46. Empat Puluh Enam

800 13 0
                                    

Sudah tiga hari berturut-turut Abyan selalu datang ke rumah kontrakan Hesty. Abyan akan datang pagi-pagi untuk melihat kondisi Hesty, dan datang kembali setelah ia pulang dari kantornya. Padahal Hesty sudah melarang pria itu untuk datang dengan alasan tidak enak dengan tetangga. 


Tapi Abyan punya seribu cara untuk tetap datang ke tempat tinggal Hesty. Bahkan Abyan dengan terang-terangan meminta Hesty untuk tinggal di apartemen miliknya. Namun, dengan cepat Hesty menolak. 


Malam ini Abyan baru saja tiba di apartemennya. Setelah membersihkan diri, ia pun merebahkan tubuhnya di kasur. Abyan menatap lurus ke langit-langit kamarnya dengan tangan kirinya di atas keningnya. 

“Kenapa aku jadi kepikiran ucapan Mbok Nijah, ya?” monolog Abyan. 

Abyan mencoba memejamkan matanya. Namun, dengan cepat ia membukanya lagi. 


Abyan menggeleng dengan cepat. “Issshh, kenapa wajah Hesty terus melintas di pikiranku?” Abyan mengusap wajahnya kasar. 

Lalu ia pun segera bangun dan duduk bersandar di dashboard tempat tidur. Abyan mengambil ponselnya yang diletakkan di atas nakas. Ada rasa kecewa saat melihat aplikasi hijau di ponselnya. 

“Kenapa aku berharap malam ini Hesty mengirim pesan untukku?” Abyan menghela nafas beratnya. 

“Dia sedang apa, ya? Apa aku telpon dia saja?” 


“Tapi…” pria itu kembali merasa sangat ragu. 


Aarrrggghhh,” Abyan mengacak-acak rambutnya. 

Perasaannya benar-benar tidak karuan. Pikirannya selalu tertuju pada Hesty. Padahal tadi dia cukup lama berada di kontrakan wanita itu. 

Abyan menengadahkan kepalanya dan kembali menatap ke atas langit-langit kamarnya. Pria itu kembali menghela nafasnya, dan memilih untuk bangun dari tempat tidur. 

Abyan membuka pintu balkon kamarnya, lalu duduk di kursi sambil menyalakan satu batang rokok. Kepulan asap keluar dari bibirnya, matanya lurus ke depan memperhatikan bintang dan bulan yang hadir di malam ini. 


Perasaan bimbang dan gelisah terus dirasakan Abyan. Entah kenapa hatinya merasa sangat sepi, hingga menciptakan ruang rindu pada sosok wanita yang sudah beberapa bulan menjadi sekretarisnya itu. 


Abyan kembali menghela nafasnya. “Huff, kenapa aku sangat merindukannya?” Abyan kembali bermonolog dalam hatinya. 

Dalam hati gelisah karena kerinduannya terhadap Hesty. Akhirnya Abyan beranjak dari kursi dan meninggalkan balkon. Ia meraih jaket dan kunci motornya.


Abyan keluar rumah menggunakan motor NMax-nya. Abyan sengaja memakai motor karena ingin mempersingkat waktu. Dirinya sudah tidak bisa menahan rasa rindu yang sejak tadi ditahan olehnya.


Sementara itu di kontrakan Hesty, wanita itu masih belum tidur. Sejak tadi ia pun merasakan  sesuatu hal yang membuat hatinya resah, dan itupun Hesty tidak tahu kenapa dirinya bisa merasakan sesuatu yang begitu mengganjal di dalam hatinya. Ada secuil rasa rindu pada seseorang yang sudah beberapa hari memberi perhatian padanya. 


Hesty berjalan sedikit  tertatih-tatih untuk keluar dari kamarnya. Kakinya masih sedikit sakit, namun tidak separah beberapa hari yang lalu. Ia terus berjalan ke arah pintu utama, lalu membukanya. 

Hesty duduk di kursi yang ada di depan teras kontrakannya. Matanya menatap ke atas langit dimana bulan purnama bersinar terang. 

Hesty tersenyum. “Indah sekali bulannya,” gumamnya yang masih terpesona pada bulan malam ini. 


NOT CONSIDERED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang