4. Siapa Vira?

1.8K 32 0
                                    

Semenjak kejadian itu, Geani semakin menghindari Gyan. Saat pagi hari, Gea akan keluar setelah Gyan berangkat bekerja. Begitupun saat malam hari, Gea akan mengurung dirinya di dalam kamar sampai Gyan benar-benar berada di dalam kamarnya. 

Seperti pagi ini, Gea tetap berada di dalam kamarnya menunggu hingga Gyan berangkat ke kantor. Sementara itu Gyan merasakan sesuatu yang aneh, dia baru teringat kalau sudah hampir dua minggu ini dirinya tidak pernah melihat Gea. 

Gyan yang baru saja keluar kamarnya sekilas melirik ke arah pintu kamar Fea yang tertutup rapat. Entah ada angin apa, hingga pria itu melangkah menuju kamar Gea. Setibanya di depan kamar Gea, Gyan hanya menatap datar pada pintu bercat coklat itu. 

Pria itu pun kembali melangkah menuju tangga. Saat di tangga terakhir, Gyan merasakan sesuatu yang sangat berat. Hatinya tiba-tiba merasakan kehampaan dan kekosongan. Gyan menggelengkan kepalanya seraya menghela nafas beratnya. 

“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang berbeda akhir-akhir ini?” monolog Gyan dalam hati.

“Tuan,” 

Suara yang memanggilnya seketika membuyarkan lamunannya. Gyan mengerutkan dahinya saat melihat Mbok Nijah menghampirinya. 

“Ada apa, Mbok?” tanya Gyan dengan ekspresi datarnya. 

“Tuan, ingin sarapan?” tanya Mbok Nijah. 

Gyan melirik sekilas ke arah  jam tangannya, lalu melirik ke ruang makan. 

“Non Gea masih di kamarnya, Tuan.” 

Seakan mengerti dengan tatapan dari majikannya, akhirnya Nijah memberanikan diri untuk mengatakannya. Mendengar Gea masih berada di dalam kamar membuat Gyan mengernyitkan kedua alisnya. 

“Apa dia masih tidur?” 

Mbok Nijah langsung menggeleng dengan cepat. “Nona sudah bangun dari subuh tadi, Tuan. Bahkan nona Gea juga yang memasak sarapan pagi ini.  Mungkin saat ini nona Gea sedang merapikan kamarnya,” jawab mbok Nijah. 

Gyan sedikit diam sejenak, dan kemudian kembali menatap mbok Nijah. “Saya sarapan di kantor saja, Mbok. Suruh wanita itu sarapan. Mbok dan yang lainnya juga sebaiknya yang menghabiskan sarapan buatan wanita itu. Saya berangkat dulu, Mbok.” 

Gyan berlalu begitu saja meninggalkan mbok Nijah dengan perasaan nyerinya. Padahal dia hanya seorang pelayan di rumah itu, tapi entah kenapa setelah mendengar ucapan tuannya itu yang enggan menyebut nama istrinya di hadapan orang lain membuat mbok Nijah merasakan sakit di dadanya. Mbok Nijah tidak bisa bayangkan betapa sakitnya hati Gea jika mendengar ucapan suaminya tadi. 

“Astaghfirullah,” gumam mbok Nijah seraya mengusap dadanya. 

“Kenapa tuan masih belum bisa menerima kehadiran nona Gea, dan selalu bersikap kasar dengannya? Padahal nona Gea sangat baik, berbeda dengan nona Vira,” ucap mbok Nijah kembali. 

Mbok Nijah pun memilih untuk kembali ke dapur dan memanggil Suaib. Tanpa mbok Nijah ketahui, Gea mendengar apa yang dikatakan Gyan sebelum dia berangkat bekerja. Bahkan ia juga mendengar apa yang digumamkan mbok Nijah tadi.  

Mata Gea sudah berkaca-kaca. Sekali kedip pun air matanya sudah jatuh. Gea segera menghapus air matanya dengan kasar. Wanita itu pun menghela nafasnya dalam-dalam guna menghilangkan rasa sesak dalam hatinya. 

Tadi sebenarnya Gea tidak kembali ke kamarnya. Tetapi ia pergi ke taman belakang untuk melihat Mang Ujang merapikan bunga-bunga mawar milik Shireen. 

NOT CONSIDERED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang