Three

277 236 24
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 3
𓆝 𓆟 𓆞

Olivia pikir permulaan hidup baiknya sudah dimulai.

Tapi tidak semudah itu.

Dulu, dia tidak pernah diinterogasi oleh polisi karena bahkan namanya tidak tercatat sebagai pemilik rumah yang dibom.

Olivia tidak pernah mendengar tentang bagaimana nasib jasad orang tuanya.

Dulu sama sekali tidak ada berita yang membeberkan adanya korban jiwa di rumahnya yang dibom.

Kadang saat keadaan sunyi seperti sekarang, Olivia memikirkan kemungkinan kalau orang tuanya masih hidup.

Dia memperhatikan keluar jendela, jalanan naik turun, sebelah kanan kiri mereka hanyalah pohon-pohon tinggi yang tidak ada ujungnya. Entah kenapa semua pemandangan itu membuat Olivia makin merasa sendirian, dia teringat saat dimana dia berjalan tanpa arah sendirian lalu saking lelahnya dia duduk sambil memeluk lututnya erat di sebuah tiang lampu jalanan.

Hidupnya bukan drama. Tidak ada orang yang sama sekali peduli padanya kala itu. Tidak ada supir taxi kedua yang memberinya nasehat atau siapapun yang membukakan payung untuknya.

Liam di sebelahnya tidak bergeming, tidak ada musik, hanya suara mesin mobil saja.

Sepertinya perkatannya benar bahwa Coston bukan negara yang baik.

Olivia mencoba membuang pikirannya yang menyedihkan, dia beralih pada kemungkinan-kemungkinan kenapa pria tua tadi di tembak persis di depannya.

Semakin dipikirkan, semakin dia tidak tau apa jawabannya. Bahkan semua kemungkinan yang dia pikirkan terasa makin tidak masuk akal.

Mobil mereka belok ke pembensin tapi sepertinya tujuannya bukan mau mengisi bahan bakar.

"Sebentar, aku mau ke toilet," peruntuk Liam. Dia berjalan cepat karena tidak mau meninggalkan Olivia lama-lama.

Dia tidak tau juga motif penembakkan tadi. Liam sudah menyuruh bawahannya untuk mencari tau soal kejadian hari ini tapi belum ada info apa-apa lagi.

Saat dia mencuci tangannya, Liam merasa kalau dia sedang tida sendirian di toilet itu. Tidak masalah kalau ada orang lain tapi yang ini rasanya bukan orang benar.

Matanya melirik ke kaca dan sepersekian detik berikutnya dia melayangkan tinjuannya pada pria misterius yang berniat menusuknya dari belakang dengan pisau.

Liam sudah biasa menangani yang seperti ini, mudah saja baginya walau dia berhasil kecolongan sekali sehingga kulit di bawah matanya tersayat.

"Siapa kau hah?" tanya Liam ketika sudah berhasil melumpuhkan orang itu, dia menarik tangan orang itu ke belakang berniat mematahkannya.

"Jawab, kau bekerja untuk siapa?"

Pertanyaan Liam diabaikan maka dengan sekali tendangan pria itu jatuh. Tidak berhenti di situ, karena geram, Liam mendorong pria itu sampai jatuh mencium lantai lalu membalik badannya dan mulai menghajar wajahnya.

"Kau orang yang sama dengan yang tadi membuat rusuh?"

Tidak menjawab sama dengan sekali pukulan.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang