Bab 23 - ketika jatuh cinta

89 17 26
                                    

Tanpa terasa kami pun telah sampai di halaman rumah mbak wulan, aku pikir waktu sangat curang padaku karena hanya memberiku kesempatan emas ini hanya sebentar, tapi nyatanya menang jarak dari tempat kejadian kejahatan itu tidak terlalu jauh dari kediaman mbak wulan.

“Terima kasih ya mas, sudah antar aku sampai sini”. Ucapku sambil merapikan hijab yang sedikit berantakan karena terkena hembusan angin di jalan.

“Sama-sama, yang terpenting aku bisa memastikan kamu sampai rumah dengan aman”. Sahutnya yang ternyata kini ia mulai sering menebarkan senyumannya ke arahku.

Jujur saja aku masih belum terbiasa dengan mas fajar yang seperti ini, karena ketika melihatnya tersenyum ke arahku, membuat perasaan cinta yang mulai tertanam di dalam hati ini semakin bergejolak.

“oh iya, jangan lupa hadir lusa ya, di acara pengajian balai desa.”

“insya allah mas, nanti aku hadir.”

“ya sudah, aku pamit pulang ya. Assalamu’alaikum, Hana!”

“Wa’alaikumussalam,  hati-hati mas.”


***


Malam ini sungguh sangat terasa indah, bulan yang kini berbentuk bulat utuh dengan di temani ribuan bintang yang menghiasi langit Magelang, aku pikir setelah hujan tadi siang langit malam akan menjadi sunyi,  namun ternyata aku salah, bahkan semesta pun menyertai perasaanku yang penuh suka cita.

“Non hana, belum tidur?” Tanya mbak wulan yang cukup mengagetkanku yang sedang duduk di teras rumah sambil memandang ke arah langit.

“Eh mbak wulan.. enggak, aku belum ngantuk.” sahutku gugup.

“belum ngantuk atau lagi mikirin seseorang? Sekarang udah jam 10 malam loh, biasanya non hana sudah tidur.”

“mbak so tau deh, siapa juga yang lagi mikirin seseorang. Orang aku lagi seneng aja lihat bintang sama bulan, bagus banget?” sahutku yang kembali tersenyum ke arah lagi langit, tetapi....

“Astaghfirullahal adzim”

“kenapa non?” mbak wulan segera mendekat dan memegang kedua bahuku.

“eng-enggak mbak, aku gapapa ko.”

“yang bener non? Non kenapa? Kok tiba-tiba istighfar sambil nutup mata?”

“eh itu...tadi ada debu masuk mbak, iya aku tadi sedikit kelilipan makanya kaget”

“oh gitu, yaudah saya masuk ke dalam ya, non jangan tidur terlalu malam ya, nanti sakit.”

“iya mbak.”

Apa ini? Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba bayangan mas fajar ada di hadapanku? Seolah-olah dia sedang tersenyum bersama bintang-bintang yang sedang ku pandangi keindahannya.

Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Apa semua orang yang sedang jatuh cinta akan segala ini, sama sepertiku? Yang selalu di ikuti oleh bayang-bayang seseorang yang membuatku jatuh ke dalam hatinya.

Aku terus saja menepuk-nepuk dahiku berharap bayangan mas fajar itu akan hilang dan tidak terus mengganggu pandanganku, namun ketika aku sedang berusaha tiba-tiba ....

Kring!!

Mas fajar meneleponku? Bukan, ini bukan telelon suara, tapi telepon video.

Dengan paniknya aku merapikan seluruh bagian kerudung dan bajuku, hingga aku sudah bisa memastikan penampilanku sudah cukup rapi. Tapi ternyata...

Panggilan telah berakhir.

Sial! Bodohnya aku yang malah menyia-nyiakan kesempatan ini hanya karena sibuk merapikan penampilan, tapi karena aku merasa bersalah, maka aku putuskan untuk kembali menelepon mas fajar.

Tapi..

Kriing...

Panggilan video kembali muncul dari mas fajar, dan kali ini tentunya aku tidak akan menyia-nyiakannya lagi, sehingga aku langsung menjawab panggilan video darinya.

“Assalamu’alaikum, Hana!”

“Wa’alaikumussalam,  ada apa mas nelepon malam-malam?”

“gapapa, Cuma mau tau kabar kamu aja, kamu belum tidur? Kok  masih di luar?”

“Eh..iya, aku belum ngantuk mas, makanya masih di luar.”

“Ya tapi kan di luar dingin, nanti kamu masuk angin lagi.”

“insya allah mas, aku aman ko.”

“Kamu tidur sekarang ya hana, biasakan di sepertiga malam nanti kamu bangun dan sholat tahajjud.”

“insya allah mas, semoga aku bisa istiqomah mengamalkannya ya.”

“Ammiin.. ya sudah, aku tutup teleponnya ya, selamat tidur, Assalamu’alaikum,hana!”

“Wa’alaikumussalam.”

Setelah panggilan telepon video ini berakhir aku sedikit merasa kecewa karena ku rasa hanya sebentar, tapi aku segera mengikuti perintah dari mas fajar untuk masuk ke kamar agar segera beristirahat.

Namun ketika aku berhasil menutup pintu kamar ini..

Rasa bahagiaku semakin menjadi-jadi, tanpa ragu aku meloncat-loncat sambil terus memeluk handphone ini, aku memang sedikit kecewa karena telepon video tadi hanya sebentar, tapi ternyata itu sudah lebih dari cukup, karena jika di teruskan lebih lama lagi sepertinya aku tidak sanggup berhadapan dengan mas fajar terlalu lama lagi.

Ku coba pejamkan mata sambil berdo’a, berharap setelah ini aku akan selalu menemukan kebahagiaan yang selama ini aku nantikan setelah sekian lama aku hidup dalam kegelapan.

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang