Sementara itu di ruang kerja, Gyan terus menatap sebuah foto di dalam bingkai kecil yang selalu ia letakkan di meja kerjanya.
Foto dimana dirinya sedang merangkul Vira seraya tersenyum pada kamera. Gyan tersenyum getir kala mengingat semua kenangannya bersama Vira. Gyan baru menyadari kalau Vira selalu menolak dirinya untuk mencium kekasihnya itu. Ketika Gyan hendak mencium bibir Vira, wanita itu selalu menolak dengan alasan belum terikat dengan pernikahan. Jadi, Vira takut kalau dirinya akan berdosa.
Gyan yang berpikir positif dan sangat mencintai Vira pun hanya memakluminya saja. Justru Gyan sangat bangga memiliki Vira yang tahu akan batasan ketika berpacaran. Sampai Gyan berpikir bahwa Vira sangat berbeda dengan wanita diluar sana yang senang sekali mengumbar atau menyerahkan mahkota mereka pada pria yang belum tentu menjadi suaminya kelak. Itulah sebabnya Gyan sangat menyayangi dan menjaga Vira.
Dengan tatapan sendu, Gyan mengusap kaca bingkai itu.
“Kenapa kamu lakukan ini padaku, Vira? Kenapa kamu memilih pria itu untuk menjadi suamimu? Bukankah kita sudah membuat janji untuk selalu hidup bersama?”
Air mata yang sejak tadi ditahan, kini turun dan sempat membasahi pipinya. Namun, dengan cepat Gyan menghapusnya dengan kasar.
Pagi menjelang, seperti biasa Gea selalu bangun pagi. Membantu Mbok Nijah menyiapkan sarapan untuk mereka semua yang ada di rumah berlantai 2 tersebut. Walau tidak membantu keseluruhan, karena Shireen melarang Gea untuk mengurus semuanya.
Kini semuanya sudah berkumpul, tetapi tidak dengan Mbok Nijah dan Mang Suaib. Karena sudah ada Shireen dan Nadeem yang akan menemani Gea sarapan.
Gyan pun turun dan terlihat sudah rapi dengan setelan kantornya. Begitu pula dengan Nadeem yang juga sudah rapi. Sepertinya mereka berdua akan berangkat ke kantor bersama-sama.
“Kita sarapan dulu, baru berangkat ke kantor. Jangan sia-siakan makanan yang sudah tersaji,” Nadeem menepuk pundak putranya dan berlalu mendahului Gyan menuju meja makan.
Dengan langkah gontai Gyan pun mengekor di belakang Nadeem. Gyan sempat melirik ke arah Gea yang juga sedang tersenyum padanya. Namun, Gyan enggan menanggapi atau menyapa Gea.
Shireen menuangkan dan mengambilkan nasi beserta lauk untuk sang suami. Kegiatan itu pun tidak luput dari pandangan Gea. Gea pun melirik ke arah Gyan yang duduk disebelahnya. Gea mengalihkan pandangannya ke arah Shireen, dan wanita itu pun mengangguk dan tersenyum. Mengisyaratkan, kalau Gea bisa melakukan hal yang sama dengannya.
Gea pun segera mengambil piring Gyan. Namun, dengan cepat pria itu mencegahnya.
“Aku bisa sendiri,” ketus Gyan.
Gea kembali menarik tangannya, sementara Shireen sudah menghela nafasnya. Karena sikap Gyan yang masih saja ketus dan dingin pada Gea.
“Gyan, biarkan Gea yang mengambilkan nasi beserta lauknya untukmu,” tegur Shireen.
“Aku bukan anak kecil, Mom. Aku bisa sendiri,” jawab Gyan dengan suara datarnya.
“Kamu menyindir Daddy, Gyan?” tanya Nadeem merasa dirinya sedang disindir oleh sang anak.
Gyan berdecak. “Aku tidak sedang menyindir Daddy. Aku hanya mengatakan kalau aku bisa sendiri,” sahut Gyan yang tidak mau kalah dengan sang ayah.
Shireen menghela nafasnya. “Sudah cukup, tidak baik ribut di depan makanan,” celetuk Shireen.
Mereka pun hanya bisa diam, tanpa berkomentar lagi. Apa yang dikatakan Shireen memang benar adanya. Mereka pun makan dengan diam, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Sesekali Gea memberanikan diri untuk melihat sang suami yang begitu lahap memakan sarapan pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT CONSIDERED (21+)
Romance(Jangan lupa tinggalkan jejak, komen & vote nya ya geys. Terimakasih 🥰🙏) 💚 Kisah Geani sebagai istri yang kehadirannya tidak pernah dianggap. Bahkan tidak pernah dicintai, karena bayang-bayang sang mantan kekasih suaminya selalu melekat dalam di...