1. Kehidupan Gea

10.2K 52 2
                                    

Tidak semua perjalanan cinta bisa selalu terbalas dan membahagiakan. Ada kalanya perasaan yang kita punya tak dibalas oleh orang yang kita cintai.

Tentu saja pasti memilukan, tetapi pada akhirnya kita tidak bisa memaksa perasaan orang lain. Manusiawi jika kamu tidak terima, manusiawi juga kamu merasa payah dan tak berarti di matanya. Tapi bukankah tak semua cinta bisa saling memiliki.

Alih-alih semakin menyakiti dirimu sendiri dengan larut dalam kekecewaan karena cinta bertepuk sebelah tangan. Apa tidak lebih baik kamu menata perasaan kamu kembali dan mencoba memulai kehidupan baru. Tak perlu buru-buru mencari orang lain untuk menggantikannya. Tak adil bagi orang lain jika kamu memulai hubungan hanya untuk pelarian.

Geani menatap nanar kepergian suaminya, seperti biasa suaminya itu tidak pernah menyentuh masakan yang dibuat olehnya.

Helaan nafas keluar dari bibir ranum Geani. Lalu, ia pun berdiri dari kursinya dan berjalan menuju arah taman belakang.

"Mbok Nijah,"

Suara Geani membuat wanita paruh baya yang sedang duduk pun langsung berdiri.

"Ada apa, Non?" tanya Mbok Nijah.

Geani tersenyum. "Seperti biasa, temani saya sarapan. Ajak Mang Suaib, Mbok." pinta Geani.

Mbok Nijah dapat menangkap aura kesedihan yang mendalam dari sorot mata nona mudanya itu. Tiga bulan mengenal Geani, Mbok Nijah sudah merasakan kenyamanan tinggal bersama Geani. Namun, sayang Mbok Nijah harus melihat kesedihan dalam hidup nona mudanya itu.

Mbok Nijah sangat tahu bagaimana tuan mudanya itu memperlakukan Geani. Selama tiga bulan pernikahan tuan dan nona mudanya itu, tidak pernah Mbok Nijah melihat tuan mudanya itu memperlakukan baik istrinya. Pernah sekali Mbok Nijah tidak sengaja melihat tuan mudanya memukul nona mudanya dengan alasan yang tidak masuk akal.

Tepukan ringan di pundak Mbok Nijah membuat wanita itu tersadar dari lamunannya. Wanita itu berdecak setelah tahu siapa pelakunya.

"Kamu, Suaib. Mengagetkan saja!" kesel Mbok Nijah yang membuat orang itu tertawa.

"Lapar, Mbok. Mana sarapan untuk saya?" pria itu bertanya sambil mengusap perutnya.

Mbok Nijah kembali berdecak. "Ada di dalam,"

Pria di sebelah Mbok Nijah menaikkan satu alisnya, namun tidak lama raut wajahnya berubah menjadi sendu.

"Lagi?" tanyanya dengan yang hanya balas anggukan dari Mbok Nijah.

Pria itu menghela nafas beratnya. "Ya, sudah, Mbok. Mulai sekarang kita yang akan menjadi teman makan Nona Gea," kata Suaib.

Keduanya pun berjalan masuk ke dalam ruang makan. Disana mereka berdua dapat melihat Gea duduk sendirian dengan wajah murungnya. Gea menoleh dan menampilkan senyum palsunya.

"Kenapa lama sekali? Ayo, duduk. Aku sudah sangat lapar," Gea mempersilahkan keduanya untuk segera duduk.

Dengan senyum yang tidak pernah luntur, Gea menuangkan air minum untuk keduanya.

"Biar saya saja, Non."

"Tidak apa, Mbok. Kalian sudah Gea anggap keluarga. Jadi jangan pernah merasa sungkan dengan Gea. Lagi pula Gea hanya menuangkan air minum untuk kalian saja," jawab Gea yang selalu bersikap ramah pada keduanya.

"Makan yang banyak, ya! Habiskan sarapannya," pinta Gea seraya tersenyum.

Mang Suaib tersenyum dan mengangguk. "Non Gea ini sepertinya sangat ingin melihat saya dan Mbok Nijah gemuk, ya?" kekeh Suaib sambil menyuap satu sendok makanannya.

NOT CONSIDERED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang