Bab 52 - pelaku sudah terungkap

54 12 12
                                    

Setelah selesai melalui proses pengambilan darah, aku pun di persilakan oleh perawat untuk kembali keluar dari ruangan ini, sebetulnya aku tidak ingin meninggalkan mas Fajar yang berjuang untuk hidupnya sendiri di sini, namun apa boleh buat, aku harus tetap melaksakan prosedur yang sudah di tetapkan rumah sakit ini.

Rasanya tubuhku terasa lemas, kepalaku pun sedikit terasa pusing, sepertinya aku kelelahan setelah perjuanganku hingga sampai pada tempat ini, bahkan aku sampai lupa ternyata aku belum sempat makan atau pun minum.

"Hana, kamu baik-baik aja?" Ucap ibu yang langsung memegang tubuhku yang   mulai melemah.

"Gapapa bu."

"Sepertinya Hana lelah, dia juga belum makan dari tadi, lebih baik ajak Hana makan dulu bu, dia juga pasti lemas karena darahnya sudah di ambil." Ternyata Samudra mengikutiku ke tempat ini, dan ia ikut mengkhawatirkan keadaanku saat ini.

"Kamu makan dulu ya nak?" Tawar ibu dan aku memilih menggelengkan kepala.

"Aku di sini aja bu, aku mau nungguin mas Fajar."

"Tapi kamu harus makan nak." Ibu masih memaksa namun aku tetap pada pendirianku.

"Biar saya belikan saja makanan di luar, nanti Hana bisa makan di sini." Ucap Samudra memberi saran dan ibu memberi persetujuan.

Aku masih membayangkan tubuh yang tak berdaya di atas meja operasi itu, mata yang tertutup dan anggota tubuh yang sama sekali tidak bergerak dalam kurun waktu cukup lama, membuat perasaanku hancur berantakan, aku tak tahu lagi harus berbuat apa, yang bisa kulakukan saat ini hanyalah mendoakan keselamatannya, kemudian aku teringat sesuatu ketika melirik pada layar ponsel saat menyala karena muncul sebuah pesan.

"Astagfirullah, aku belum sholat isya bu." Ucapku setelah mengetahui bahwa kini telah pukul 11 malam.

"Kamu mau ibu antar ke mushola nak? Kebetulan ibu juga belum sholat isya, jadi kita sholat berjamaah ya." Ajak ibu dan aku mengangguk setuju.

Kalimat takbir terucap di bibirku ketika hendak menunaikan ibadah kepada sang maha pemilik bumi dan langit, dengan bibir yang masih bergetar dan kedua mata yang berbinar, aku berusaha untuk tetap kuat dan memfokuskan diri agar ibadahku berjalan dengan khusyuk.

Namun tetap saja, aku hanyalah manusia yang sesekali merasa lemah, aku masih terus teringat dengan wajah malang mas Fajar, bahkan ketika dalam keadaan sujudku, aku menangis memohon ampunan agar setiap dosaku di ampuni sehingga tidak menjadi penghalang untuk doa terhadap mas Fajar terkabulkan.

Aku menadahkan kedua tangan, dengan mengucap basmalah di iringi shalawat kepada baginda nabi Muhammad, aku pun segera mengucapkan berbagai kalimat doa yang ku panjatkan untuk kesembuhan mas Fajar.

Ya Allah, engkau maha menghidupkan dan mematikan setiap makhluk di muka bumi ini, engkau yang memiliki keputusan atas segalanya, namun izinkan aku meminta agar engkau tetap mempertahankan hidup mas Fajar saat ini, aku memohon agar engkau segera sadarkan dia, sembuhkan dia dari apa pun yang membuatnya sakit.

"Kamu yang kuat ya, kita harus sama-sama menguatkan agar Fajar bisa cepat sadar." Ibu mendekat dan langsung memeluk tubuhku, bukannya aku merasa lebih tenang malah semakin menangis dalam pelukannya.

"Kenapa semua ini terjadi bu? Gimana awalnya mas Fajar bisa seperti ini?" Tanyaku pada ibu.

"Kita berniat pergi ke rumah kamu, tapi beda mobil, ibu, bapak dan Malik menaiki mobil bersama pak kades dan istrinya, sedangkan Fajar di mobil baru yang bulan lalu ia beli, di dalam dia bersama Karim dan dua karyawannya, ternyata kepergian kita di ikuti oleh perampok, mereka mengambil paksa tas berisi uang 200 juta itu dari Fajar, Fajar juga sempat melawan, teman-temannya juga membantu, tapi pencuri itu membawa senjata tajam dan dia langsung menusuk perut Fajar, dan mereka pun langsung kabur, makanya sekarang Karim dan dua karyawan Fajar sedang melakukan laporan di kantor polisi."

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang