Chapter 4

5 1 5
                                    

***

Di hari sabtu pagi,penghuni kos putri Melati sepakat untuk mengadakan kegiatan kerja bakti membersihkan sekitar kos-kosan yang mulai dipenuhi rerumputan sejak tukang kebun disana cuti satu minggu yang lalu.

Tidak banyak yang ikut serta, dari total 6 penghuni hanya empat penghuni kos yang senggang pada hari itu. Nurin termasuk kedalam 4 orang yang senggang, sibuk membabat rumput dengan celurit dan terkesan menjaga jarak dengan tiga orang lainnya.

Bahkan sampai mereka bertiga memutuskan untuk istirahat, Nurin seorang yang tetap sibuk didatangi Mbak Cika. Mbak Cika ini bisa dibilang sebagai yang paling senior nge-kos disana. Orangnya tidak sombong dan sangat ramah. Setidaknya itu yang Nurin amati, karna mereka memang jarang sekali bertegur sapa. Kalau di mata Mbak Cika, jelas karna Nurin yang lebih sering berdiam diri di dalam kamar kosnya membuat mereka tidak dekat.

"Ya Allah mbak! Mbak kena celurit? Aduh darahnya banyak begitu!" Mbak Cika jongkok disebelah Nurin yang menoleh kaget atas reaksinya yang cepat menyadari bahwa jari telunjuk tangan kiri-nya baru saja tergores celurit.

Hal itu memancing reaksi dua orang lainnya. Salah satu dari mereka mendekati Nurin,dan satunya buru-buru mengambil kotak P3K.

Nurin digiring menuju teras, celurit nya langsung di ambil oleh mbak Cika untuk disisihkan.

"Kok lukanya kayak dalam begitu ya. Mbak nggak lagi sengaja kan?" Curiga Mbak Sania yang tadi buru-buru datang setelah Mbak Cika memekik panik.

"Saya tadi melamun, kayaknya saya nggak sadar kalau jari saya kena celurit," elaknya.

"Mbak lagi banyak pikiran ya?" Tiba-tiba Mbak Cika yang sibuk melilit jarinya dengan perban bertanya.

Nurin yang tidak lagi bisa mengelak termagu sejenak, "Lumayan sih Mbak,hehe." Cengiran Nurin membuat Mbak Cika menggeleng tidak habis pikir.

"Hati-hati mbak, terkadang secara nggak sadar saat kita banyak masalah, banyak setan yang coba menggerogoti iman kita."

"Setan bilek, kok gue mulu sih yang disalahin padahal action aja belom!" Gurau Mbak Ratih.

"Beneran ini,Rat!"

"Ratih bercanda kok Mbak!"

"Jadi keinget cerita Mbak Cika waktu dimusuhin sama penghuni kos ini deh."

"Penghuni?" Nurin penasaran.

"Yang ghoib," kode Mbak Sania.

"Sudah nggak usah di bahas!" Ujar Mbak Cika. Namun sebab Nurin kepo dia menyela dengan meminta Mbak Sania bercerita.

"Kok bisa gitu yak?" Saking kagetnya reaksi Nurin sampai tidak terkontrol, dia menatap dengan wajah sumringah.

"Soalnya Mbak Cika kayak paling alim diantara yang lain di kos ini! Mereka gak berani nakut-nakutin Mbak Cika!" Sahut Mbak Ratih menggebu-gebu.

"Astagfirullah,Rat! Nggak begitu!"

"Ampun mbak!"

Obrolan mereka berlanjut, justru kian asik saat Bu Wulan—ibu kos mereka datang membawa cemilan lengkap dengan minumannya.

***

"Widih! Tumben bapak berangkat ngantor pakek sepeda pancal!" Asep‐satpam penjaga yang biasanya berdiri di dekat pintu masuk mendekati Baihaqi—bos nya yang hari ini berangkat dengan sepeda pancal.

"Mulai sekarang dan seterusnya saya bakal ngantor pakek sepeda pancal. Soalnya saya takut nabrak jodoh saya lagi," kata Baihaqi sambil menyodorkan helm-nya pada Asep.

"Lha terus Bu Zahira gimana?" Tanya Asep.

"Ada. Ketinggalan dia," jawabnya santai.

"Ya Allah,pak!" Pekiknya tidak percaya.

My Sontoloyo Imam [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang