Chapter 15

2 1 0
                                    

Note : Ciee udah sampai setengah bab😉 Gimana ceritanya?  ADA CLUE DISINI🤭

****

Hamparan bintang yang bergantungan di angkasa selalu bisa membuat hatinya damai. Ditambah dengan keheningan malam dan semilir angin yang membuat jiwanya merasa jauh lebih hidup, sekarang pikirannya tidak seberisik biasanya, didalamnya hanya memikirkan kejadian luar biasa sore ini. Lagi-lagi saat ia ingin mati, Baihaqi muncul dengan sebuah keajaiban yang mulai Nurin pertanyakan. Bukankah karena pria itu ia selalu mempunyai harapan untuk tetap hidup? Setidaknya esok hari Nurin masih memiliki sebuah tujuan. Waktunya selalu tepat. Mengherankan.

Nurin menghela nafas, memandang sekeliling sekali lagi sebelum ia masuk ke dalam. Udaranya semakin dingin, tapi tiba-tiba hangat ketika selimut bulu yang lembut mendekap kedua bahunya. Dilihatnya Gilang ikut menatap hamparan atap rumah-rumah tetangganya disebelahnya, lalu bertatapan dengannya tanpa sepatah kata apapun.

"Apa kamu sering menggunakan pistol?" Setelah Nurin membuang pandangan suasana jadi sedikit awkward, ia pun inisitaif membuka topik pembicaraan.

"Karna itu hobi gue, so gue lumayan seringlah make," terdengar sedikit membanggakan diri.

"Setau saya kalau punya senjata kayak gitu harus ada izin kepemilikan,kan?"

"Itu bener. Tenang aja, gue udah punya izin kepemilikan,"

"Apa aja yang sudah pernah kamu bidik?"

"Kebanyakan burung, tapi gue pernah nembak sesuatu yang bisa dibilang sebagai prestasi," pandangannya tampak menerawang jauh saat Nurin menatap wajah cowok itu.

"Kompetisi menembak?" Tebaknya.

"Kurang lebih begitu,"

"Apa targetnya?" Tanyanya lagi.

"Manusia," jawab Gilang dingin. Bahkan matanya seolah berkilat oleh cahaya rembulan ketika menjawabnya.

"Are you psychopath?" Nurin bertanya tenang tanpa menoleh.

"Lo tau kan gue bercanda?" Lantas cowok itu terkekeh menatap kearah Nurin, sedikit kaget dengan respon tenang wanita itu.

"Tentu, makanya saya bertanya," bahkan senyuman tipisnya sangat mengintimidasi sekarang!

"Pertanyaan lo sedikit terdengar semacam tudingan,"

"Iyakah? Maaf kalau begitu, saya tidak berniat menuding kamu,"

"Ngomong-ngomong, Naresha lahir bulan apa?"

"November,"

"November ya?" Nurin mengulangi jawaban Gilang, menyentil otak pria itu sedikit untuk berfikir.

***

Pagi ini Gilang tidak hanya memperhatikan penampilan anak angkatnya—Naresha yang akan berangkat sekolah. Pria berusia 25 tahun itu terkenal sangat teliti mengenai penampilan, bisa dibilang sangat stylish orangnya. Hari ini ia cukup puas melihat anak angkatnya tampak cantik dan rapi, apalagi melihat Nurin yang tampil formal dengan style-an jas yang ia pilihkan secara esklusif kemarin saat tau Nurin akan melamar pekerjaan. Kharisma Nurin tampak terpancar melalui pakaian itu, berwibawa dan cantik.

"Pa! Mama cantik ya!" Naresha berhambur memeluk sang Papa, ia mendapatkan usapan penuh kasih dari laki-laki itu yang membenarkan apa yang ia katakan.

"Iya. Mama cantik,"

"Kamu jangan ikut-ikutan manggil saya kayak gitu dong!" Protes Nurin tergesa menuruni tangga. Pipinya sudah bersemu. Ia masih bisa menerima jika Naresha yang memanggilnya begitu, tapi tidak dengan Gilang!

My Sontoloyo Imam [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang