34. Ziva Tahu

837 16 0
                                    

Hari pun terus berlalu, kini tidak terasa sudah satu bulan Gea tinggal di rumah Gyan. Padahal waktu itu Gea hanya memberi batas waktu sampai pesta Ziva selesai. Namun, nyatanya tidak sesuai dengan apa yang telah Gea berikan pada Gyan. 

Pagi ini Gea belum berangkat ke restoran, akan tetapi Gyan sudah sejak jam 7 berangkat ke kantor bersama Alex. 

Wanita itu duduk termenung memikirkan semua hal-hal yang telah ia lalui bersama Gyan. Gea mengingat betapa gigihnya Gyan memperjuangkan kembali dirinya untuk mendapatkan kesempatan kedua dengan cara selalu ada untuk Gea dan calon buah hati mereka. 

Gea menghela nafasnya, ketika mengingat semuanya yang dilakukan oleh suaminya itu. Terkadang ada rasa kasihan terhadap Gyan yang selalu diabaikan olehnya. Padahal Gea sangat tahu, kalau apa yang dilakukan Gyan semuanya benar-benar tulus dari hati pria itu. Namun, entah kenapa dirinya masih saja merasakan ketakutan akan sebuah pengkhianatan yang dilakukan Gyan. Terlebih ia ingat dengan apa yang pernah dialami oleh sang ibu. Walau ia tahu cerita sebenarnya seperti apa. 

Gea mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?” monolognya seraya menengadahkan kepalanya ke belakang. 

Sejenak Gea ingin sendirian dan merenungkan bagaimana kelanjutan rumah tangganya dengan Gyan. Ia pun memilih untuk menemui Nike di panti asuhan. 

Sementara itu di perusahaan, Gyan dan Alex sedang sibuk mempersiapkan beberapa berkas untuk rapat yang akan diadakan siang ini. 

Baru saja satu setengah jam Gyan berada di kantor, kini perasaan rindu pada Gea membuatnya tidak tahan ingin menghubungi istrinya itu. Gyan meraih ponselnya yang ada di meja kerjanya dan langsung mendial nomor Gea. 

“Assalamualaikum,” 

Gyan terlihat tersenyum saat mendengar salam dari Gea di seberang sambungan teleponnya. 

“Waalaikumsalam, kamu lagi apa?” tanya Gyan dengan senyum yang tidak surut dari wajahnya. 

Alex menaikkan satu alisnya saat mendengar Gyan sedang berbicara oleh seseorang di telepon. Alex memicingkan matanya sambil mencuri dengar, dengan siapa Gyan berbicara lembut di telepon. Bagaimanapun juga Alex yang sebagai seorang kakak dari Gea, akan selalu menjadi garda terdepan untuk sang adik. 

“Eum, aku baru saja ingin ke panti.”  Jawab Gea. 

“Kamu tidak ke restoran?” tanya Gyan kembali. 

Mendengar Gyan menyebut restoran membuat Alex bernafas lega. Kini ia tahu dengan siapa Gyan berbicara. Alex pun kembali melanjutkan pekerjaannya dalam memeriksa semua berkas yang mereka butuhkan untuk rapat hari ini. 

“Sepertinya tidak. Tadi aku juga sudah menghubungi Hans dan memintanya untuk memantau semuanya. Lalu, apa ada sesuatu yang membuatmu menghubungiku?” 

Gyan tersenyum lebar mendengar pertanyaan terakhir Gea. “Aku merindukanmu dan calon bayi kita,” jawab Gyan tanpa ragu. 

Alex yang mendengar Gyan berkata seperti itu hanya bisa mendengus kesal. Dirinya merasa sedikit tersinggung, karena jiwa jomblonya sudah meronta-ronta. 

Sementara Gea terdiam mendengar ucapan Gyan yang mengatakan sedang merindukannya. Ada rasa senang, tapi rasa takutnya lebih besar dari rasa semuanya. 

“Kenapa kamu diam, sayang? Aku merindukanmu, apakah kamu tidak merindukanku?” 

Gea menarik nafas dalam-dalam. “Mas, aku harus segera berangkat. Takut nanti kesiangan,” jawab  Gea cuek.

NOT CONSIDERED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang