Ten

209 177 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 10
𓆝 𓆟 𓆞

Heningnya malam membisikkan rahasia-rahasia yang hanya dipahami oleh jiwa yang terjaga. Jantungnya berdegup pelan, seirama dengan detak waktu yang begitu tenang. Di sekitarnya, keheningan terasa menyesakkan. Olivia memutar tubuhnya berkali-kali, kasurnya terasa sangat luas karena dia sendirian.Dulu semasa kecil, dia selalu talut kalau semisal tidak bisa tidur, ternyata ketika dewasa dia sudah pernah mengalami saat dimana tidak tidur selama satu minggu.

Matanya menatap langit-langit, menghitung detik yang berlalu dengan lamban. Waktu terasa seperti aliran air sungai yang tenang, namun Olivia tidak dapat menemukan kedamaian dalam hatinya. Di luar, angin malam berbisik pelan, seolah membawa pesan rahasia dari jauh. Olivia mencoba menutup mata, tetapi pikiran-pikiran berputar bagaikan angin badai, membawa kepingan kenangan yang sulit untuk diabaikan. Olivia bersumpah pada dirinya kalau menghadap ke samping untuk terakhir kalinya lalu dia akan tidur.

Namun, dia jelas tidak salah dengar ketika pintu kamarnya terbuka. Kelopak matanya terbuka, dia tidak bisa memastikan apakah itu Liam yang masuk atau bukan karena posisinya membelakangi pintu. Dia tak bergerak, mencoba pura-pura untuk terlelap. Lama dia tidak mendengar apapun karena penasaran, dia mencoba melihat ke belakang dan ketika itu pintu kamar mandi terbuka. Olivia buru-buru kembali pada posisinya.

Jantungnya berdegup ketika dia merasa ada orang lain yang naik ke kasur. Lama dia tidak merasakan apa-apa sampai pada dimana Liam menarik tubuhnya untuk dipeluk.

"Good night little pisces."

Olivia menarik napas dalam-dalam, menikmati kedamaian malam yang sunyi. Dalam mimpinya yang kelewat random, dia tidak diberi napas, Leo ada dimana-mana sebagai bocah petakilan yang membuatnya stress. Apalagi caranya tertawa kelewat menyebalkan.

Ketika dia sepenuhnya bangun, emosinya soal Leo masih sama, Olivia bahkan ingin menampar pipinya. Hari terus berjalan, kadang Olivia tidak sempat memikirkan masalahnya karena belakangan ini jadwalnya kelewat penuh. Pulang kerja dia bakalan makan malam lalu kalau tidak menonton film maka bermain game adalah pilihan keduanya.

Malam ini setelah mengobrol macam-macam mereka berdua berakhir menonton film.

"Apa yang bakalan bikin kamu marah sama aku?" tanya Olivia mendadak selagi Liam belum menemukan film bagus untuk ditonton.

"Kenapa tiba-tiba tanya gitu?"

"Penasaran aja, aku belum pernah lihat kamu marah."

Liam menengok, Olivia bisa membayangkan semengerikan apa kalau itu sungguhan terjadi.

"Kamu habis ngelakuin apa sayang?"

Olivia menggeleng, Liam ternyata kelewat peka. Dia mencoba mengarang apapun sehingga Liam tidak curiga kepadanya. Liam kelihatan sangat santai, dia bahkan tersenyum di akhir ketika Olivia seesai mengoceh.

"Lucu," katanya lantas mengecup singkat bibir Olivia, sekali, dua kali, lama-lama mereka berdua tergelincir sedikit ke dalam jurang kenikmata malam itu.

Besok dan besoknya, Olivia tak menemukkan tanda-tanda kehidupan dari Leo. Dia ingin meminta saran dari pria itu secara langsung tapi pesannya tidak kunjung dibalas.

"Dia mati atau gimana sih?"

Ketika langit senja mulai merona, dia mencoba datang ke tempat Leo, ruko itu bertuliskan tutup dan pintunya dikunci. Butuh waktu sangat lama sampai akhirnya pesannya dibalas. Belakangan ini Liam kelewat sibuk, rumah sakit memanafaatkannya dengan sangat baik sehingga Olivia bisa pergi ke tempat dimana dia bisa menemui Leo.

"Kamu kemana aja?"

"Aku bukan pengangguran ya."

"Ooh kamu habis nanganin kasus jenis apa? Pembunuhan?"

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang