Two

289 236 26
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 2
𓆝 𓆟 𓆞

Salju turun semaki lebat. Dari yang tadinya cerah kini langit terlihat muram.

Sebuah mobil hampir tergelincir sebelum akhirnya terparkir dengan sempurna di depan pintu masuk.

Kakinya menapak ke tanah membuat jejak yang lama-lama akan hilang tertutupi salju. Langkahnya panjang dan cepat agar dirinya tidak terlambat.

Dilain tempat dengan waktu yang sama, sebuah ruangan megah sedikit redup dengan atap langit yang tinggi dihuni empat orang yang sedang fokus padaa halnya masing-masing.

Seseorang dengan jubah hitam dan gaya rambut mullet sedang menghitung mundur waktu. Kursinya dia goyang-goyang dan kakinya tidak bisa diam.

"Lima...empat...tiga...."

Belum habis menghitung, pintu lebih terbuka lebar, membuat cahaya masuk menyorot dari luar sebelum kembali redup.

"Wow lihat, siapa yang datang dua detik terakhir. Selamat datang lagi Liam," sapa seorang pria dengan tatanan rambut ke atas. Gayanya sedikit feminim padahal dia laki-laki.

Zen Bryson. Ahli perdagangan.

Perdagangan organ.

"Kupikir kau bakalan terlambat, leopardku sudah menunggu cemilan enak hari ini, ya kan sayang," peruntuk seorang perempuan melihat pada peliharaannya yang tidak dirantai. Dia punya rambut biru muda pendek lurus dan poni lebat ke depan.

Jaket bulu crop yang dia pakai berwarna merah nyentrik, sangat tidak senada dengan eyeshadow hijau yang dia pakai.

Begitulah Luna Eleanor.

Liam duduk di kursinya tanpa basa basi.

"Aku menunda operasi demi ini katakan apa yang perlu dibicarakan?"

"Bagus, berdosa lalu menebusnya dengan menolong pasien, begitukah caramu mempermainkan Tuhanmu?" komentar seorang yang lain, si jubah hitam yang mengenakan kalung salib di leher.

"Shut up Warren. Just admit you are a sinner too."

Nathaniel Warren. Ditolak masuk seminari dan sekarang dia adalah pengedar senjata illegal yang bisnisnya sampai kemana-mana.

Liam melihat kearah lain, ia mencari satu orang lagi yang belum mengisi satu kursi yang tersisa.

Jack Manven.

Sedang berdiri di ujung sana menatap keluar jendela.

"Bisa kita mulai?"

Semuanya kompak melihat ke arah Jack yang tidak ads respom apa-apa.

"Jack," panggil Liam penuh penekanan yang membuat pria itu tak lama berbalik.

Perasaannya kelihatan sedang tidak baik-baik saja.

"Kamu ada operasi hari ini?" tanya Jack yang akhirnya duduk di kursinya.

"Tumor kecil, tidak penting."

"Cukup bohongnya Liam, aku bosan mendengarnya."

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang