18. Permintaan Maaf

1.6K 28 0
                                    

Gyan berdiri di dekat jendela kamarnya, menatap lurus ke arah luar jendela. Nampaknya pemandangan diluar sana lebih nyaman untuk dinikmati malam ini.  Padahal langit malam ini nampak mendung, karena sejak tadi terlihat jelas kilatan cahaya petir yang diiringi suara gemuruh di langit sana.

Gyan menenggak wine sedikit demi sedikit, sampai rasa pahit dan panas terasa di tenggorokannya. Detik kemudian helaan nafas keluar dari rongga bibirnya. Gyan menaruh gelas yang berisikan wine tersebut di atas nakas. Tekadnya sudah bulat untuk memperbaiki semuanya dengan mencoba menerima pernikahannya bersama Gea. Walau mungkin terlambat, Gyan akan tetap mencoba memperbaikinya.

Gyan berjalan keluar dari kamarnya, lalu menuju kamar Gea. Pria itu mengetuk pintu kamar Gea setelah tiba di depan pintu kamar.

Gea membuka pintu dan cukup terkejut melihat Gyan sudah berdiri di depan pintu.

“A-ada apa, Tuan?” tanya Gea dengan sedikit ketakutan.

Gyan dapat melihat Gea yang masih saja merasa takut atau gugup padanya. Gyan menghela nafasnya, ia sadar kalau sikapnya memang tidak sangat baik pada Gea.

“Bisa kita bicara sebentar?” tanya Gyan dengan lembut.

Gea tertegun mendengar pertama kali Gyan berbicara lembut padanya. Perlahan ia pun mengangguk pelan, membuat Gyan tersenyum. Lagi-lagi Gea dibuat tercengang dengan senyum yang Gyan tunjukkan padanya.

“M-mau bicara dimana?” tanya Gea.

“Di dalam kamarmu juga boleh,” jawab Gyan yang tiba-tiba mendadak gugup.

Gea pun membuka lebar pintu kamarnya, Gyan menghembuskan nafasnya kasar karena rasa gugupnya itu sebelum masuk kedalam kamar Gea.

Kini keduanya telah duduk di kursi yang ada dekat dengan tempat tidur. Dengan meja kecil sebagai pembatas diantara mereka.

“Gea,” suara Gyan kembali terdengar begitu lembut di telinga Gea.

Gea mengangguk. “Iya, Tuan.”

Gea masih terlihat sangat bingung dengan sikap Gyan malam ini. Akan tetapi wanita itu tetap berusaha untuk tetap bersikap biasa saja. Sampai ia berusaha menutupi rasa takutnya pada Gyan. 

“Ge, mulai sekarang tolong jangan panggil aku Tuan. Itu terdengar sangat aneh,” susah payah Gyan bersikap biasa seperti Gea saat ini.

Gea terkejut dan bingung mendengar ucapan Gyan. Belum lagi dia merasa gugup dan takut, tambah lagi Gyan berkata seperti itu dan membuatnya dilanda kebingungan.

“B-bukankah itu permintaan kamu, Tuan. Kamu yang memintaku untuk…”

“Iya, memang aku yang memintanya. Tapi bisakah mulai malam ini kamu jangan memanggilku seperti itu,” potong Gyan dengan tegas.

Gea semakin tercengang  dan bingung dengan sikap Gyan. “T-tapi kenapa?” tanya Gea.

“Karena aku suamimu,” Gyan kembali bersikap tegas menjawab pertanyaan Gea.

Gea kembali tercengang, namun beberapa detik kemudian ia tertawa hambar.

“Hahaha, kenapa anda berkata seperti itu? Kenapa anda baru mengakui kalau anda adalah suamiku? Bukankah anda paling tidak suka mengakuinya? Bahkan kamu tidak pernah menganggapku ada, Tuan.”

Deg

Pertanyaan Gea begitu mencelos di hati Gyan. Memang dulu Gyan sendirilah yang meminta Gea untuk tidak pernah menganggap dirinya suaminya. Walau permintaan Gyan selalu digubris oleh Gea. Tapi kini Gyan sendirilah yang meminta Gea untuk kembali menganggap dirinya suaminya. Seperti menjilat ludahnya sendiri, begitulah yang Gyan rasakan saat ini.

NOT CONSIDERED (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang