Fourteen

152 121 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞

BAB 14
𓆝 𓆟 𓆞

Lorong sepi itu diisi dengan suara langkah kaki seseorang yang terkesan tidak sabar dan arogan. Dari ekpresi wajahnya dia sudah siap untuk mematahkan leher siapapun yang berani mengusiknya sekarang. Pintu terbanting terbuka, Liam bisa melihat pria sebayanya yang dia cari-cari sedang duduk dengan kaki lurus naik ke meja menghisap ceurut dengan matanya yang terpejam. Dia jelas sedang mencari ketenangan hidup Dengan satu tarikkan, sebuah tinju mendarat dimukanya sampai dia terjatuh ke lantai.

Jack meringis sebelum diam-diam mengumpat. Darah menglir dari hidungnya, pikirannya belum sepenuhnya sadar, dia sedikit sakau. Kerah bajunya kembali ditarik, Jack tidak memiliki perlawanan, matanya hanya setengah terbuka dan sudut bibirnya sebelah kanan terangkat.

"Apalagi ini? Datang-datang dan meninju wajahku apakah sopan begitu Mr. Amberlynn?"

Rahang Liam mengeras, pria di depannya malah kelihatan menikmati pukulannya.

"Gimana kalau otakku nanti bermasalah lagi?" tanyanya masih kelihatan santai sebelum matanya sepenuhnya terbuka dan senyumannya perlahan luntur.

"Kenapa? Kurasa aku tidak mengusik siapapun belakangan ini," peruntuknya masih kelihatan santai walau terkesan ada nada meledek dalam kalimatnya membuat Liam bahkan tidak bisa mempercayainya.

"Aku malah bantuin kamu buat nangkep istri kamu yang lagi main belakang sama si tikus got."

Sekali lagi pipinya dipukul, tidak sekeras tadi karena Jack hanya terhuyung ke belakang.

"Diam. Kuanggap itu bukan bantuan. Tidak perlu melakukan apa-apa lagi."

"Uh belum puas ya tadi kita habis berantem? Mau lagi? Aku bisa siapin arena sekarang."

Liam diam melihat Jack yang sedang kesaktian pukulan yang barusan diterima. Tatapan mata Liam berubah lebih sayu. Dia menyadari mau semarah apapun dirinya dengan Jack, mau berapa kali dia menghajar pria itu, semuanya sudah terjadi.

"Dia tau soal Rachel," ujar Liam lirih.

"Wow, kamu barusan ketahuan selingkuh?" tanya Jack masih memegangi pipinya yang ngilu.

"Kamu yang bawa dia."

"Dia dateng sendiri, dia nanya ke aku, sulit menolak permintaa wanita cantik lagipula kita berteman."

"Tapi harusnya kamu tau kondisi."

"Aku udah bilang ke dia kalau kamu udah menikah dan dia juga mau ketemu kamu sebagai teman tapi kamunya yang kelewatan."

"Kamu yang buat aku sakau."

"Aku cuman nawarin, kamu yang mau. Sulit ya nolak godaan? Jadi sebenrnya siapa yang paling salah di sini Liam?"

Jact tersenyum ketika dia melihat lawan bicaranya mulai goyah.

"Kamu juga bisa nolak buat minum malem itu, kenapa, gengsi?"

"Shut up," peruntuk Liam ketika otaknya mulai panas mendengar semua perkataan Jack. Perasaannya sama teririsnya, dia ingin membenaran semuanya tapi terlalu sulit.

Liam duduk di sofa sambil memegang pelipisnya. Terlalu kacau untuk melakukan apapun smenetara Jack sedang dengan santai memilih anggur yang cocok untuk menemani malam mereka.

"Tidak ada yang bisa kamu lakukan sekarang, minum dulu," bisik Jack dari belakang sambil menyondorkan gelas cantik berisi wine di depannya.

"Minggir, aku gak mau minum."

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang