Bab 17 - Nomor baru

113 12 3
                                    

“Hana!”. Ucap dua orang gadis di belakangku yang suaranya cukup membuatku terkejut.

Ya, mereka adalah Nisa dan salwa. Kedua gadis ini datang menghampiri sambil menepuk punggungku. “Eh kalian, bikin kaget aja”.

“Lagian mentang mentang baru pegang handphone lagi dari tadi fokus terus ke handphone”. Sahut nisa.

“Iya bener, oh iya minta nomor handphone kamu dong. Biar gampang kita hubunginnya kalo nanti mau main bareng”. Tambah salwa.

“Boleh..” ucapku sambil menyebutkan beberapa angka nomor telepon ku pada mereka dan mereka pun segera mengetik pada layar handphone-nya.

Tanpa terasa sudah menuju pada acara terakhir sebelum pembagian buku raport yaitu pembagian hadiah kepada santri yang berprestasi. Aku tidak berharap lebih karena aku memang belum menguasai beberapa materi dalam pendidikan agama islam di sini. Menurutku, sudah naik kelas saja aku sangat bersyukur.

Dan mas fajar, aku melihatnya naik ke atas panggung karena di panggil oleh pembawa acara sebagai peraih nilai terbaik di kelas 2 sekaligus perwakilan santri yang mendapat juara 1 ketika mengikuti olimpiade antar sekolah islam. Tentu saja karena prestasi nya itu pihak pesantren memberikan apresiasi berupa pembebasan biaya spp selama 1 tahu ke depan, dan pastinya hal itu membuat kedua orang tua mas fajar bangga sekaligus meringankan mereka dalam membiayai mas fajar pada proses belajar di pesantren ini.

Sungguh sangat sempurna pria ini. Aku sempat berpikir apakah bukan hanya aku yang mengagumi pria ini? Apa di luar sana banyak gadis yang sama seperti ku namun belum ku ketahui?.

Dan benar saja, aku baru menyadarinya sekarang. Ketika mas fajar memberikan sambutan terima kasih atas prestasinya, beberapa santri putri yang berada di sekeliling ku berteriak salah tingkah saat menyaksikan penampilan mas fajar. Sedangkan aku? Aku rasa di banding mereka semua para penggemar mas fajar hanya aku saja yang paling buruk dalam bidan ilmu agama.

“mas fajar keren banget ya.. duh jadi suka lagi deh sama mas fajar”. Ucap nisa yang pandangannya terarah pada mas fajar.

“Loh, katanya kapok gamau lagi ngejar mas fajar. Ko sekarang berubah pikiran lagi”. Sahut salwa.

“ya.. gapapa dong. Selagi mas fajar masih jomblo, kesempatan buat aku deketin dia masih panjang lebar”  tambah nisa.

“kamu suka sama mas fajar?”. Tanyaku ragu.

“Iya dulu, duluuuuu banget pas awal masuk pesantren ini, Cuma gara gara mas fajar nya cuek terus dia jadi nyerah deh, eh kenapa sekarang malah suka lagi, aneh kamu”. Dengus salwa pada nisa.

“Ya namanya juga hati ini punya allah subhanahu wata’ala. Dan allah maha membolak balikan hati manusia, wajar aja kalo dulu suka, kemarin engga dan sekarang suka lagi”. Pembelaan nisa itu hanya di balas oleh salwa dengan tatapan sinis sambil melengkungkan bibirnya ke bawah.

Jadi, nisa juga mengagumi mas fajar? Apa pantas aku bersaing mendapatkan hati mas fajar bersama sahabatku sendiri? Tapi untuk urusan hati aku tidak bisa berbohong. Apalagi ini cinta pertamaku, mana mungkin aku akan rela melepaskannya demi orang lain?


***


Acara sudah selesai, pembagian buku raport pun sudah usai, alhamdulillah aku dapat nilai yang baik walau pun masih banyak yang lebih baik di atas ku. Namun aku bersyukur karena tidak mendapat nilai yang buruk.

Sesuai kesepakatan, aku pulang ke rumah mbak wulan, sama seperti keadaan rumah mas fajar. Rumah ini cukup sederhana, tidak ada kemewahan di dalamnya, namun bedanya mbak wulan tinggal di pedalaman kampung, sehingga ia tidak memiliki halaman rumah.

Di sini mbak wulan tinggal bersama suami dan satu anaknya, juga ada kedua orang tua yang sudah renta. Ternyata mereka berdua ini yang merawat anak mbak wulan ketika dulu bekerja di rumahku. Karena mbak wulan berkata bahwa ia dan suaminya kerja untuk menghidupi anak dan kedua orang tuanya. Dan ketika sekarang mbak wulan kembali pada kampung halamannya ia memilih berjualan bakso di wilayah dekat alun alun kota. Karena setelah aku tinggal di pesantren mbak wulan tidak ingin menerima uang upah dari papa, dengan alasan ia tidak merasa di pekerjaan oleh papa. Jika hanya menjengukku dan mengirimkan ku uang serta makanan dari papa itu hanya bagian dari tugasnya sesama manusia yang harus saling membantu.

Rumah ini memiliki 3 kamar, sementara ini aku di tempatkan di kamar anaknya mbak wulan, karena terlihat dari beberapa gambar spiderman yang menempel pada dinding dan lemari pakaian. Kemungkinan anaknya mbak wulan akan tidur di kamar utama bersama mbak wulan, dan jika tempat tidurnya tidak cukup maka suami mbak wulan mungkin tidur di sofa ruang tamu.

Malam ini untuk pertama kali nya aku di ajak makan bersama keluarga mbak wulan. Mereka sangat ramah pada ku, nenek dan kakek serta suami mbak wulan tak henti hentinya menawarkan aku beberapa lauk untuk aku makan dan menyuruhku mengambil kembali porsi makan padaku agar cepat gemuk katanya.

Ya, memang rasanya makan seperti ini sangat nikmat dan tanpa terasa nasi dan lauk dalam piringku cepat kosong, mungkin karena kebersamaan inilah yang membuat kenikmatan makanan menjadi lebih dari biasanya, walaupun dengan lauk seadanya namun menurutku apa pun yang di masak mbak wulan akan terasa lezat di lidah.

Sesekali aku melihat tingkah anak mbak wulan yang selalu bertingkah manja kepada kedua orang tuanya, ya karena memang dia masih kanak-kanak dan juga dia masih menjadi anak tunggal di rumah ini. Menjadikannya satu-satunya anak yang mendapatkan kasih sayang yang penuh dari kedua orang tuanya. Terkadang aku sempat merasa iri dengan keharmonisan yang terjadi pada keluarga ini, meskipun hidup mereka sangat sederhana namun tampak penuh kebahagiaan di dalamnya.

Apalah dayaku yang sudah lama ini di tinggal pergi untuk selamanya oleh mama dan papa yang bersikap sudah tidak peduli padaku membuat hidupku seperti kehilangan sosok kedua orang tua. Namun biar pun begitu aku masih memiliki mbak wulan yang masih selalu sayang dan peduli padaku.

Hari semakin malam, kami pun segera menyiapkan diri untuk beristirahat malam ini di kamar masing masing. Aku melihat handphone-ku yang tergeletak di atas kasur, ketika aku ingin menggapainya aku masih merasa ragu. Haruskah ku kembali meng-aktifkan handphone ku? Tapi aku malas jika samudra akan kembali mengganggu dengan terus menelepon ku.

Tapi jika tidak, aku rindu dengan apa yang ada dalam handphone ku, aku ingin melihat akun sosial mediaku dan mencari beberapa informasi penting yang selama ini belum aku ketahui. Dan pada akhirnya jari jemariku tergerak untuk menyalakan handphone ini, urusan soal samudra biar ku hadapi nanti.

Beberapa saat setelah handphone ku kembali menyala ternyata tak ada lagi pesan maupun panggilan dari samudra. Tapi syukurlah mungkin dia lelah jika terus menggangguku. Namun ketika aku tengah asyik membaca beberapa informasi yang ku temukan di akun sosial mendiaku, tak lama muncul sebuah panggilan telepon dari nomor baru yang tak ku kenali.

Bahaya, apa mungkin ini samudra? Dia sengaja mengganti nomor telepon agar aku tidak mengira ini darinya? Tapi aku sempat berpikir lagi mungkin ini bukan samudra, bisa saja orang lain bukan?
Dan karena aku terlalu lama berpikir ternyata panggilan telepon ini malah keburu selesai. Tidak mengapa, aku tak peduli, dan aku kembali membuka akun sosial mediaku.

Namun tak lama nomor itu mengirim sebuah pesan dari whattsapp yang membuat mataku sedikit terbuka lebar dan senyummu tiba-tiba saja tercipta.

Assalamu’alaikum,  Hana. Ini saya, fajar. Mohon maaf jika saya mengganggu kesibukan kamu. Saya hanya ingin memastikan bahwa nomor yang kamu berikan pada saya itu memang benar.

Ya allah, apa yang sudah aku lakukan? Bisa-bisanya aku enggan menerima telepon yang ku kira dari samudra ternyata dari mas fajar. Bodohnya aku yang menyia-nyiakan kesempatan bisa berbicara dengan mas fajar lewat sambungan telepon. Jika sudah seperti ini bagaimana? Seorang gadis tidak mungkin kembali menghubungi seorang pria bukan? Menurutku itu tidak pantas.

Tapi, sampai kapan aku menunggu mas fajar kembali menelepon ku? Arghh rasanya ingin ku putar kembali waktu dan aku akan langsung mengangkat telepon dari mas fajar saat itu juga. Tapi.. ya sudah lah semuanya sudah terjadi.

Dan kini yang bisa ku lakukan adalah membalas pesan dari mas fajar walau pun tanpa berbicara.

Wa’alaikumussalam,  saya minta maaf mas fajar, bukanya saya sibuk tapi barusan saya sempat berpikir nomor baru ini siapa? Saya takut orang jahat. Padahal saya pernah memberi nomor ini pada mas fajar. Ya sudah nomor mas fajar ini saya simpan dulu ya.

Segera ku simpan kontak mas fajar dengan tulisan ‘mas fajar <3’ . Sedikit berlebihan sih tapi terserah aku kan? Tidak akan ada juga yang tahu karena handphone ini aku kunci layar dengan pola yang tidak ada satu orang pun tahu.

Dan tak lama mas fajar pun kembali membalas pesan padaku dan akhirnya kita saling membalas pesan dengan saling bertukar pertanyaan satu sama lain mengenai kehidupan kita dan kegiatan selama di pesantren. Dan di akhir pesan mas fajar ternyata besok ia mengajakku bertemu di alun-alun kota, sungguh? Aku seperti bermimpi.

Namun kita bertemu tidak hanya berdua, tentunya aku akan pergi bersama mbak wulan yang sekaligus akan mengunjungi warung bakso nya, dan mas fajar juga akan mengajak mbak aish dan zira adik kecilnya.

Sungguh aku nikmati malam ini dengan penuh kebahagiaan dan perasaan yang berbunga bunga, karena untuk pertama kalinya aku akan bertemu, bertatap wajah dan berbincang tanpa ada penghalang bersama mas fajar, walau pun di sana ada mbak aish dan zira namun itu bukan masalah besar bagiku, lagi pula aku pun juga rindu ingin bertemu zira, si gadis kecil lucu dan menggemaskan yang sangat ku harapkan ia juga nantinya akan menjadi adikku.

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang