Twelve

157 137 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞

BAB 12

𓆝 𓆟 𓆞

Olivia diam. Leo diam. Bahkan pelayan yang menawarkan hidangan penutup langsung pergi setelah meyadari ada peperangan panas antara keduanya.

"Gak usah ditahan kalau mau nangis."

"Aku pernah mengalami hari yang jauh lebih berat daripada ini."

Leo berdecih, dia memutar bola matanya lau melihat Olivia dengan sangat malas.

"Mungkin sekarang kamu sudah benar-benar membutuhkan kunci ini. Siapa tau di dalam sana jauh lebih manis rasanya."

"Itu bisa aja foto lama."

"Dua hari yang lalu malam-malam dia perg kemana?"

Tidak ada apapun yang bisa Olivia katakan, Leo kelewat baik dalam membungkamnya.

"Aku tau perempuan itu, namanya Rachel, dulu dia cukup dekat dengan Liam, kayaknya bahkan mereka sempat punya hubungan serius."

Ketika Olivia bertanya untuk memastikan lagi siapa namanya dan apakah dia tidak salah dengar,  jawaban Leo hanya anggukan singkat. Padahal kemarin dia barusan bercanda soal Rachel. Kenapa bahkan semuanya bisa sekebetulan itu?

"Dia sedikit berbeda dari jalangnya yang lain dan setelah tau dia menikah denganmu kupikir kamu pemenangnya tapi aku jadi perlu berpikir soal itu lagi sekarang."

"Maksudmu dia punya banyak simpanan?"

"Aduh, kayaknya aku kejauhan."

Olivia merasakan udara di sekitarnya semakin berkurang. Dia bahkan hampir lupa cara bernapas. 

"Gimana kamu bisa dapet foto-foto ini?"

"Karena aku suka mengintai mangsaku."

"Brengsek," peruntuk Olivia lantas menyambar tiga kunci itu dan pergi begitu saja. Dia perlu menata perasaannya dan kehadiran Leo dengan segala kalimat yang keluar dari mulutnya hanya memperburuk suasana hatinya.

Olivia menarik napas, dia menyalakan musik keras-keras karena mengebut bukan gayanya sama sekali. Berakhir di pinggir sungai, kakinya menendang-nendang kerikil, napasnya berasap karena cuaca sebenarnya menyuruhnya berdiam diri di dalam rumah di bawah pemanas. Namun mana bisa Olivia pulang sekarang. Kalau bisa dia tidak ingin pulang sampai besok atau barnagkali sampai dia benar-benar siap bertemu Liam.

Musim semi datang sebentar lagi. Seharusnya menjadi musim yang membawa hari-hari baik yang baru, Olivia harap begitu, dia berharap hari-hari suramnya seperti sekarang akan berakhir sampai akhir musim dingin nanti.

Ketika ponselnya berdering Olivia ingin langsung melemparnya ke sungai karena itu sungguh menganggu terlebih ketika tau siapa yang menelepon, yah, siapa lagi yang bakalan meneleponnya kalau bukan Liam? Paling-paling hanya panggilan pekerjaan.

"Little Pisces, barusan aku buat lasagna yang kamu minta kemarin!" seru yang di sana kelihatan sangat bergembira jika dinilai dari nada suaranya.

Olivia harusnya senang mendengarnya, suaminya perhatian dan bahkan membuatnya langsung dengan usahanya sendiri hanya untuknya tapi Olivia tidak merasa begitu walau dia bisa membayangkan bagaiamana wajah pria itu sekarang.

"Kamu dimana? Barusan aku cicipin dan kayaknya besok-besok aku mau buka restaurant deh."

Olivia tetap diam, tingkah Liam dari kemarin seperti anak-anak yang selalu antusias dengan semua hal. Ternyata pria itu sudah di rumah daritadi, entah memang dia yang pulang cepat atau Olivia yang tidak sadar waktu sudah termenung terlalu lama di sini.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang