🔰Bagian 25

50.4K 3K 90
                                    

Happy Reading!

Tepat jam sepuluh, Viona akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah. Dan sesuai harapan Viona, baik orang tua atau mertuanya harus kembali ke Jakarta karena pekerjaan. Namun yang menjengkelkan justru Adel, gadis itu menolak untuk pulang dan akan tinggal sementara waktu.

Viona kembali menghela napas lalu melirik jengkel ke arah depan. Di sana suaminya sedang menyetir dengan Adel yang duduk di sampingnya.

'Harusnya kan aku yang duduk di depan.'batin Viona kesal lalu melempar  botol minum yang ada di tangannya ke samping.

Ellard yang sedari tadi memang memperhatikan istrinya hanya bisa diam. Viona sepertinya dalam kondisi tidak senang dan Ellard tidak berani bertanya. Takut jika Viona marah berlebihan dan mempengaruhi kandungannya. Ingat! Mertuanya tidak ada di sini lagi, jadi kemungkinan besar Viona akan menunjukkan taringnya seperti dulu.

"Memangnya apa yang kak Ellard cari dengan memiliki istri seperti itu."gerutu Adel membuat Ellard menatap adiknya tajam.

"Apa? Kakak selalu marah padaku."ucap Adel kesal membuat Ellard menggeram kesal. Semoga saja Viona tidak mendengarnya.

Begitu tiba di rumah, Viona langsung disambut oleh para pelayan di rumah.  Mereka tampak ramah tapi Viona hanya membalas seadanya.

"Kami sudah memindahkan kamar nyonya ke lantai bawah."ucap bi Jumi membuat Viona melotot.

"Kenapa?"

Bi Jumi diam lalu melirik ke arah tuan Ellard."Itu_ bukannya nyonya baru saja keluar dari rumah sakit. Karena itu lebih baik tidak naik atau turun tangga."

Viona mengangguk dan tidak membantah lagi. Pasti suaminya yang suruh dan tentu itu karena ia sedang mengandung.

Ellard menghela napas lega saat Viona tak menolak. Sejauh ini semuanya berjalan lancar sampai__

"Bagus deh. Kalian pisah kamar kan? Kenapa tidak sekalian saja bercerai."ucap Adel membuat Ellard melotot.

"Cerai?"tanya Viona lalu mendekati adik iparnya itu.

"Iya. Cerai."tantang Adel membuat Viona tersenyum lalu menatap suaminya.

"Apa kita akan bercerai?"tanya Viona membuat tubuh Ellard menegang.

"Adel, naiklah ke atas!"titah Ellard tegas.

"Kenapa ke atas?"tanya Viona tak terima.

"Itu__"

"Di atas hanya ada kamar kita ehem maksudku kamar ku dan kamarmu. Jika kau tidur di kamarmu lalu ia tidak di mana? Aku tidak mau ia tidur di kamarku."ucap Viona membuat Adel mendengus.

"Aku juga tidak mau tidur di kamarmu. Dasar wanita mur__"

"Adel!"bentak Ellard.

Adel menghentakkan kakinya kesal."Kenapa selalu aku yang dibentak."teriak Adel tak terima lalu berlari keluar. Ia akan mencari tempat untuk menenangkan diri.

"Mau ke mana? Adel?"teriak Ellard lalu mengusap wajahnya kasar.

Sedang Viona hanya memasang wajah polos. Saat ini Ellard pasti sangat pusing.

'Sepertinya aku sedikit keterlaluan. Harusnya aku tidak perlu berdebat dengan Adel.' batin Viona lalu perlahan menyentuh kepalanya. Sepertinya ia harus melancarkan cara pertama untuk berdekatan dengan Ellard.

"Nyonya.."panggil bi Jumi yang pertama kali melihat Viona.

Ellard yang mendengar pelayan menyebut istrinya segera menoleh ke arah Viona.

"Sayang."kaget Ellard saat tubuh Viona perlahan lemas dan hampir jatuh. Untung saja dia segera menangkap tubuh istrinya.

Viona berakting seolah menolak pelukan Ellard, namun penolakan itu nampak lemah tak bertenaga.

"Panggil dokter!"titah Ellard lalu segera menggendong tubuh istrinya menuju kamar tamu.

Viona tersenyum tipis saat tubuhnya diturunkan di kasur dengan pelan lalu diselimuti. Sekilas, Viona juga bisa merasakan usapan tangan Ellard pada perutnya. Hanya satu usapan lalu telapak tangan itu ditarik.

"Tuan, dokternya sudah dalam perjalanan."ucap bi Jumi yang datang dengan segelas air putih.

Ellard mengangguk lalu memberikan minyak kayu putih."Tolong, bi!"pinta Ellard pada bi Jumi.

"Kenapa bukan tuan saja."ucap bi Jumi mengambil alih.

"Tidak. Tolong lakukan saja."ucap Ellard putus asa. Ellard takut jika Viona membuka mata dan melihat dia yang melakukannya, maka wanita itu akan marah.

Bi Jumi mengangguk mengerti. Sedang Viona hanya bisa mendengus dalam hati. Ellard terlalu penakut. Padahal Viona berpura-pura agar pria itu bisa berinisiatif.

'Jika terus begini, maka akulah yang harus agresif.' batin Viona lalu mulai berpikir. Ia kan sedang hamil, harusnya tidak masalah jika kehamilannya ini dimanfaatkan. Karena tidak mungkin ia berpura-pura hilang ingatan lagi.

Bersambung

Menjadi Istri Yang Hilang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang