Dokter Arsya sedang memeriksa kondisi Gyan. Dengan begitu teliti Arsya memeriksa keseluruhan dari suhu, tekanan darah hingga detak jantung dan pernafasan Gyan.
"Apa yang kamu rasakan, Gyan?" tanya Arsya.
"Hmm, kepalaku sudah beberapa hari ini terasa sangat berat. Perutku juga sering merasa mual dan ingin muntah," jawab Gyan.
Dokter Arsya mengernyitkan dahinya mendengar jawaban sahabatnya itu. Ya, Arsya dan Gyan sudah lama kenal. Karena keduanya adalah teman sekolah menengah atas dulu.
Arsya sedikit memukul-mukul pelan perut Gyan. "Kembung," Arsya mencopot stetoskop yang dikenakannya.
"Bagaimana dengan nafsu makanmu?" tanya Arsya lagi.
"Tidak ada nafsu untuk makan sama sekali. Tapi ada satu makanan yang sering aku makan," Arsya langsung menaikkan satu alisnya mendengar jawaban Gyan.
"Apa?"
"Rujak,"
Arsya mendelikkan matanya, pria itu benar-benar sangat terkejut dengan jawaban Gyan. Di belakang Arsya, Alex seperti orang yang sedang mengingat-ingat apa yang sering dipesan Gyan saat jam makan siang. Alex pun membulatkan matanya saat ia teringat dengan apa yang sering diminta Gyan.
Arsya menoleh ke arah Alex, seperti sedang minta penjelasan pada pria itu. Alex yang ditatap Arsya pun langsung menundukkan kepalanya dan membuat dokter muda itu menghela nafasnya.
"Haah, sepertinya yang harus diperiksa itu bukan hanya kamu saja, Gyan. Tapi istrimu juga harus diperiksa," Arsya menatap intens ada Gyan.
Mendengar ucapan Arsya membuat Gyan mengerutkan kedua alisnya.
"Kenapa wanita itu juga harus diperiksa? Dia tidak kenapa-kenapa. Yang sakit itu aku bukan wanita itu," kesal Gyan dengan suara sedikit keras.
Arsya menggaruk keningnya, terdengar helaan nafas dari pria itu yang seakan harus bersabar menghadapi sikap Gyan. Baru saja Arsya ingin menjawab pertanyaan Gyan, pintu kamar terbuka dan semuanya pun menatap ke arah pintu.
Gea masuk sambil membawa nampan yang berisikan mangkuk yang di dalamnya ada bubur buatannya, dengan segelas air. Melihat kedatangan Gea dengan sigap Alex membantu membawa nampan tersebut.
"Terimakasih, Lex."
Alex mengangguk. "Sama-sama, Nona."
Interaksi keduanya tidak luput dari tatapan Gyan. Sementara Arsya hanya memperhatikan Gyan, Gea dan juga Alex. Arsya tersenyum sinis saat menyadari tatapan Gyan sangat berbeda ketika melihat interaksi Alex dan Gea. Bahkan Arsya langsung mengulum senyumnya.
Sementara Alex sendiri langsung menaruh nampan tersebut di atas nakas. Sedangkan Gea masih berdiri tidak jauh dari pintu, karena ia takut Gyan marah kalau mendekat.
Arsya menoleh dan tersenyum pada Gea. "Kenapa anda hanya berdiri disana, Nona? Mendekatlah," Arsya melambaikan tangannya pada Gea dan mengajaknya untuk lebih mendekat.
Gea nampak ragu, tatapannya bertemu dengan Gyan yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Mendekatlah, Nona."
Gea mengalihkan tatapannya ke arah Alex. Dengan ragu wanita itu pun akhirnya mendekat ke arah ranjang dimana Gyan sedang terbaring sambil menatapnya dengan tatapan dingin.
Arsya masih memasang senyuman di wajahnya. "Nona, boleh saya memeriksa kondisi anda?" Gyan langsung menyenggol paha Arsya yang sedang duduk itu.
Matanya Gyan melotot ke arah Arsya. Membuat dokter itu menaikkan satu alisnya. Seakan sedang bertanya 'kenapa? Apa ada yang salah?'. Arsya pun mengabaikan tatapan tajam Gyan dan beralih menatap Gea dengan senyum lembutnya. Membuat Gyan semakin kesal oleh Arsya. Entah disengaja atau tidak, tapi memang seperti itulah yang dilakukan oleh Arsya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT CONSIDERED (21+)
Romance(Jangan lupa tinggalkan jejak, komen & vote nya ya geys. Terimakasih 🥰🙏) 💚 Kisah Geani sebagai istri yang kehadirannya tidak pernah dianggap. Bahkan tidak pernah dicintai, karena bayang-bayang sang mantan kekasih suaminya selalu melekat dalam di...