Nineteen

108 85 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 19
𓆝 𓆟 𓆞

Waktu musim semi hanya tersisa satu minggu lagi. Olivia belum siap dengan kedatangan musim panas karena dia sudah merasa nyaman dengan udara di musim semi. Terlebih belakangan ini dia sering sekali tinggal di pedesaan, selalu jauh dari kota, terjauh dari gawai, terjauh dari berita-berita seram atau berita soal selebritas yang tidak penting.

Tas di tangannya jatuh ke lantai. Olivia melihat keseluruhan kamar barunya, dua kata yang bisa dia keluarkan adalah, penuh debu. Ini sudah ke lima kalinya dia berpindah rumah bersama Leo.

Leo berkata kalau mereka harus melakukan ini demi mengurangi kemungkinan mereka dilacak sebelum kemudian ditemukan. Mereka hanya berdua dan Olivia belum sepenuhnya pulih. Leo tidak pernah menyinggung apapun soal mereka termasuk misi pembalasan dendam yang terkadang Olivia pikirkan.

"Oliv aku mau pergi dulu, kamu bersihin setengahnya aja sisanya biar aku nanti kalau udah pulang."

"Mau pergi kemana?"

"Sebenarnya aku ada terima kasus di sekitar sini."

"Jadi kamu mau ke TKP?"

"Mungkin, mungkin juga tidak," jawabnya seperti biasa Leo tidak ingin pergerakkannya ditebak. Saking tidak maunya, dia sering bilang mau melakukan ini itu tapi ujung-ujungnya melakukan yang lain.

Kadang Olivia jengkel karena Leo terus berbohong padanya soal aktivitas sepele yang dia lakukan. Seolah hubungan mereka memang hanya sebatas detektf dan kliennya padahal jelas waktu itu dia menyebutnya sebagai teman lama. Hanya saat itu.

Olivia berhembus sebelum mengangguk, "Hati-hati."

"Selalu."

Bunyi pintu yang tertutup menandakan Leo sudah di luar rumah tua ini. Sudah lima rumah yang Olivia tempati dan semuanya memang rumah tua dengan penampilan depan yang mirip seperti rumah hantu angker yang tidak berpenghuni. Mungkin agar tidak ada orang yang masuk ke dalam.

Olivia duduk sejenak, belakangan ini dia senang melakukan meditasi terlebih karena kondisi lingkungannya mendukung.

Bagaimana keadaannya?

Kelopak matanya terbuka. Dia menarik napas begitu dalam setelah terbesit pikiran yang sama sekali tidak ingin dia ingat.

Bukannya Liam juga terluka kala itu?

Olivia bohong kalau dia tidak peduli dengan kondisi pria itu karena bahkan cincin yang dia pakai di depan altar suci masih terpajang sempurna pada jari manisnya.

Jelas tidak ada komunikasi apa-apa antara mereka berdua. Olivia tidak tau dimana pria itu dan juga sebaliknya.

Dirinya bangkit berdiri, beres-beres sambil memutar musik kuat-kuat menjadi satu-satunya cara untuk mengalihkan pikirannya. Ada banyak yang perlu dibersihkan dan beruntung tidak ada yang perlu diperbaiki. Air keran mengalir deras dan terasa sejuk.

Leo meminta setengah bagian rumah untuk dia bersihkan tapi Olivia merasa dia punya waktu lebih untuk membersihkan semuanya sekaligus.

"Aku pulang!" seru Leo yang dijawab seruan oleh Olivia dari dapur.

"Kamu masih beres-beres?"

"Sedang mencoba mantra untuk membuat kulkas ini penuh."

Leo terkekeh, "Ayo, tadi aku lihat ada supermarket dekat sini."

"Aku mandi dulu," peruntuk Olivia berjalan melewati Leo yng bersender di pintu dapur.

Tasnya masih tergeletak di tempat yang sama, baju yang mau dia pakai bahkan terselip dibagian paling bawah. Sehingga dia harus mengeluarkan semuanya lebih dulu, menarinya dengan paksa hanya akan mengacaukan semuanya.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang