Chapter 14

3 1 0
                                    


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya."

(QS. An-Nisa' 4: Ayat 40)

"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun."

(QS. Al-A'raf 7: Ayat 34)

****

Kenapa pula hal yang paling ia takutkan sungguhan terjadi? Pada kenyataannya saat ia ingin memotong nadinya sore itu, ia hanya sedang takut menghadapi kenyataan bahwa dia memang satu-satunya harapan bagi keluarganya. Mau tidak mau ia harus bertahan, walau ia sangat ingin mati, tapi mati pun ia masih takut. Sementara keinginan untuk tidak mengakhiri diri nyatanya tak semudah yang orang-orang katakan, pikiran itu terus terlintas di benaknya namun hal itu hanya jadi omong kosong belaka. Nurin tidak sanggub untuk menyayat tangannya lagi. Bisa dibilang sore itu setelah dari makam kakaknya—sayatan ditangannya adalah yang paling dalam dari pada sayatan-sayatan yang lainnya. Rasanya sangat sakit, Nurin mengakui itu dan dia jadi takut mengambil pisau lebih-lebih setelah perbincangannya dengan pria bernama Baihaqi ketika di RS.

Katakanlah Nurin pengecut, orang yang sok berani ingin mati padahal dalam hatinya ia hanya ingin merasa hidup tanpa bayang-bayang bapaknya. Dia ingin hidup tanpa terbelenggu oleh kata-kata kasar bapak, bentakan bapak dan ketakutannya terhadap bapaknya itu.

Jika ia takut mengambil pisau, lantas apa yang harus ia lakukan? Apakah dengan berjalan ke tengah samudera, mencekik lehernya atau meminum obat kadaluwarsa milik ibunya yang sengaja ia bawa? Semua itu adalah skenario yang sudah disusun oleh Nurin kalau-kalau ia mantab untuk bunuh diri. Dan dia tak pernah merealisasikannya.

Semilir angin laut beserta gemuruh ombak sedikit banyak membantu Nurin untuk tenang dan mengenyahkan sejenak pikirannya untuk bunuh diri.

"Katamu malaikat Izroil mengunjungi kita sebanyak 70 kali dalam sehari,kan? Bagaimana kalau aku memohon untuk segera di jemput saja? Aku pengen pulang, aku mau pulang sekarang!" keluhnya pada ombak yang bergulung.

Bertepatan dengan itu Adzan Ashar berkumandang dari mushola yang dekat dengan pantai. Nurin masih memeluk lututnya, mendadak ia diam saat merasa bahwa suara muazin itu tidak asing ditelinganya. Rasa-rasanya ia pernah mendengar suara itu dan baru mendapati bahwa suaranya terdengar sangat mirip dengan suara Baihaqi.

Jelas Nurin segera menggeleng. Mengenyahkan pikirannya dari sosok Baihaqi. Untuk apa Baihaqi ada di kawasan itu? Begitu pikirnya. Kebetulan mobil Gilang sedang mogok disekitar pantai dalam perjalanan mereka pulang, itulah alasan kenapa Nurin bisa santai menikmati pantai yang sepi seorang diri. Setelah di usir dari kampung atas doktrin dari bapaknya sediri, Nurin sudah tidak tau harus kemana. Ia hanya mengikuti kemana Gilang membawanya kesana kemari hanya untuk membuatnya melupakan kesedihannya.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Lailahailallah

Lafadz takbir dari Adzan yang ia dengarkan menembus dadanya, menggetarkan hatinya begitu saja. Sehingga detik berikutnya tanpa ia sadari kakinya mulai melangkah menghampiri mushola itu, Nurin mengambil air wudhu, meminjam mukena yang tersedia di mushola. Sampai Iqomah dikumandangkan dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama Nurin kembali menunaikan sholat.

My Sontoloyo Imam [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang