Chapter 16

3 1 0
                                    

***

****

Begitu masuk kedalam gedung itu, kulit putih Nurin merinding oleh dinginnya AC sebab tak terbiasa. Di depannya satpam itu terus membimbingnya untuk bertemu Baihaqi di lantai 4. Langkah kakinya banyak menyita pandangan karyawan-karyawan disana, mereka semua tampak dingin kendati Baihaqi sudah meminta agar mereka ramah. Nyali Nurin kembali menciut, terlalu banyak memikirkan arti dari pandangan orang-orang.

Pintu lift terbuka memamerkan pemandangan luar biasa. Lantai empat didominasi oleh penggunaan kaca, interiornya simple namun elegan. Satpam masih terus berjalan sebelum berhenti disalah satu ruangan.

"Masuk aja,Mbak. Pak Baihaqi dan Mbak Zahira ada di dalam. Saya permisi dulu ya,mbak." Nurin mengangguk. Tanpa basa-basi ia mengetuk pintu itu, penghuni didalamnya memintanya untuk langsung masuk.

"Assalamualikum," ucap Nurin di muka pintu.

"Waalaikumsalam, masuk aja,Mbak. Saya udah nunggu dari tadi,"

Ada dua meja kerja di ruangan itu, yang dekat dengan pintu masuk adalah meja kerja Zahira. Lalu yang tepat menghadap pintu adalah meja kerja Baihaqi. Laki-laki itu tampak banyak pikiran, telungkup diatas lipatan tangannya.

"Em,Pak Haq kenapa ya mbak? Apa lagi banyak pikiran?" tanyanya berbisik.

"Orang sontoloyo macam dia mana ada masalah," gurau Zahira menghampiri sang kakak.

"Mas Haq, bidadari mu datang—" belum juga Zahira menggoncang bahu kakaknya namun pria itu mengangkat kepalanya terlebih dulu. Baihaqi menyugar rambutnya yang berjatuhan menutup keningnya. Apa yang Baihaqi lakukan tidak pernah luput dari pandangan Nurin yang tersenyum tipis. Pria itu tampan penuh wibawa dengan style jas hitamnya.

"Mas mau ngomong berdua sama,Nurin. Kamu nggak keberatan keluar sebentar kan?"

****

Terik matahari sudah menyengat kulit begitu Baihaqi mengajaknya keluar ruangan menuju rooftop yang dimanfaatkan sebagai taman. Macam-macam bunga ada disana, tertata rapi dan semuanya terawat. Nurin terus menikmati bunga-bunga itu sampai nyaris menabrak Baihaqi yang mendadak berhenti, menghadap padanya dan pandangannya tak sehangat biasanya.

"Kita mau mengobrolkan apa?" Cicit Nurin terintimidasi.

"Siapa pria waktu itu? Kenapa kamu selalu bersama dia, bahkan hari ini kamu diantar oleh pria itu," tanpa basa-basi Baihaqi bertanya. Kedatangan Nurin memang sangat ia nantikan, Baihaqi bahkan sempat breafing dengan karyawan-karyawatinya untuk ikut menyambut. Rencana itu hampir berhasil ketika Baihaqi sudah siap di balik pintu untuk menyambut Nurin secara langsung, namun melihat wanita itu datang dengan pria bertato itu mood nya langsung anjlok. Semua rencana batal, mendadak CEO penerbitan itu melangkah kembali menuju ruang kerjanya.

"Untuk apa kamu perlu mengetahuinya?" Kalimat itu berhasil menohok hatinya brutal! Apa Nurin tidak menangkap lagak cemburunya saat ini? Ditengah praduga itu Nurin justru tersenyum padanya.

"Apa kamu cemburu?" Wanita ini blak-blakan sekali! Baihaqi melengos, mati kutu tak bisa membantah hal itu.

"Jawab saja," desak Nurin jahil.

"Iya," cicit Baihaqi.

"Ayo kita menikah saja biar kamu nggak dekat-dekat lagi dengan pria itu!" Sambungnya cepat nan tegas. Memotong apa yang hendak Nurin katakan. Wanita itu langsung terdiam.

"Boleh. Kita menikah setelah urusan saya selesai,"

"Kalau nanti-nanti saya udah makin tua, nggak ganteng lagi. Memangnya kamu mau punya suami tua?" Memang masih 24 tahun, kalau kata Baihaqi belum terlalu bapak-bapak, tapi kata 'nanti' milik Nurin artinya sama saja dengan Alien sudah menginvasi bumi ini.

My Sontoloyo Imam [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang