberadaan Saka.

Sebelum sore bergerak menuju malam segera Nurin bersiap, ia membawa ransel kecil yang didalamnya sudah ada pisau. Untuk berjaga-jaga kalau laki-laki brengsek itu masih memiliki niat yang buruk.

Seperti biasa Nurin jadi lebih mengandalkan kakinya untuk berpergian semenjak selembar uang 10 ribu satu-satunya itu ia gunakan untuk membeli 4 bungkus mie instan sebagai persedian.

Tempat perjanjian mereka masih sama. Sebuah gedung proyek berlantai 5 yang ditinggal begitu saja tanpa kelanjutan pembangunan yang jelas. Nurin mulai masuk, tas yang semula ada di punggungnya ia kedepankan supaya lebih mudah untuk mengambil pisau.

Ia disambut seperti waktu pertama kali mereka bertemu. Laki-laki itu menghisap rokoknya untuk terakhir kalinya sebelum bara merahnya mati dibawah injakan sepatunya.

"Sini!" Panggilnya angkuh. Nurin memutar bola mata malas dan mendekat.

"Saya harap anda tidak banyak basa-basi,"

"Kali ini enggak, gue udah trauma lo tinggal lari kayak waktu itu. Oiya, lo sempet ketabrak mobil kan? Kasihan banget lo,ada yang sakit nggak?" Gilang sontak meringis saat dengan sigap Nurin menepis tangannya yang hendak menyentuh pundak wanita itu.

"Kalem dong. Kaku banget perasaan!" Masih saja Gilang berusaha menyentuhnya. Geram dengan tingkah brengsek itu Nurin segera mengeluarkan pisau dari dalam tasnya. Di todong pisau secara tiba-tiba membuat Gilang reflek mengangkat kedua tangannya ke udara.

"Niat banget lo sampai bawa pisau, mau bunuh gue?" Kalimat itu terdengar menantang.

"Tentu. Saya nggak akan ragu bunuh Anda kalau anda macam-macam lagi,"

"Oke-oke," Nurin masih menodongkan pisau,semakin waspada saat Gilang menurunkan tangannya untuk menyodorkan selembar foto.

"Lo gak mau liat fotonya? Ini foto keponakan lo tau,serius gak pengen liat?"

"Saya gak pernah punya keponakan!"

"Tapi nyatanya lo punya keponakan sejak kelas 6 SD," mulai penasaran Nurin pun menerima foto itu. Wajah gadis kecil di foto itu tidak dipungkiri sangat mirip dengan kakaknya-Sakha. Ia teliti foto itu sekali lagi sembari curi pandang kearah Galang.

"Dia anak Sakha. Dia keponakan lo,"

"Sakha udah menikah?"

"Laki-laki brengsek nggak akan pernah repot-repot menikah," Gilang mengeluarkan sebatang rokok.

"Makhsud anda?"

"Itu anak dia sama pelacur," menghembuskan asap rokok dari mulutnya dengan santai.

"Sekarang Sakha dimana?" Nurin mendesak pertanyaannya.

My Sontoloyo Imam [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang