Bab 26 - Belajar menjadi lebih baik

74 13 31
                                    

Tepat di hari Sabtu ini, seluruh santri pondok pesantren Darussalam di Perintahkan untuk segera kembali ke pondok karena hari libur telah usai, dan hari Senin nanti akan kembali memulai aktivitas belajar seperti biasanya dan esok hari adalah pembagian kelas baru bagi santri yang sudah naik kelas tahun ini.


Sesuai keputusanku, aku tidak ingin di pindahkan kamar tidurku karena aku nyaman bersama mbak aish, dan karena aku sudah mulai terbiasa dengan melakukan pekerjaan rumah, aku pun juga menawarkan diri untuk membantu pekerjaan mbak aish ketika memiliki waktu senggang.


Namun sayang, ternyata sistem pembagian kelas untuk seluruh santri di acak, sehingga kini teman sekelasku bukan salwa dan nisa lagi, mereka mendapati kelas lain dan aku mendapat beberapa teman baru di kelasku, mungkin kita akan sering bertemu ketika kajian di masjid atau ketika makan siang dan malam.


Sejak aku sampai di pondok pesantren ini, aku tidak menemukan mas fajar, ya memang karena gedung santri putra dan santri putri di pisah sehingga kita tidak akan sering bertemu walau sepintas, tapi aku masih bisa memiliki kesempatan bertemu jika kebetulan kita tiba di masjid di waktu yang sama untuk Shalat berjamaah dan ikut kajian dari pak kiyai.


Beruntung sebelum kami berangkat ke pondok ini, kami sempat bertemu di kedai bakso mbak wulan dan membuat sebuah perjanjian untuk saling menunggu, dan setelah itu kami hanya menghabiskan waktu mengobrol pada sambungan telepon suara maupun telepon video.


Dan setelah ini aku berjanji akan belajar lebih giat lagi agar menjadi santri terbaik dan bisa menyesuaikan diri dengan mas fajar. Tentu saja upaya yang ku lakukan adalah lebih sering belajar dan melancarkan hafalanku bersama mbak aish di dalam kamar atau ketika sendiri di tepi danau, sehingga aku tidak terlalu banyak memiliki waktu untuk sekedar bertemu dan bermain bersama salwa dan nisa di waktu luang.


Kini aku sudah sangat mengenali suara merdu dari mas fajar, dan ketika ia mendapat giliran mengumandangkan adzan di mushola pondok pesantren, pun aku langsung mengenalinya dan selalu fokus mendengar sambil memanjatkan do'a agar pria yang selalu ku sebut dalam do'aku di sepertiga malam ini bisa menjadi jodoh dunia dan akhiratku.


"Kalian sempat bertemu dan mengobrol berdua sebelum kembali ke sini ya?" Tanya mbak aish ketika sedang membantuku merapikan pakaian ke dalam lemari.


"maksudnya aku dan mas fajar?". Sahutku meyakinkan.


"ya, mbak tahu dari gerak-gerik fajar waktu itu, pas dia keluar rumah wajahnya masih murung tapi pulangnya wajah dia ceria lagi, apa itu gara-gara masalah ustad iqbal?".


Aku sedikit merasa malu ketika hal itu sudah di ketahui oleh mbak aish, sehingga aku hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.


"Aku sudah kasih tau dia, bahwa aku tidak akan menanggapi surat itu, bahkan pada hari itu suratnya langsung aku buang, tapi ternyata mas fajar malah minder jadi dia sempat ngejauh dari aku, dan karena itu aku ngajakin dia ketemu, tapi di kedai bakso kok mbak, ada mbak wulan juga sama suaminya". Jelasku.


"Lalu, bagaimana dengan hubungan kalian sekarang?".


"mas fajar sudah terus terang soal perasaannya mbak, tapi karena dia menghindari hubungan pacaran, dan hubungan yang serius juga sangat masih jauh, dia cuma memintaku untuk menunggu sampai suatu saat nanti dia siap untuk melamarku." Jelasku dengan hati-hati.


"berapa lama dia meminta waktu?".


"4 sampai 5 tahun lagi mbak."


Kemudian mbak aish berjalan mendekati dan ia meraih tanganku lalu menggenggamnya, "mbak sangat kenal dengan fajar, walaupun dia adik sepupu tapi sudah seperti adik kandung mbak sendiri, mbak tahu selama ini dia tidak ingin merasa tertarik pada seorang gadis karena dia sangat menghindari hubungan berpacaran, tapi jika ia sudah mengungkapkan hal itu sama kamu tandanya kamu satu-satunya wanita yang sangat ia cintai."

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang