Bab 2 - pindah sekolah

194 22 7
                                    

Pagi ini aku bangun tidur lebih awal dari biasanya. Ternyata baru pukul 05.00 ketika aku coba membuka mata setelah beristirahat malam cukup lama.

Pagi ini rasanya sangat dingin, ku dengar suara berisik di luar ternyata cuaca pagi ini hujan sangat deras. Karena waktu menuju berangkat sekolah masih lama, aku pun kembali menarik selimut dan menutupi hampir seluruh bagian tubuhku.

Sambil menggeliat, ku ambil ponsel milikku yang ku simpan di atas meja nakas dan ku buka akun sosial mediaku. Akun sosial mediaku memang selalu aktif tiap hari, namun aku yang tidak terlalu sering memposting kehidupan pribadi atau pun foto-foto pribadiku. Aku hanya sering membagikan beberapa quotes tentang kehidupan saja.

Sebenarnya dulu ketika masih smp bisa di bilang aku si ratu sosial media, karena sering membagikan beberapa kegiatan keseharianku bersama mama dan kegiatan pribadi ku beramal teman di sekolah . Namun semuanya berubah setelah kepergian mama. Membuatku menjadi manusia yang tidak asik dan lebih banyak menyendiri.

Namun tiba-tiba saja perut terasa lapar. Padahal biasanya aku bangun pagi pukul 06.00, aku langsung mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah, dan ku rasa sudah sangat lama aku tidak menerapkan rutinitas sarapan pagi. Ya itu karena aku tidak ingin satu meja makan dengan ibu tiri.

Namun apa pun alasannya aku tetap tidak akan turun ke lantai bawah menuju ruang makan untuk meminta sarapan, karena pasti si ibu tiri itu ada di sana dan nantinya malah nafsu makan ku akan hilang kembali.

Solusi terakhir adalah aku coba menelepon mbak wulan dan memintanya agar membawa menu makanan untuk sarapanku hari ini. Dan akhirnya mbak wulan melaksanakan perintahku, setelah menunggu selama 10 menit akhirnya ia pun tiba di kamarku.

“permisi non, ini sarapannya”. Ia pun meletakkan sebuah piring berisi roti bakar yang di dalam nya di isi selai coklat kesukaanku bersama satu gelas susu hangat.

“Makasih ya mbak”. Aku pun segera bangkit dari tidurku dengan masih menyelimuti tubuhku dengan selimut yang cukup tebal.

“iya, non tumben hari ini minta sarapan? Mana masih gelap lagi”.

“Iya mbak, tiba-tiba aja aku bangun pagi gini terus laper, mungkin karna hujan juga kali ya”.

“Kalau begitu kenapa non ga sarapan di ruang makan aja?”.

“Gamau, males kalo ketemu ibu tiri”.

“ibu belum bangun ko non”.

“Apa? Belum?”. Raut wajahku berubah menjadi sedikit bingung. “emang dia suka bangun jam berapa?”.

“Tergantung non, normal ya jam 8 pagi, kadang kalo bapak minta di temenin sarapan dia bangun jam 6”.

“idih, dasar pemalas”.

“Ya sudah saya permisi ke bawah lagi ya non, masih ada kerjaan soalnya. Baju sekolah non sudah saya siapkan di samping lemari baju non ya”.

“Iya mbak. Makasih ya”.

Setelah sarapanku selesai, aku melanjutkan kegiatan untuk bersiap bersekolah. Setelah mandi dan merapikan pakaian sekolah dan sedikit bersolek di wajah serta memakai parfum, aku pun bersiap untuk berangkat sekolah karena kini sudah pukul 07.00.

Aku berjalan menuruni tangga sambil mengamati setiap objek yang berada di lantai bawah. Sebetulnya aku mencari papa untuk meminta izin berangkat sekolah, namun aku malas jika di samping papa ada ibu tiri yang membuatku kadang mengurungkan niatnya untuk berpamitan pada papa.

Beruntung kali ini aku melihat papa sedang duduk sendiri pada sofa sambil menatap layar ponselnya. Dan pada akhirnya aku pun menghampiri papa dan meminta tangan papa untuk aku kecup punggung tangannya.

“Aku berangkat ya pa”.

“nanti siang pa sigit jemput kemu lagi di sekolah ya, kamu ga boleh kemana mana, langsung pulang ke rumah”.

“tapi kan pa..” belum sempat aku menyatakan protesku terhadap papa, ia malah kembali berbicara tanpa mendengarkan ucapakanku.

“Ga ada tapi tapi, kamu harus nurut sama papa” .

Akhirnya aku pun berjalan meninggalkan papa, tanpa menyahuti lagi ucapannya. Karena ku rasa itu semua akan percuma, papa sudah tidak lagi percaya dengan ucapanku, karena dia lebih percaya dengan ucapan istri barunya yang terlanjur sudah memandangku sebagai gadis yang tidak baik.

Hari mulai beranjak siang ternyata tetesan air hujan belum benar-benar reda, masih ada gerimis kecil yang membuat udara saat ini terasa cukup dingin. Membuatku harus mengenakan cardigan rajut berwarna biru tua yang pernah ibu berikan padaku ketika aku berulang tahun ke 15 tahun.

Aku masih memikirkan perkataan papa, bahwa siang ini aku harus kembali pulang ke rumah setelah pulang sekolah. Apakah aku yakin bisa? Untuk apa aku di rumah jika harus bertemu dengan ibu tiri?.

Namun aku rasa aku tidak terlalu harus mengikuti maunya papa, walaupun nanti siang pak sigit akan kembali menjemputku untuk pulang, aku akan tetap pergi ke danau walau harus di temani oleh pak sigit.


***

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang