"Bangun yaa Zawjati, sudah hampir magrib. Ayo kita sholat berjamaah!"
Kelopak mata Nurin berat sekali untuk terbuka padahal ia sudah dalam posisi duduk bersila diatas kasurnya. Melihatnya Baihaqi tentu dibuat gemas, ia meniup mata istrinya dan mulai bicara.
"Sebenarnya kita tidak boleh tidur dipertengahan Ashar dan Magrib, tapi melihatmu begitu lelap tertidur membuat saya tidak tega."
"Kita dimana...?
"Di rumah,sayang."
Terbelalak kedua netra Nurin mendengar ucapan Baihaqi. Bukankah mereka tadi duduk dipelaminan? Kenapa sudah ada dirumah? Tunggu, ini dia ada dirumah Baihaqi?
"Kamu tertidur dipundak saya tadi. Orang-orang pikir kamu pingsan karna tiba-tiba saja kamu tertidur, bahkan saya juga agak panik," ceritanya. Sehingga tadi ia mengkode orang-orang untuk berhenti berteriak panik begitu sadar Nurin hanya tertidur. Kemudian Baihaqi menggendong Nurin Bridle Style turun dari pelaminan untuk pulang. Saat itu ia hanya mencemaskan kondisi Nurin yang terlihat sangat kelelahan.
Kedua pipi tirus Nurin semerah tomat! Wanita itu segera bersembunyi dibalik selimut saking malunya. Seluruh tubuhnya tebungkus sempurna, sampai tidak terlihat sehelai kain khimarnya.
"Hey,kamu kenapa?" Baihaqi bertanya gemas.
"Malu..." cicit Nurin masih menyembunyikan dirinya.
Adzan magrib berkumandang, Baihaqi berhenti bicara yang membuat Nurin penasaran dan mengintip sedikit dari balik selimutnya. Sempat terfikir Baihaqi menghilang menggunakan trik para pesulap.
"Kenapa diam?" Tanyanya penasaran.
Baru saat Adzan selesai dan Baihaqi membaca doa ia pun menjawab.
"Maafkan saya karena belum mengajari kamu mengenai Adzan,"
"Memangnya kenapa?"
"Saat Adzan kita tidak diperkenankan berbicara selain untuk menjawab Adzan tersebut,"
"Adzan harus dijawab? Gimana?"
"Harus. Cara menjawabnya seperti lafadz Adzan itu sendiri, masing-masing dijawab satu kali. Kecuali pada bagian Hayyala Shola dan Hayyala Fala, kita menjawab la qaula wala quata ila billa,"
"Nggak paham," cengiran kuda Nurin begitu lebar.
"Nanti kita praktekin. Sekarang kita sholat magrib, kamu ambil air wudhu. Tempatnya ada disana,"
"Kamu sudah wudhu?" Entah kenapa pertanyaan Nurin terselubung kesan yang mengerikan. Baihaqi teratur menjauh dari Nurin yang menatapnya seperti seekor kucing memojokkan seekor tikus.
"Hayo mau ngapain kamu?" Baihaqi makin terpojok,ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi untuk menghindari siasat licik Nurin untuk membatalkan wudhunya.
Ekpresi Nurin kian menjadi-jadi. Tampak sudah niat jahilnya itu. Ia terus memangkas jarak setiap Baihaqi menjauhinya. Sampai pada puncaknya Baihaqi kewalahan menghindari serangan Nurin yang ingin sekali membatalkan wudhunya, sehingga pria itu langsung saja menangkap Nurin, membawanya dalam gendongan seperti bayi. Gerakan yang diambil Baihaqi tentu tidak ia duga-duga sebelumnya, Ia sempat sedikit berteriak akibat terlalu kaget namun tak urung mengeratkan pegangannya mengingat Baihaqi begitu tinggi.
"Nakal ya kamu!" cibir Baihaqi membawa Nurin untuk mengambil wudhu bersama.
"Asik juga jadi orang jahil,"
"Si paling nggak pernah jahil sekalinya jahil ngeselin ya!" Sindir Baihaqi mulai menurunkan Nurin di depan kran untuk mengambil wudhu. Sudah begitu masih saja Nurin jahil memercikan air kearah Baihaqi yang sekali dibalas juga olehnya.
"Udah dong! Magribnya nanti terlewat," Baihaqi memohon.
"Iya-iya!"
Sehabis mengambil wudhu yang dipenuhi drama mereka berdua menuju ke ruang sholat. Didalam kamar bernuansa putih dengan wall panel abu-abu milik Baihaqi tersedia ruangan khusus untuk ibadah. Baihaqi sengaja membuatnya terpisah sebab ia ingin merasa tenang ketika menghadap Tuhannya. Ruangan seluas 6×8 meter itu di kelilingi banyak kaca, dihias minimalis dengan ditempatkan beberapa nakas tempat Al-Qur'an dan buku literasi islami lainnya. Tak lupa beberapa tanaman ada disudut ruangan guna mempercantik ruang ibadah itu.
"Sudah?" Menoleh kebelakang Baihaqi sabar menunggu Nurin yang masih sibuk mengenakan mukena.
"Sudah!" Sahutnya antusias seteleh selesai berbenah.
"Kamu geser ke kanan sedikit lagi." atur Baihaqi.
"Kanan?"
"Iya, jika hanya berdua—laki-laki dan perempuan yang muhrim, perempuan sebagai makmum ada di belakang sebelah kanan Imam."
Tak terasa waktu sudah mendekati isya, Nurin yang setengah terpejam pipinya ditepuk pelan sekali oleh Baihaqi. Pria itu meletakkan Al-Qur'an yang ia bacakan untuk Nurin, mengecup kening istrinya yang berbaring dipangkuannya.
"Capek, hmm?" Nurin mengiyakan.
Baihaqi mengusap pipi istrinya itu kemudian terpekik sebab mengingat apa yang ia lupakan,"Astagfirullah! Kamu belum makan kan?" Reflek ia menangkup kedua pipi Nurin panik.
Nurin langsung bangun saking kagetnya.
"Oiya lupa." Responya santai.
"Kita sholat jamaah di masjid terus beli bakmi mau?" Baihaqi ini hobi sekali menyentuh wajahnya. Entah untuk sekedar merapikan sehelai rambutnya yang terlihat atau mencubit hidung mancungnya.
"Boleh." Jawabanya setuju.
Bintang tidak ada satupun yang bergelantungan di langit, udaranya dingin membekukan kulit. Kendati begitu malam ini merupakan salah satu malam paling indah bagi Nurin. Bersama Baihaqi ia sholat magrib berdua, tidur dipangkuan pria itu sementara ia membaca Al-Qur'an. Hati kecilnya terasa damai sekali didukung dengan vibes pemandangan diluar yang temaram nan sunyi.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju masjid yang terletak tidak jauh dari rumah. Berjalan berjarak dengan sedikit obrolan ringan. Sesekali Baihaqi membenahi sajadah yang ada di pundaknya, namun Nurin justru menarik sajadah itu dan berlari mendahului.
"Astagfirullah! Sajadah saya! Jangan kabur kamu!" Kenapa istrinya jahil sekali?
****
Adamku mana yak????
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sontoloyo Imam [LENGKAP]
RomanceROMANSA - SPIRITUAL Buruan baca sebelum Chapter-nya tidak lengkap lagi🥳 Ini klise, tapi Baihaqi yakin wanita yang ia tabrak sampai 3 kali itu adalah jodohnya sebab wanita bernama Nurin itu bisa menjawab jokes bapak-bapak darinya. Muhammad Al-Baiha...