“Mbak hana, aku pulang ya? Besok kita main lagi”. Ucap zira sambil tersenyum ke arahku dalam pangkuan mas fajar.
Sejenak aku menghela nafas panjang dan melupakan rasa kekhawatiranku terhadap sikap mas fajar, “iya zira, kalau kamu mau main lagi nanti telepon mbak dulu ya”.
Gadis itu mengangguk sambil menghabiskan kerupuk kulit kemasan yang berada di tangannya.
“Terima kasih ya hana, sudah mengajak zira bermain dan makan di sini. maaf jika merepotkan”. Ucap mas fajar yang ternyata ia tertarik untuk berbicara kepadaku. Padahal aku sempat berpikir bahwa mas fajar akan marah dan tidak ingin menemuiku lagi bahkan berbicara padaku dengan senyuman manis di bibirnya yang menjadi sumber semangatku.
“sama-sama mas”. Sahutku yang awalnya ingin mengeluarkan banyak kata namun malah ku urungkan karena aku takut akan salah kata.
“Kita pamit pulang ya hana, sebentar lagi sudah mau masuk waktu zuhur soalnya”. Timpal mbak aish yang selesai merapikan alat makannya kemudian ia berdiri tepat di samping mas fajar.
Mereka pun segera pergi dari tempat ini, walau pun aku melihat tidak ada ekspresi amarah dari wajah mas fajar, tapi tetap saja aku belum merasa puas dengan hari ini, pasalnya tidak ada satu momen pun yang aku nikmati bersama mas fajar, karena semuanya hancur setelah kehadiran samudra di antara kami.
Di malam hari aku masih merasa ada yang mengganjal dan harus ku selesaikan sekarang sebelum hal ini menjadi alasan tidurku tidak akan tenang, sehingga aku pun memutuskan untuk mengirim pesan singkat pada mas fajar dan meminta maaf atas apa yang terjadi pada hari ini terutama dengan kehadiran samudra yang membuat dirinya tidak nyaman.
Aku pun segera membuka layar ponselku lalu ku mulai mengetik beberapa huruf yang tertera pada keybord handphone-ku,
Assalamu’alaikum, maaf mas malam malam mengganggu, aku cuma mau minta maaf atas apa yang terjadi siang tadi di alun-alun, kehadiran samudra sungguh di luar ekspektasi-ku. Dia tiba-tiba datang sendiri tanpa aku undang. Dia hanya teman sekelasku dulu, tidak ada hubungan lebih di antara kita.
Setelah pesan itu berhasil terkirim pada nomor mas fajar aku sempat merasa khawatir jika pesan dariku tidak mendapat jawaban darinya, hingga selama 5 menit aku menunggu pun tak kunjung ada balasan pesan dari mas fajar.
Aku takut, takut mas fajar akan membenci bahkan tidak ingin mengenaliku lagi. Batinku.
“mas fajar kenapa ya? Ko ga bales chatt aku sih”.
Ting!.
Wa’alaikumussalam hana, mohon maaf aku baru sempat membalas pesan ini, barusan aku habis dari warung karena ibu minta tolong belikan gas.
Soal teman pria-mu itu aku sama sekali tidak mempermasalahkannya hana, maaf juga tadi aku sempat pergi karena karim meminta tolong menjemputnya di jalan, motor dia mogok. Kamu jangan khawatir ya hana, aku ga marah sama kamu ko.
Balasan dari mas fajar ternyata membuat ujung bibirku sedikit tertarik. Bagai mana bisa dia menyangka aku mengira dia marah padaku? Apa dia bisa membacanya dari ekspresi dan raut wajahku? Aku masih belum memahami akan hal itu.
Jari jemariku kembali tertarik untuk membalas kembali pesan dari mas fajar, mas fajar beneran ga marah sama aku?
Dan tanpa menunggu waktu yang lama mas fajar pun kembali membalasnya, tidak hana, bila perlu besok kita bertemu lagi?
Sungguh ini balasan darinya? Aku tidak pernah menyangka dia sebaik ini padaku, dan akhirnya aku membalas lagi pesan darinya dengan perasaan penuh bahagia, ga usah mas, malu sama mbak aish.
Kalau malu, nanti mbak aish aku masukin ke kantong baju aku ya.
Dengan tanpa terasa aku tertawa sendiri membaca balasan pesan dari mas fajar, tak ku sangka pria yang selama ini aku tahu sangat pendiam dan tidak banyak bicara ternyata dia bisa se-asyik ini jika sudah kenal lebih dekat.
Malam semakin larut, tapi aku tak peduli. Bahkan aku pun lupa dengan rasa ngantuk yang umumnya terjadi di jam-jam seperti ini, aku rasa waktu berjalan sangat cepat sehingga aku yang tak ingin mengakhiri obrolan pesan ini, tapi harus terpaksa di hentikan karena mas fajar menyuruhku untuk segera tertidur karena menurutnya tidak baik jika terlalu tertidur di tengah malam.
***
Pagi ini aku kembali membantu mbak wulan mempersiapkan peralatan dagangnya dan kembali membantunya berdagang di kedai, kali ini bukan karena ada alasan, karena memang aku menolak untuk bertemu lagi dengan mas fajar. Alasannya aku belum siap mbak aish mengetahui akan hal ini karena aku sedikit merasa malu padanya.
Namun ketika aku sedang membantu mbak wulan melayani beberapa pengunjung kedai, tiba-tiba saja ada seseorang berseragam jasa pengiriman paket datang menghampiriku dan memberi sebuah paket kotak berwarna coklat, “atas nama mbak hana?”.
Aku yang masih merasa kebingungan pun sedikit gugup ketika menyahutinya, “i-iya, saya hana”.
“maaf mbak ada paket atas nama mbak, boleh saya minta tanda tangan sebagai bukti barang telah di terima?”. Ucap pria itu sambil menyerahkan kotak paket itu dan selembaran kertas serta bolpoin padaku.
Setelah aku selesai menulis tanda tangan sesuai perintahnya, ia pun segera pergi setelah mengucapkan terima kasih.
“Non hana belanja online ya?”. Tanya mbak wulan.
“engga mbak, aku belum sempat update aplikasi belanja online-ku”. Sahutku yang masih menatap dan menebak isi paket ini.
“yasudah non buka aja, siapa tau dari bapak kan?”.
Papa? Apa iya ini kiriman dari papa? Apa isinya? Dan apa maksudnya? Kenapa papa tidak menghubungiku terlebih dahulu?.
“aku buka ya mbak”. Ucapku sambil menjatuhkan tubuh pada bangku dekat gerobak sambil membuka bungkus paket ini.
Sreeeettt.
Sebuah kain persegi berwarna silver dengan motif bunga-bunga kecil di setiap sisinya. Cantik. Sangat cantik. Tapi dari siapa hijab ini?
“wah. Hijabnya bagus banget non, kalau non pakai pasti cantik banget”. Puji mbak wulan.
“mbak wulan bisa aja, tapi ini dari siapa ya?”.
“eh itu ada surat non, coba buka aja, siapa tau ada nama pengirimnya.” Ucap mbak wulan sambil menunjuk ke arah sebuah kertas kecil yang menyelip di sudut kotak paket ini.
Assalamu’alaikum, hana! Bagaimana hijabnya? Kamu suka? Maaf aku tidak bermaksud apa pun mengirim paket ini, kebetulan tadi pagi aku mengantar ibu belanja ke pasar dan aku melihat hijab ini sangat cantik, aku rasa cocok jika kamu kenakan. Tapi maaf aku Cuma kasih satu saja ya hana, semoga kamu suka.
Fajar.
“fajar? Anak satri yang kemarin kesini itu kan? Oh Jadi non deket sama dia ya? Cie udah di kasih hijab segala”. Ledek mbak wulan sambil mencolek daguku.
Indah? Ini sangat lebih dari indah. Bahkan aku tidak pernah berpikir atau berharap mas fajar akan memberikan sesuatu padaku. Bahkan ini? Hijab ini sangat cantik, aku suka ini.
Rasa bahagiaku tak karuan, bibir ini pun tak henti-hentinya tersenyum sambil terus menatap isi surat dan menggenggam kain hijab ini.
“ciee.. non suka ya sama mas fajar?”. Ucap mbak wulan yang cukup mengagetkanku.
“eh, engga mbak. Kata siapa!”.
“Jangan bohong non, itu kelihatan pipinya merah loh”.
“Masa sih mbak?”. Aku yang tidak percaya dengan perkataan mbak wulan pun segera mengambil sebuah cermin kecil dari dalam laci gerobak bakso mbak wulan dan ku perlihatkan wajahku di hadapannya.
“mana mbak? Ga merah ko”.
“ciee.. non hana salting ya.. mbak juga dulu pernah kayak gitu pas masih muda”. Ledeknya lagi.
“Mbak wulan ih... ledekin aku terus.....” aku yang merasa malu pada mbak wulan pun tak sengaja mencubit lengan mbak wulan dan ia mampu menepis tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum, Hana! (Tamat)
Подростковая литератураHana tidak menyangka setelah kepergian mamanya hidupnya terasa semakin sulit, bahkan ketika kehadiran mama baru di rumahnya membuat suasana jadi semakin buruk. wanita itu sering berbicara buruk tentang Hana pada papa. bahkan dia sering menuduh hal b...