Sixteen

131 109 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 16

𓆝 𓆟 𓆞

Coston kembali disambut dengan langit gelap ditambah guntur dan kilat sesekali. Udara terasa berat dan lembab. Jalanan beraspal yang basah dan licin tampak lengang, hanya dihiasi oleh jejak-jejak air yang menggenang di beberapa titik. Seseorang masih asik tidur di sebuah ruangan dingin yang sembilan puluh persen anteriornya berwarna putih. Bahkan perlu ketelitian untuk menemukan pintu keluar.

Olivia mengerjap, bau bahan-bahan kimia menusuk hidungnya. Kelopak matanya terbuka, pandangannya buram hingga dia perlu menyesuaikan berkali-kali. Otaknya belum bisa merespon apa yang terjadi. Dia mau memijat kepalanya tapi tangannya tidak bisa ditarik. Seketika itu Olivia sadar sepenuhnya apa yang menimpanya kemarin.

Malam itu dia ditarik paksa, dibekap sampai pingsan, masuk ke dalam ruangan yang super duper berat dengan suara-suara seram setiap menitnya sebelum dicekik berkali-kali sambil ditenggelamkan ke dalam bathup yang berisi air.

Benar-benar mimpi buruk. Kini Olivia tidak tau ada dimana, yang jelas dirinya berbaring di ranjang khas rumah sakit dan tangannya diborgol pada siderail. Olivia jelas belum bebas. Seseorang masih menawannya.

Entah untuk motif apa, Olivia masih belum bisa memahami. Dia mencoba menarik-narik tangannya tapi percuma. Keduanya diborgol begitu pula dengan kakinya.

Olivia diam, dia mencoba menata pikirannya. Matanya melihat dengan teliti ruangan tempat yang mengurungnya. Di depannya ada kaca super besar yang memantulkan gambaran dirinya, tidak berdaya di sebuah ranjang dengan selang infus yang memberinya nutrisi agar tetap bertahan hidup.

Ada lemari kecil berwarna putih dengan ganggang warna coklat, meja yang diisi dengan alat-alat operasi dan sebuah tumbuhan di ujung pojok dengan pot putih, beruntung warna daunnya masih normal.

Olivia menerka-nerka apa ada orang di balik kaca tebal itu sedang mengamatinya. Dia kembali mencoba melepas borgol di tangannya walau kemungkinannya begitu kecil.

Tangannya lama-lama terasa sakit. Olivia diam sejenak sebelum mulai mencoba lagi dan lama-lama dia kesal. Awalnya dia mengumpat sampai lama-lama berubah menjadi isak tangis yang tak berarti.

Olivia mencoba menerima keadaan. Dia merenungi setiap kesalahan yang mungkin dia lakukan pada masa lalu. Matanya memincing tajam ke arah pintu ketika terbuka, membawa masuk seseorang berpakaian sama putihnya dan full tertutup hingga Olivia hanya bisa melihat matanya.

Ketika orang itu semakin mendekat, Olivia bisa melihat matanya dengan sangat jelas. Bukan tipikal mata orang Coston. Dia terlihat seperti orang dari timur tengah.

"Siapa kau? Lepaskan aku."

Tidak dijawab. Olivia tidak tahu apa yang diinjeksikan orang itu ke dalam saluran infusnya tapi segala pikiran buruk meracuni pikirannya.

Dia mencoba lagi untuk melepaskan borgolnya tapi sia-sia. Olivia mulai mengutuk orang itu, harapannya kembali pupus ketika pintu kembali tertutup membawanya dalam kesendirian yang amat sangat membosankan.

Terus-terusan menanti dalam kesendirian membuatnya merasa hampir mati. Terlebih dia tidak

dapat memikirkan hal bagus sama sekali.

Liam. Liam. Liam. Kamu dimana?

Olivia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri saat ini dan jelas tidak ada yang bisa dia lakukan. Bersuara hanya membuang energinya sia-sia sehingga dia memilih untuk diam. Dia mulai berpikir keberadaannya di sini mungkin karena Liam punya banyak musuh di luar sana.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang