Thirty Six

12 5 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 36
𓆝 𓆟 𓆞

Olivia tidak bergerak, tidak bergeming, tidak berpindah tempat dari tadi siang ia menunggu di depan pintu kamar Leo. Dia mengetuk sesekali pintu di belakangnya tapi tetap tidak ada sahutan sama sekali. Makin malam rasa laparnya makin tidak bsa ditahan jadi Olivia turun ke bawah untuk makan sebelum kembali ke atas.

"Leo, kita harus bicara, pasti ada jalan tengah."

Dengan sedih kepalanya menyender pada pintu. Olivia sangat berharap Leo akan membukakan pintu.

"Oke Leo kalau kamu tidak mau membukanya, aku bakalan mendobrak pintu ini."

Masih tidak ada jawaban membuat Olivia mengambil keputusan bulat untuk mendobraknya. Butuh berkali-kali percobaan sampai akhirnya ia berhasil masuk.

Kakinya menginjak kertas yang berceceran di lantai. Olivia tidak melihat siapapun bahkan lemari dibiarkan terbuka.

Jendela yang terbuka di depan sana menjelaskan semuanya.

Leo telah pergi.

Kaki Olivia lemas. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Olivia mencoba mencari tahu kemana pria itu pergi dengan mencoba melacaknya. Ia berhasil menemukan lokasi terakhir Leo tapi bahkan ponselnya sudah mati tiga jam yang lalu. Kemungkinan Leo sudah berpindah sangat besar.

Olivia mencoba menelepon Theodore sampai Manven bahkan Kate tapi tidak ada yang tahu dimana Leo.

Emosinya mulai kacau sampai ia terlalu keras dalam menggigit bibir bawahnya. Dia masih bisa berpikir jernih untuk tidak membanting laptopnya.

Tinggal diam di rumah ini hanya membuatnya semakin sakit. Olivia mengambil tas punggung yang sangat cukup untuk menampung barangnya yang penting untuk dibawa. Sebelum pergi, Olivia kembali masuk ke kamar Leo. Mengamati semua yang ada di dalam kamar pria itu sampai membuka semua laci dan lemari.

Sebelah alisnya terangkat ketika ia melihat sebuah barang yang familiar di matanya.

Buku diari Liam.

Olivia termenung, ia mengambilnya, Leo telah berbohong padanya. Sebelah tangannya mengepal. Kepercayaan yang ia bangun pada pria itu mulai luntur dan kesedihannya makin memuncak.

Dia merindukan saat dimana ada orang yang mencintainya dengan tulus.

Dirinya berjalan menunduk tanpa arah. Olivia menarik tudung jaketnya, dia diliputi kesedihan yang begitu dalam sampai belum menemukan dasarnya.

Ketika kakinya sudah terasa lemas untuk berjalan. Olivia berhenti di sebuah penginapan sekaligus bar yang kelihatan ramai. Dia berhenti sejenak di depan pintu karena melihat harga yang tertera untuk setiap malam. Cukup murah.

Kondisi di dalam benar-benar ramai. Dipenuhi orang-orang berwajah seram. Kelihatannya ini bukan penginapan umum biasa.

Dia lumayan benci melihat orang-orang bertato yang berisik dengan gelas bir mereka yang super besar. Olivia tidak melihat ada meja admin selain seorang pria kekar hanya dengan tanktop putih sedang melayani minuman orang-orang.

"Aku mau pesan kamar hanya untuk malam ini," peruntuk Olivia meletakan uang pas ke meja.

Pria itu mengambil sebuah kunci lalu baru mengambil uangnya.

"Ada tambahan?" tanyanya, Olivia tidak tahu apa yang perlu ia minta tapi melihat rak berisi minuman di belakangnya membuat Olivia berpikir kalau semisal pria itu menawarinya minuman.

"Kau punya cokelat panas?"

Mata Olivia menatap tajam ke samping ketika seseorang tiba-tiba tertawa. Sia mendapati seorang pria lain dengan gaya rambut ke atas dengan dua garis rambut tipis yang bentuknya zig zag.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang