Bab 55 - Dia telah pergi (tamat)

74 10 54
                                    

"Kamu sudah siap Hana?" Tanya Samudra ketika ia datang menemuiku di ruang rawat, hari ini adalah hari kedua aku beristirahat di tempat ini, juga adalah hari terakhir karena kondisi tubuhku sudah mulai membaik, namun hingga saat ini aku belum memiliki izin  untuk berkunjung pada ruang rawat mas Fajar, hal itu membuatku masih dalam kesedihan yang berkepanjangan.

Aku mempersiapkan diri untuk pergi menghadiri persidangan, akhirnya aku akan kembali di pertemukan dengan keluarga mas Fajar, mungkin ini adalah kesempatan baik untukku meminta maaf pada mereka agar aku bisa menemui mas Fajar, biar pun kondisinya masih tak sadarkan diri, sejujurnya aku sangat merindukan pria itu.

Kami pergi bersama mbak Wulan, karena setelah ini aku memutuskan untuk kembali tinggal bersamanya, setidaknya jika aku berada di lingkungan yang sama dengan mas Fajar akan memudahkan hubungan kami yang sempat merasa tidak nyaman karena terhalang oleh jarak.

Sudah 4 hari Samudra menemaniku, ternyata ia menambah cuti kuliahnya hingga sampai bisa memastikan aku aman tinggal bersama mbak Wulan setelah persidangan selesai.

Saat ini kami telah memasuki ruang persidangan, namun posisi sekarang cukup berjauhan dengan keluarga mas Fajar, mungkin mereka memang ingin menjaga jarak denganku sementara ini, dan sepertinya aku akan coba mengajak mereka berbicara dengan baik-baik setelah proses persidangan ini selesai.

Dari kejauhan, aku melihat papa duduk di bangku depan sebagai terdakwa, dengan memakai baju tahanan, aku sedikit merasa sedih karena kini ia telah di hukum atas perbuatan kejinya. Namun jujur aku tidak bisa memihak pada papa walau pun ia adalah orang tuaku, juga aku tidak akan terus mengutuknya karena aku rasa tidak berhak, maka kini aku hanya serahkan keputusan ini pada pihak yang berwajib, karena papa memang harus mendapatkan hukuman agar merasa jera.

"MENJATUHKAN PIDANA KEPADA TERDAKWA TERSEBUT DENGAN HUKUMAN PENJARA SEUMUR HIDUP."

Kalimat terakhir yang di ucapkan oleh hakim ketua dengan tegas tersebut membuat banyak orang yang ada dalam ruangan ini merasa lega, tak hanya keluarga mas Fajar saja yang di tunjuk sebagai korban pencurian uang juga pembunuhan, ada beberapa orang juga yang menuduh papa dengan tuduhan penipuan terhadap beberapa rekan kerjanya, sehingga banyak sekali pasal yang menyeretnya pada hukum pidana yang sangat lama.

Acara persidangan ini telah selesai, semua yang hadir satu persatu keluar dari ruangan ini, papa berjalan melewatiku bersama pihak polisi yang akan membawanya ke tempat tahanan, namun ia sama sekali tak menoleh ke arahku, aku masih melihat sebuah kebencian dari sorot matanya, sepertinya dia sudah sangat kecewa ternyata semua rencananya untuk kembali hidup dalam kemewahan sudah hancur, dan dia tak lagi membutuhkanku untuk mencari keuntungan hidupnya.

Aku berniat untuk menghampiri keluarga mas Fajar, namun masih ada rasa ragu ketika melakukan hal itu, dan ketika aku hendak menyapa, tiba-tiba saja ibu menerima telepon dari rumah sakit yang sepertinya dari mbak Aish, ia nampak terkejut lemas hingga tubuhnya hampir terjatuh, beruntung bapak dengan segera menahan tubuhnya dan entah mengapa ibu tiba-tiba menangis.

"Ada apa bu? Apa yang terjadi sama Fajar?" Tanya bapak cemas.

"Kondisi Fajar semakin buruk, detak jantungnya semakin melemah, sekarang dia dibawa ke ruang tindakan lagi, kita harus segera kembali ke rumah sakit pak." Ucap itu yang terus menarik lengan baju bapak.

Tanpa banyak bicara, mereka pun segera berlari keluar dan pergi dari tempat ini, begitu juga dengan aku, karena saat itu aku mendengar obrolan mereka dengan sangat jelas, aku pun kembali meminta Samudra untuk pergi ke rumah sakit, aku juga kembali merasakan kesedihan yang amat mendalam setelah mendengar kabar mas Fajar yang malah semakin memburuk.

Kami sampai di luar ruangan tindakan, terdapat jendela dengan gorden yang terbuka sehingga kami bisa melihat sesuatu yang terjadi di dalam, para tenaga medis itu berusaha melakukan apa pun untuk membuat kondisi pasien kembali normal, bahkan dokter berulang kali menggunakan alat pacu jantung agar detak jantung mas Fajar kembali normal.

Assalamualaikum, Hana! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang