Seventeen

123 101 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞
BAB 17
𓆝 𓆟 𓆞

"Kamu agak lama ya?"

Jack memutar kursinya menghadap ke arah pintu. Dia tersenyum melihat kedatangan Liam walau tidak tercipta suasana baik di antara mereka.

"Habis main-main dulu?" tanya Jack konsisten dengan caranya memancing emosi seseorang. Padahal dia yang merencanakan semuanya dengan sangat baik dengan bekerja sama dengan Rachel di belakang.

"Jadi dimana dia?"

"Aku merawatnya dengan baik kok tapi kelihatannya dia jadi agak gila."

Gebrakkan yang dilayangkan Liam membuat Jack khawatir akan kondisi mejanya.

"Wow wow wow, tenang bro."

"Jangan buat aku menghancurkan tempatmu yang ini juga."

"Kalau kamu melakukannya lagi kamu benar-benar mau dia celaka dan ingat kalau ini sepenuhnya wilayahku."

Liam mengangkat sudut bibirnya karena dia tidak mau merasa kalah ketika merasakan dua pistol yang menempel di belakang kepalanya.

"Bisa kubawa pulang dia sekarang?"

"Ooh kuanggap dia sudah menjadi milikku sekarang."

"Dia bukan barangmu Jack, give her back, she is my wife."

Jack menggeleng, "Yah, memang bukan tapi aku tidak akan membiarkan dia kembali padamu."

Sebelah alis Liam naik, dia belum mengerti sepenuhnya kenapa Jack tiab-tiba bertindak seperti ini.

"Dia sudah membencimu, dia tidak akan mau kembali."

"Brengsek," desis Liam lantas pergi begitu saja dengan langkah tergesa-gesa.

"Kuperingatkan sekali lagi kalau ini wilayahku!" seru Jack yang diabaikan. Napasnya berat tapi isi kepalanya jauh lebih berat.

Dia melirik pada tombol-tombol yang berjejer di mejanya lalau menekan salah satu dari anatara lima yang ada.

"Emergency. Ada penyusup, tangkap dia."

Seluruh ruangan berubah menjadi merah. Bunyi sirine terdengar di sepanjang lorong dan pintu-pintu secara otomatis mulai menutup.

Bukan menjadi masalah bagi Liam karena dia memiliki sidik jari Jack yang bisa dia pakai. Namun, kelihatannya kali ini dia menemukan masalah.

Diblokir.

Tentu saja Jack akan melakukan ini membuat Liam mengumpat. Dia melihat ke belakang, pintu di belakangnya sudah tertutup. Mendadak ada asap yang keluar dari atas. Liam menutup hidungnya karena dia yakin itu racun berkonsentrasi rendah.

Asap terus muncul darimana-mana. Liam mencoba membuka satu-satunya pintu yang menjadi harapannya. Terkunci. Namun, dia masih punya cukup tenaga untuk mendobraknya.

Sekali. Dua kali. Tiga kali. Tetap belum terbuka.

"Menyerahlah atau akan kuberikkan racun ini pada dia?"

Liam terbatuk tapi dia tidak menghiraukan tawaran itu. Dia terus mencoba dan dimana ada harapan di sana ada jalan keluar. Badannya terhuyung ke depan, Liam buru-buru menutup pintu, dia menarik napas sedalam mungkin. Waktunya tidak banyak karena asap itu mampu menembus masuk.

Dirinya terus berjalan. Cukup lumayan jauh dan sepertinya asap itu tidak lagi mengejarnya.

Kini dia direpotkan dengan orang-orang yang mau mencegatnya. Satu, dua orang masih bukan masalah tapi ketika mereka datang bergerombol dari depan dan belakang, Liam sedikit kewalahan.

Spicy PiscesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang