🔰Bagian 32

50.3K 3.1K 135
                                    

Happy Reading!

"Bukan kakak tidak kasih izin, tapi ini sudah malam. Kamu mau apa di mall dan juga sama siapa?"tanya Viona. Tadi saat ia duduk di ruang tamu, tiba-tiba adik dari suaminya itu turun ke bawah dengan pakaian rapi dan sedikit terbuka menurut Viona. Begitu ditanya, malah bilang mau ke mall dengan nada ketus.

"Ya terserah aku. Kakak ipar nggak usah ngatur lah."

Viona menggeleng lalu meminta bi Jumi mengunci pintu.

"Tidak boleh pergi ke mana pun. Kalau siang tidak masalah, Adel. Tapi ini sudah malam. Tidak baik anak gadis keluar malam-malam sendiri."ucap Viona. Apalagi Ellard sedang pergi membeli makanan yang ia inginkan. Viona tidak bisa sembarangan mengizinkan adik iparnya pergi. Kecuali kalau memang Ellard mengizinkan.

"Dih. Kakak saja selingkuh, jadi tidak usah sok bicara tentang baik dan buruk."sindir Adel membuat Viona menghela napas. Ia kalah jika Adel sudah membahas kebodohannya dimasa lalu. Namun apapun itu Adel tetap tidak bisa pergi.

"Terserah. Tapi kamu tidak bisa pergi, kecuali dapat izin dari kakak kamu."ucap Viona tegas.

"Ck! Ngeselin."ucap Adel lalu kembali naik ke lantai atas. Ia kan ingin pergi karena tahu kakaknya tidak ada. Jika ada, Adel juga tidak akan berani.

Viona menggeleng pelan lalu menatap bi Jumi."Sini kuncinya, bi!"pinta Viona karena tadi bi Jumi mencabut kuncinya dari pintu.

Bi Jumi mendekat dan memberikan kuncinya."Nyonya sebaiknya jangan cari masalah sama adik tuan Ellard. Bibi lihat orangnya sedikit nekad."ucap bi Jumi.

Viona mengangguk. Ia juga bisa merasakan itu."Sudahlah. Bibi tidak perlu khawatir. Aku akan meminta mas Ellard untuk mengantar Adel pulang. Tidak enak juga kalau ia di sini, takut jika terjadi sesuatu dan kita yang disalahkan."ucap Viona. Lagipula sekali lihat juga tahu kalau Adel adalah gadis yang sangat dimanjakan oleh orang tua dan kakaknya.

Bi Jumi mengangguk lalu segera beranjak pergi.

Ting nong

Viona segera berdiri membawa kuncinya. Itu pasti suaminya.

Ctar ceklek

"Kenapa di kunci, sayang?"tanya Ellard dengan rambut dan baju yang basah.

"Mas kamu kehujanan?"tanya Viona cemas.

Ellard memberikan makanan yang Viona inginkan."Di luar hujan, sayang. Untung tadi kamu nggak ikut."ucap Ellard lalu segera menutup dan mengunci pintu.

"Kok bisa? Kan mas pakai mobil."ucap Viona menarik sang suami menuju kamar.

"Mas kan harus turun untuk beli sate."sahut Ellard sambil melepas pakaiannya.

"Kan di mobil ada payung."ucap Viona lagi membuat Ellard menatap sang istri lalu mengingat lagi bagaimana dia bisa basah kuyup.

Ellard melihat satu-satunya penjual sate yang dia temui lalu tanpa pikir panjang segera mengambil payung lalu keluar dari mobil. Hujannya begitu disertai angin yang cukup kencang. Penjual sate terlihat memarkirkan gerobaknya di depan toko kecil.

"Bang, satenya 50 tusuk."ucap Ellard keras karena hujan deras.

"Waduh, saya sudah tutup. Ini mau pulang."

Ellard melotot lalu melirik beberapa tusuk sate yang belum dibakar.

"Itu masih ada."tunjuk Ellard.

"Iya. Cuma tujuh tusuk."

"Ya sudah, tujuh tusuk."ucap Ellard. Dari pada tidak ada sama sekali.

"Tidak bisa. Apinya sudah mati, apalagi hujan. Saya mau pulang saja."

Ellard melotot. Enak saja mau pulang. Dia harus cari sate ke mana lagi.

"Saya bayar tiga kali lipat."ucap Ellard cepat.

"Tidak mau."

"Sepuluh kali lipat."

"Tidak bisa, pak. Bapak cari penjual sate yang lain saja."

"Tidak ada lagi yang jual selain bapak."

"Ya sudah, besok saja datang beli lagi."

"Ini bukan buat saya, pak. Tapi buat istri saya yang lagi ngidam."

"Ngidam?"tanya sibapak penjual sate kencang diiringi suara petir.

"Kenapa tidak bilang. Kalau untuk ibu hamil, saya bakarkan. Tapi bapak payungi apinya supaya tidak mati."

Ellard mengangguk semangat dan disanalah dia basah kuyup karena sibuk memperhatikan api yang bisa saja padam karena hujan ataupun angin.

Viona melongo mendengar cerita sang suami."Ya harusnya mas pulang saja, daripada kehujanan."ucap Viona lalu bergegas mengambil pakaian ganti untuk sang suami sedang Ellard sudah lari memasuki kamar mandi.

Begitu Ellard keluar dari kamar mandi, istrinya ternyata sudah menghabiskan semua sate yang tadi dia beli.

"Enak, mas. Makasih ya."ucap Viona lalu mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya.

Ellard tersenyum lalu melangkah mengambil pakaian ganti yang sudah istrinya siapkan.

"Jadi sudah bisa makan tanpa disuapin sama mas?"tanya Ellard membuat Viona menggeleng lalu mengusap perutnya.

"Anak kita kan tahu kalau sate ini dibeli susah payah sama papanya. Jadi baby nggak mau repotin papa lagi dengan minta disuapin."ucap Viona membuat Ellard gemas sendiri. Kenapa semenjak hamil, istrinya semakin menggemaskan. Rasanya Ellard ingin mencubit pipi tumbem istrinya kemudian menguleninya seperti adonan.

"Sudah kenyang, sayang?"tanya Ellard sembari meletakkan telapak tangan di perut sang istri.

Viona mengangguk lalu merentangkan lengan minta dipeluk.

"Peluknya nanti saja, sekarang kamu harus gosong gigi, cuci tangan dan kaki lalu kita istirahat."ucap Ellard kemudian menggendong tubuh Viona memasuki kamar mandi.

Ellard menurunkan tubuh Viona di atas kursi yang memang sudah dia sediakan jika Viona ingin duduk.

"Besok saat mas mandi, aku akan duduk di sini menunggu."ucap Viona membuat Ellard hampir tersandung karena kaget.

Viona terkekeh lalu mengambil sikat gigi yang suaminya berikan."Mas mau apa?"tanya Viona saat Ellard datang dengan baskom berisi air dan kain bersih.

"Cuci kaki kamu."ucap Ellard lalu jongkok dihadapan istrinya.

"Nggak usah, mas. Mas apaan sih, jangan! Mas ih sudah dibilang jangan. Mas!"

Ellard menatap istrinya datar. Viona berkata jangan tapi kaki sudah diletakkan di atas pahanya.

"Hehe yang bersih ya, mas."ucap Viona membuat Ellard tersenyum lalu mengangguk. Jika Viona senang, maka Ellard akan melakukannya setiap hari.

Viona menatap wajah tampan suaminya yang kini sedang fokus membersihkan kakinya dengan kain.

'Jika tidak bodoh, aku pasti sudah merasakan cinta suamiku selama dua tahun.' batin Viona.

Bersambung

Menjadi Istri Yang Hilang IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang